Saturday, October 16, 2010



Pada satu waktu,
Sebatang rokok jatuh cinta pada sang tuan

Ia memuja
Kepadanya, dibiarkan sang tuan mengambil bagian penting dalam hidup.

Ia pasrah
Kalau pada ujungnya, Ia menguap tak bermakna
Meninggalkan hanya sisa abu yang sebentar lagi hilang

Ia rela
pelan-pelan disakiti, dibakar api.

Tidak apa-apa.
Mengabaikan kebendaan. Cinta, sejatinya adalah energi luar biasa.

Sebentar lagi, karena cinta, esensi hidup sebatang rokok menemukan tempat nyaman.
Ia akan selamanya memeluk lengket dalam tubuh sang tuan.
Mengalir bersama darah.

Ia menunggu dengan sabar
Giliran untuk terambil dari bungkusan.

Ia berteriak-teriak memanggil.
Tapi nasib memilih tidak berteman.

Satu per satu, sang tuan mengambil batang demi batang.

Sampai tinggal Ia seorang.

"Ah, sekarang giliranku", pikirnya penuh suka.

kemudian terdengar bunyi kematian.

Sang tuan, memutuskan untuk berhenti merokok.

Ia gundah bukan kepalang.

Sedih tak tertahan.

Cinta tak bertemu muara.

"Malam ini, aku akan berdoa sepenuhnya, semoga besok, waktuku tiba", pikirnya.

Malam berganti, pagi tiba.

Sebatang rokok membuka mata.

Gelap.

Wahai, gerangan dimana sang tuan?

Kenapa matahari pun tak ada?

Sebatang rokok, berujung di tempat sampah.

dengan cintanya.





Saturday, October 02, 2010

Mari Menjadi DALANG


Semalam, saya nonton film ini.

Legends of The Guardian. Seru.

Film yang mengajarkan banyak hal.

Satu adegan di film itu yang melemparkan saya ke masa kanak-kanak.

Di awal, cerita, anak burung hantu sungguh terpesona dengan dongeng sebelum tidurnya.

Ksatria.


Nilai baik.

Yang jahat pasti kalah.

Yang baik, menang dengan tidak mudah.

Pada dongeng sebelum tidur, anak burung hantu ini belajar banyak hal.


Betapa pentingnya punya keyakinan.


Betapa pentingnya punya mimpi.


Saya jadi ingat.

Betapa dulu, saya sungguh menikmati Mamah bercerita pada kami berdua -aku dan Aan- adikku.


Ceritanya apa saja.

Timun mas yang dikejar-kejar raksasa, sampai raksasa mati tenggelam dalam lumpur hisap begitu timun mas melempar terasi ajaib.


Bisma yang punya kesaktian tak bisa mati kecuali Ia menginginkannya.

Kancil yang licik. cerdik tapi dipakai membodohi. Betapa Mamah benci dengan tokoh kancil ini.

Rahwana yang punya sepuluh muka menyeramkan. Padanya, sepuluh sifat jelek manusia melekat.


Mamah bukan pendongeng yang baik.


Selalu ada jeda sebelum cerita berlanjut.

Ia mencoba mengingat pakem cerita yang dibawa. Kalau lupa, yaaaa, mulailah beliau improvisasi sepenuhnya.


Meski begitu, ceritanya selalu mengagumkan.


Sampai pada akhirnya beliau menyerah.


Lemari memori di otaknya sudah dibongkar. Cerita yang diingatnya habis sudah.

Pada majalah Bobo, Kuncung, Tomtom, Ananda, Kawanku dan Tom Tom beliau bergantung.

Mulailah Mamah hanya menemani kami melahap cerita di majalah itu sebelum tidur sambil menampung pertanyaan-pertanyaan ajaib dan dijawab dengan logika sekenanya supaya kami puas pertanyaan menemukan jawaban yang lagi-lagi ... hanya sekenanya hehehehe

"Kita bisa beli dimana kantung si pak janggut ini?"


"Kenapa Paman Kikuk selalu kikuk? jahat sekali saudara dan teman-temannya tak mengajari Ia untuk tidak kikuk. Kikuk kok jadi bahan tertawaan. harusnya kan kasihan!"

"Baju Nirmala itu siapa tukang cucinya ... kasihan sekali tukang cucinya harus mencuci baju sebesar itu... kalau hujan turun, ada berapa baju merah jambu besar yang Nirmala punya?"


"Kenapa majalah ini namanya TomTom ... yang punya majalah, namanya Tom Tom kah? kayak apa orangnya?"


"Deni manusia ikan itu pernah makan sambal nggak ya?"


"Celana si Oki, sahabat Nirmala ini kayak celana senam punya Mamah ya! celana Oki warna hijau ... punya Mamah merah!"


Sampai pada satu saat, Mamah membuatkan kami layar wayang dari kertas gambar tipis ukuran besar.

Pada kiri kanannya diberi tiang dari lidi panjang, ditancap kiri kanan pada kaleng susu indomilk bekas.
Diguntingnya gambar-gambar lucu dari majalah yang sudah kami baca. dilekatkannya pada sebatang lidi supaya bisa kami pegang.

Rupanya, Mamah sudah bosan mendengar kami bertanya ini itu hahahahah.

"Sekarang giliran Mamah didongengi...kalian dalangnya"

Kami mulai bergantian sebelum tidur mendongeng untuknya.

Ceritanya apa saja.


Imajinasi anak-anak seluas samudra. Improvisasi cerita terjadi setiap saat. Kalau ditanya alasan kenapa si ini digituin .. si itu dibegituin... si anu kok harus begitu ... alasannya bisa macam-macam. Argumen diciptakan. kesahihannya mutlak tidak perlu ditanya. Pokoknya ya harus begitu.

Mamah bertanya, "Kok dia harus kalah? ..."


Jawaban kami, "Ya karena dia begini begitu...bla bla bla"


Butuh waktu sampai saya lulus SD sampai akhirnya saya bosan dengan dongeng sebelum tidur itu.


saya mau menyambungkan itu dengan pemikiran saya sekarang.


Oleh Gusti Allah,
kita ini seperti kanak-kanak yang dibekali layar kertas lebar.

sekotak wayang. dari kotak wayang itu kita bertemu dan berkawan.

Cerita berjalan. dan, kita sendiri sebenarnya yang menjadi subyek aktif penentu cerita.

Semua hal tidak terjadi atas dasar keniscayaan.


Akan selalu ada alasan kenapa lakon berganti, cerita berganti, dan siapa saja yang datang dan pergi.


Setelah nonton film itu, Saya seperti diingatkan Gusti Allah
"Agus, kamu sudah aku beri sinopsis besar. awal dan ujung. Sekarang, kamu adalah sang dalang. Berikan aku detil cerita dari sinopsis besar yang KU beri"

Sampai sekarang dan nanti, saya, sang dalang, sedang bercerita.

Menghidupkan hidup.


Salam.