Wednesday, April 14, 2010
Bapak, yang saya kenal ...
Bapak, sekali lagi Aku menyesal kenapa dulu keluarga kita hampir ndak pernah punya foto penanda momen-momen keluarga, dari Aku masih kecil sampai sekarang.
Kalian berdua, Mamah dan Bapak kompak bilang, "Halaaah nggo opo tho, tuku tustel?!"
Yo wis, foto memang bukan alat bagi kita untuk membekukan kenangan.
Aku akan menulis semua hal yang bisa aku ingat tentang kita, keluarga, dan orang-orang yang dicinta sebagai pengingat kejadian berkesan.
Aku akan menulis.
Banyak yang kuingat
Banyak yang kulupa
Banyak juga yang rasanya ingin Aku lupa
Tentang Bapak.
Aku masih ingat,
Bagaimana Bapak uring-uringan kalau pagi ndak nemu sendal jepit yang sebenarnya lebih layak masuk tempat sampah saking sudah tipis dan jeleknya minta ampun karena Bruno, anjing kampung peliharaan kita dulu menganggapnya sebagai daging empal dan menaruhnya di tempat rahasia.
Bagaimana dulu Bapak ndak pernah lupa membubuhkan sedikit garam pada segelas susu segar yang sudah dihangatkan untukku dan berkata,
"Nih, biar lebih gurih ... biar kamu ndak enek!"
Bagaimana dulu setiap beli tahu isi di depan asrama polisi tempat kita tinggal, Bapak telaten membuka tahu isi dan memisahkan toge didalamnya dan berkata,
"Tuuuh, udah bersih, yang ini buat kamu!"
Bagaimana dulu aku dikibuli bahwa kerangka ikan paus di Museum Zoologi Kebun Raya Bogor itu, dibeli di Ancol.
Bagaimana dulu aku diajak keliling daerah Suryakencana dan Sempur Bogor pake Astrea 800.
Bagaimana dulu setiap hari minggu, kolam renang Milakancana Bogor jadi saksi betapa menyenangkannya minggu pagi buat kita berdua.
Masih ingat,
"Bapak nggak pernah punya anak cengeng! nangis boleh, tapi cengeng awas ya!"
"Anak laki-laki harus nurut sama Mamah!"
Masih ingat,
Aku di elus-elus punggungnya saat tidur siang ndak berhenti sebelum aku lelap.
Masih ingat,
Untuk melihat detil-detil kecil di sekitar
Masih ingat,
Untuk ndak bergantung sama orang
Ndak boleh iri
Ndak boleh curang
Aku juga masih ingat,
Betapa hancurnya hati ini saat engkau memilih untuk pergi dari kami
Betapa Aku menyimpan amarah untukmu
Betapa Aku kecewa
Betapa Aku meradang
Dan hatiku jatuh koma karenanya saat itu.
Tapi ternyata, mungkin ini cara Aku belajar dan mencoba memahami
Bahwa, Bapakku itu hanya seorang lelaki yang menjalani kodratnya sebagai insan yang tidak sempurna dan tidak luput dari salah ....
Hanya lelaki biasa yang juga mampu menyakiti orang-orang yang dicintainya.
Butuh waktu lama memahami itu, tapi percayalah ... sekarang Aku mengerti sepenuhnya.
Butuh waktu lama membuang kecewa, tapi percayalah ... sekarang Aku sudah berdamai dengan apa yang di belakang
Masih ingat,
Betapa Aku menangis bahagia saat mencuri dengar,
"Agus itu kalo nulis bagus banget ya ...."
"Agus kok jarang pulang sih .... suruh lebih sering pulang besok-besok!"
"Tanyain sana, Agus masih punya uang nggak dia?"
"Agus tuh gajinya berapa tho? kalo kecil, suruh kerja aja di Semarang lagi deh ... tinggal di rumah aja"
Dibalik ekspresi datar dan tidak peduli ... Bapak perhatian sekali.
Dari Mamah, Aku tahu Bapak selalu bangga denganku ...
"Anakku kerja di TV lho! dia bikin kuis!"
"Anakku bikin iklan!"
"Anakku kreatif!"
Bapak yang saya kenal, adalah lelaki yang sungguh sayang pada Aku, anaknya.
Kali ini, Aku mau bilang,
Bapak, selamat ulang tahun ...
Agus sayang sama Bapak.
note: gambar dipinjam dari www.gettyimages.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
9 comments:
meleleh....
tulisannya bagus banget, ditulis bukan hanya dengan deretan aksara tapi melibatkan hati. itu kelebihan tulisan-tulisan mas agus. Salut!!
Selamat ulang tahun untuk Bapaknya mas Agus, semoga selalu diberi kebahagiaan. amiin
Apis: ah .. nggak sepuitis kamu lah :) kamu mah juara deh :)
HAppy B-day yah Om. Semoga panjang umur dan sehat selalu.
Om, Saya aja bangga bisa kenal sama Arya, apalagi Om yah, yg bapaknya.
setuju sama apis. sederhana tapi sarat makna. touchy bgtz bro...
jadi inget sama almarhum babe,,, meskipun ngga ada banyak kenangan tapi...tetep aja seneng denger nya kalo enyak lagi cerita ttg almarhum...
Seperti dejavu membaca tulisan ini. Baru aja saya ngobrol di telp dengan bapak saya yang juga meninggalkan kami demi keluarga keduanya
nangis ni mas bacanya........
Gus, selamat ya sudah mulai melalui semuanya, berdamai dengan masa lalu, menolong hidupmu sendiri.
Mungkin semakin kita dewasa pengertian kita terhadap orang dewasa menjadi semakin baik. Ini mungkin yang dinyatakan, ketika aku anak-anak, aku bertingkah seperti anak-anak. Ketika aku dewasa, aku berpikir seperti orang dewasa dan tidak seperti anak-anak lagi.
Kamu memang anak yang baik. Mugi diberkahi kalihan Gusti Ing Paringi Urip. AMIN
huhuhu.....so sweet..
seperti yang udah elo bilang, after all he's just a man!
Post a Comment