Sunday, May 17, 2009

Yu Srintil di Kudeta di Bali


Raka,

surat ini ditulis dengan rasa agak gamang karena mungkin perut, kepala, logika dan rasa mulai dijajah reaksi kimia dari beberapa gelas anggur merah sedari tadi aku duduk disini ...

Ooooo.... jadi kayak begini ya, tempat bernama Kudeta yang sering kamu ceritakan itu ...


aku sebal dengan para pelayannya ...


aku dijemput dengan tatapan mencibir
dia pikir, orang-orang berkulit sewarna madu macam kita ndak akan bisa membayar pelayanan dan makanan di tempat bernama Kudeta ini ...

Mungkin aku harus menceburkan diri dulu ke dalam mesin cuci yang berisi air rendaman pemutih dan merelakan hidungku dibetot tang inggris seharian baru aku bisa membayar sedikit senyuman dari mereka ...


iyooo iyooo ... uwis aku ndak akan merepet kesana kemari ...


nanti kau buang lagi lembaran surat berikutnya karena kesal dengan keluhanku
padahal kan surat ini adalah surat rindu .. hehehehe

Raka,
aku ndak pernah suka pantai ...

kulit sewarna maduku akan berubah jadi warna karamel gosong karenanya.

aku akan semakin diyakini semirip Dakocan karenanya, meskipun terus terang, aku belum pernah seumur hidup melihat, kayak apa sih dakocan itu.... apa ia seimut aku? apa ia juga jago masak bolu kukus seperti aku? apa ia punya manuver cantik di ranjang sampai membuat engkau selalu melentik dan berteriak gaduh? ...

aku tak tahu .. yang aku tahu, Dakocan itu katanya berkulit hitam dan berbibir penuh .... hemmmmm.... berbibir penuh ya? ........seperti Naomi Campbell atau Alex Wek?

satu-satunya yang menautkan diriku dengan pantai ... ya kamu itu, Raka

Dulu, tak habis aku kagum dengan pantat bulat bundar sempurna yang membayang dibalik celana selancar yang basah...

percaya lah Raka ... aku basah atas bawah karenanya ...


Dulu, aku selalu sabar menatap kamu di atas papan selancar dan kamu menatap arah matahari, berharap ombak tidak mangkir untuk berciuman dengan bibir pantai ...

dan air mukamu isyaratkan birahi setiap sang ombak telanjur ereksi tak sabar bertemu bibir pantai


aaaah ... kenapa kalau aku rindu, setiap kata selalu isyaratkan birahi !


hadapi kenyataan saja Raka ... engkau sedang berpacaran dengan seorang binal.

demikian ritualnya dulu...

setiap hari
setiap pagi

Kalau saja tempat bernama Kudeta ini adalah kedai kopi ...


serasa menikmati aturan gambar kilas balik di layar tancap ....


Ingatkah yang pernah kita lakukan pada satu malam di kedai kopi ?


pada satu saat, aku ingin sekali menulis segala hal yang pernah kita lakukan di sebuah kedai kopi


menulis tentang rasa ...


tapi sekarang, kusudahi dulu suratnya ...


belum tuntas cerita ...
tapi kepalaku sudah diperbudak oleh angin laut, dan gelontoran beberapa gelas anggur merah cium rindu ...

cium sayang
Srintil