Wednesday, January 27, 2010

Saat kopi mulai ditelanjangi ...



Ini cerita tentang Sang Kopi:

Selepas Aku engkau setubuhi,

saat menikmati lelehan keringat menguap pelan di udara, sambil dihibur matahari menggembos tanpa daya dihisap bumi

Aku lekat memandangmu Lelakiku.

Dulu, persetubuhan bagiku, seperti minyak tanah berkawin dengan korek api.

Panas

Meletup

Liar membakar

Tak ada cinta.

Cinta dan kelamin, dua lingkaran yang tidak beririsan.

Apa itu cinta?
Taik kucing dengan cinta.

Sejatinya, aku seperti lubang hitam.

Siapa pun yang memasuki Aku

Ia tidak mengamplifikasi rasa.

Ia jatuh.

Semua rasa yang diberi, pada ujungnya hanya terbaui samar-samar

Persona ku terlalu kuat.

Rasa ku terlalu kuat.

Jadi buat apa cinta?

Cinta bagiku seperti perpaduan deodorant wangi berkawin dengan keringat di ketiak yang ujungnya beranakan bau kecut.

Kopi tetap berbau, berasa kopi meski Ia berkawin dengan apa pun.

Nampaknya, aku ditakdirkan sendirian.

Jadi buat apa mengurusi Cinta.

Cinta seperti permen karet lengket di pantat celana.

Sekali lagi, Aku memandangmu, wahai lelakiku.

Dengan cara yang sederhana, kamu sudah merenggut milikku yang paling berharga.

Nyawaku sudah kau kantongi.

Sialan, kalau ingat kali pertama bertemu

Aku tidak pernah menyangka, lelaki sederhana macam kamu mampu menggerakkan semesta.

Atau jangan-jangan,

Kamu adalah varian kopi baru ?

(bersambung...)



note: gambar dipinjam dari www.gettyimages.com

Sunday, January 24, 2010

Anak Bawang



Anak bawang mandi di kali, disuruh mandi di pinggir dan dijaga sama anak badung lainnya yang lebih tua.


Anak bawang main petak umpet selalu dibolehkan menang sama anak badung lainnya

Anak bawang bikin salah, salahnya dianggap seperti debu.

Senangnya jadi anak bawang.

Belakangan ini aku menghabiskan waktu di luar kantor dengan karib yang secara usia jauh di atasku.

Matang karena pengalaman.

Bijak karena ditabrak oleh hidup.

Saat ada di kumpulan, aku senang memposisikan diri jadi orang yang paling bodoh.

Senang dianggap jadi orang yang nggak tau apa pun.

Karena dengan demikian, aku bisa bertanya macam-macam.

"Apaan sih itu? kok aku nggak tau?"

"Emang bisa begitu?"

"Kenapa?"

"Lho, bukannya harusnya ini begini itu begitu?"

"Masa sih?"

Menyenangkan melihat mereka berbinar.

Mereka merasa lebih tau.

Mereka bicara.

Kadang bicara berlebihan.

"Jadi ya, anak bawang, kamu mestinya ina inu gini ginu gono gini!"

"Nih ya, anak bawang, dulu itu aku kena kinu kini kono sampe dadi ngono"

"ginul ginul godal gadul"

"mencungul cungul gobal gabul ngalor ngidul"

Nah, kembali lagi ke cerita tentang para tetua yang belakangan ini aku sering ngintil jadi ekor tikus... jadi anak bawang.

Pelajaran yang paling mengena kemarin adalah:

Tentang K-O-N-S-I-S-T-E-N-S-I

Orang banyak maunya macam aku ini ternyata sangat kekurangan hal yang satu itu. Konsistensi.

Gampang bosan.

Disimpulkan, ibarat armada perang. Aku ini seperti garda depan yang sungguh bergairah ampun-ampunan untuk mendobrak pintu benteng. Beragam cara dilakukan.

Begitu pintu robek dibuka, Aku si garda depan malas untuk bersih-bersih musuh di dalam .... mestinya, harus sama trengginasnya ketika sudah ada di dalam.

Lha ini, begitu sudah di dalam, Aku malah sudah mikir pintu benteng musuh mana lagi yang harus aku hajar...

Menaklukan kota musuh ndak cuma sekedar menghajar pintu bentengnya. Tapi juga harus rajin bersih-bersihnya.

Tentang bosan, disimpulkan saat para karib tetuaku selesai bicara

"Your greatest enemy is nothing but yourself, wahai anak bawang!"

Betul sekali.

Para tetua, karibku tercinta, Anak bawang mau bersih-bersih dan mawas diri dulu ya.



note: gambar dipinjam dari www.gettyimages.com

Saturday, January 23, 2010

Saat teh menulis surat ...




Saat kutulis surat ini,

Aku tak pernah yakin, engkau akan membacanya.

Aku juga tak pernah yakin, rasa hatiku bisa diwakili dengan kata.

Rasa ini lautan, aku hanya punya gelas.

Ku tulis surat ini saat tanah dihajar matahari yang kepleset.

Kamu tahu betapa aku benci senja.

Saat itu, aku merapuh.

Pertalian senja dengan aku kehilanganmu terlalu kuat.

Lewat surat ini, aku mau bilang betapa aku membencimu karena engkau sudah membuatku demikian bahagia.

Betapa kehadiranmu sudah membuat semua hal yang membuatku bermakna menjadi tak ada harga.

Sungguh menyedihkan, aku menyalahkanmu untuk semua hal terbaik.

Rasanya, aku ingin berteriak pada semesta, protes kenapa engkau yang menjadi kurirnya.

Tapi aku tidak bisa berteriak pada takdir.

Rasaku lautan dan aku aku cuma punya gelas.

Saat kau membaca surat ini, aku ingin meminta.

Tolong, kembalikan nyawaku.





note: gambar dipinjam dari www.gettyimages.com

Wednesday, January 20, 2010

Berguru pada benda kecil isi besar



Ini buku kecil tapi bukan untuk orang yang kecil

Ini buku sederhana dengan isi yang jauh dari kesederhanaan

Ini adalah kado kecil di awal tahun dari karibku Wenni, natal kemarin

Bule bernama Charles M. Schulz dibuku ini lewat kutipan-kutipan omongan si anjing lucu bernama Snoopy cuma mau mengingatkan kita bahwa ternyata oh ternyata, kita terlalu mempersulit diri sendiri untuk mendapatkan kebahagiaan. Drama dalam hidup kita, ternyata kita sendiri lah yang punya andil paling besar.

Berangkatlah dari detil kecil dalam hidupmu, kata anjing lucu Snoopy.

Wenni, terima kasih untuk kadonya... maaf, hadiahmu ini sudah agak lecek karena seringnya aku buka tutup dan baca berkali-kali.

Pemberian memang tidak diukur dari rupiah

Tapi keseriusan untuk memilih benda yang tepat

karena hadiah, cerminan hati.

Surat buat Bapak dan Mamah



Bapak

Mamah

Aku cuma mau ngabari, aku baik-baik saja

Selalu sehat

Walaupun sekarang udah sering dan gampang buanget masuk angin

Pak, aku menyalahkan Mamah untuk ketergantunganku dengan kerokan.

Aku sebal, karena kalau Aku masuk angin, siksanya bukan karena sakitnya semata. Tapi, karena aku ndak pernah bisa menuntaskan pengubatan masuk anginku dengan tolak angin cari atau apa pun. Aku harus dikerok!

Yang kayak begini ini Pak, yang bikin aku jengkel lan mangkel bukan kepalang. Lha piye, aku njur langsung kangen rumah tho ya! Aku kangen dikerokin sambil diomeli karena sering begadangan main sampe malam bahkan subuh.

rasa kangen dengan wangi minyat telon, uang koin lima ratusan, dan di usap-usap punggungnya itu lho yang semakin bikin aku merasa masuk anginku itu tambah dahsyat siksaannya.

Duh, Bapak ...

Setiap aku liat warung sate dan sop kaki kambing pinggir jalan, aku selalu kepikiran sama Bapak.

Jadi inget, betapa setiap sabtu minggu ... Bapak kayak cacing kepanasan ndak betah di rumah.

mau cuci mobil lah

mau beli pakan ikan lah

mau lari-lari di stadion Mugas lah

mau makan enak lah

Cuci mobil aku ndak mau nemenin

Mbeli pakan ikan aku ndak mau ... mumet .. pusing liat tempatnya

Opo maneh, dengan lari-lari di stadion Mugas.... nehi babuji lah yauw ...

dan aku tau, Bapak juga tau kalau tiga ajakan diatas akan selalu sukses di tolak sama anakmu yang sulung sedikit kurang ajar macam aku ini.

Makan sate kambing berdua ... lhaaaa, baru aku mau Pak!

Dan kalau akhir minggu ... Aku kangen sama Bapak.

Aku kangen dengar seribu keinginan yang mengamini Bapak untuk bisa jalan-jalan ke luar rumah.

Aku kangen makan sate kambing sama Bapak.

Ternyata, diantara banyak hal yang membuatku kesal tentang Bapak

Aku juga punya banyak hal-hal menyenangkan dan membuat rindu Bapak.

Sepertinya porsi hubungan kita memang seperti lagunya Ratih Purwasih jaman dulu deh Pak .... "Antara Benci dan Rindu" judulnya.

Halaaaah itu lhoooo .. yang dulu kita pernah punya karaoke laser disc-nya...

bukan penyanyi aslinya sih ... cover version ... yang diputer terus sama Bapak... Duh, betapa aku berharap player laser disc kita dulu itu jebol rusak sekalian biar ndak bisa dipake buat muter lagu itu.

Aku kangen sekali sama Bapak.

Iya, aku juga kangen sekali sama Mamah.

Rod Steward, di lagunya "When I Need You" pernah bilang, " A telephone can't take the place of your smile"

Iya, aku bisa menelepon kapan saja.

Tapi ya itu ... Rod Steward aja bilang begitu.

Jangan salahkan kalau aku demikian rindu.

Dua minggu ini, karena pekerjaan, aku bertemu dengan banyak orang.

Aku berinteraksi dengan dengan beragam karakter orang.

Ada yang baik

Ada yang badung ndak ketulungan.

Yang baik, aku ndak mau cerita banyak.

Yang badung, aku juga ndak mau cerita.

Tapi dari pengalamanku berinteraksi dengan orang-orang badung itu

aku cuma mau bersyukur.

Dengan segala kekuranganku,

ndak sabaran

pelupa

pemalas

penganut setiap "ke-pepet-isme"

moody

cerewet

rewel

agak ......... boros -nyengir-

tukang ngetut

meskipun gambaran keluarga kita jauh dari model "Keluarga Cemara", sinetron yang dulu sangat kita suka itu.

Aku bersyukur ...

dengan segala kelebihan dan kekurangan kalian sebagai manusia

kalian sudah mengajarkan aku nilai-nilai hidup dasar

ndak gampang iri

ndak gampang dengki

menghargai kesungguhan

menghargai kerja keras

ndak gampang merendahkan orang lain

berusaha ndak menghakimi

menghargai detil-detil kecil hidup

Bapak ... Mamah ...

Untuk semua ini, aku bersyukur sebenar.



note: gambar dipinjam dari www.gettyimages.com

Tuesday, January 19, 2010

Duel persetubuhan (Teh dan Kopi)


Saat gelap di usir terang, Teh berdiri telanjang.

Wahai lelakiku,

atas nama embun setengah membeku yang diperkosa matahari saat Ia mulai terbangun perlahan,

Aku memujamu.

Kita berkendara, engkau kereta emas, dan aku saisnya.

Tenang

Pelan

Hanyut

Tenang

Pelan

Hanyut

Berkali-kali

lagi

lagi

Tinggalkan kelaminmu

dan biarkan aku menjilati jiwamu

lima kali kecepatan suara, nyawamu aku bawa pergi

masuki aku pelan

sampai aku meleleh

sampai aku mengutuk

karena, engkau tak ada sebentar lagi

seperti gelap diusir terang.

...................................................................................

Kopi setia menunggu matahari kecemplung kolam

dan engkau datang.

Wahai lelakiku,

atas nama birahi dan segala keliaran binatang,

Kopi memujamu.

nafsu

nafsu

nafsu

Aku beri hentakan seperti denyut lahar yang tak betah ada di dalam.

kasar

mencengangkan

aku jamin, engkau akan berdansa dengan keliaran semesta

tinggalkan kepalamu di rumah

biarkan ujung penismu berkuasa

saat engkau nikmati damai dalam liar

siapa yang butuh tenang?

setan! engkau direnggut

saat terang datang


note:
gambar dipinjam dari www.gettyimages.com

Saturday, January 16, 2010

Duel lanjut terus ! ...



Sambil melihat matahari terpeleset dari orbitnya,
Teh dan Kopi bertemu kembali.

Kopi,
aku sekarang tak akan iri lagi padamu.
Aku akan membiarkan dirimu memilikinya pagi hari.
Cinta yang membakar seperti dirimu, aku tak akan pernah punya.

Teh,
Aku tak akan iri lagi padamu.
Aku akan membiarkan dirimu memilikinya saat matahari kelelahan.
Cinta yang meneduhkan seperti dirimu, aku tak akan pernah punya.

Kopi,
pernah kah terpikir bahwa lelaki yang kita cinta ternyata tak membuat hidup kita penuh.

Teh,
berkali-kali aku merasa begitu. Tapi, aku tak mau beranjak jauh.

Kopi,
ini harus diakhiri. Mari kita buat Ia memilih salah satu dari kita.
Teduh dariku atau bara panas dari mu.

Teh,
Baiklah, dengan konsekuensi aku dibiarkan mendingin dan kehilangan makna pada pagi hari. Aku setuju.

Salah satu dari kita, harus mati.

Tuesday, January 12, 2010

Mangkal di pinggir jalan dulu ...



Kawanku pernah bilang,

"Hidup itu ibarat naek bajaj, belok kiri belok kanan, cuma Tuhan dan ... tukang bajaj-nya yang tahu"

Aku bilang,

"Tapi kita boleh teriak-teriak suruh belok kiri kanan dong? lha wong yang tau tujuan akhirnya kan kita... bukan tukang bajajnya?"

Kawanku bilang begini juga,

"Hidup itu ibarat bajaj juga, mau mentok kiri mentok kanan, bajaj tetep dengan ajaibnya bisa belok"

Sayangnya hidup nggak sesederhana itu ya....

Tahun lalu, saya mengawalinya dengan berjalan bersama-sama dengan beberapa karib.

Kami punya dan berbagi mimpi yang sama

Dalam perjalanan, yang satu belok kanan ...

Yang satu belok kiri ...

Aku? memutuskan untuk berhenti di pinggir

Si Mamah pernah bilang,

"Sebenarnya, dalam hidup, nggak ada yang namanya pilihan terbaik ... Asal kamu yakin dan percaya ... semua akan baik-baik saja"

Sekarang, aku lagi berhenti di tengah jalan...

lurus, kiri, kanan atau justru jalan mundur

aku belum tahu

keyakinan untuk memilih dan menjalani

sementara ini aku belum punya

lurus, kiri, kanan atau justru jalan mundur

aku belum tahu

Friday, January 08, 2010

Pemantik Api



Malam ini, tiba-tiba aku kangen sama Eyang Kakung Marto Utomo.

Ayah dari si Mamah.

Pemicunya sederhana.

Aku lihat pemantik api di mejaku.

Dulu, setiap libur sekolah, Aku selalu di kirim liburan ke Yogya.

Senang bukan kepalang.

Waktunya untuk badung sepuas-puasnya.

Buatku, Eyang Kakung Marto adalah salah satu orang yang sungguh berjasa.

Ia adalah salah satu orang yang berjasa menempa kepekaan rasa untuk melihat hal sederhana menjadi luar biasa.

Dulu Eyang punya pemantik api yang luar biasa bagusnya.

Setiap aku libur sekolah. Setiap aku dikirim ke Yogya.

Tak bosan rasanya meminta untuk bisa memiliki pemantik api miliknya yang luar biasa bagusnya itu.

"Pemantik api ini buatku ya Eyang! boleh ya? ya ya ya !?"

Tiga kali kenaikan kelas .... Tiga kali liburan ... tiga kali ditolak.

"Lha ... piye, kalo pemantik api ini buatmu ... Eyang terus mbakar rokoknya pake apa?"

Tiga kali kenaikan kelas ... tiga kali liburan ... tiga kali jawaban yang sama.

Sampai akhirnya,

"Pemantik ini boleh buatmu ... tapi kamu harus bayar sama Eyang!"

"Kenapa nggak jadi hadiah ulang tahunku aja sih Eyang?"

"Berani bayar sama Eyang?"

"Berapa ?"

"Alat tukarnya bukan uang!"

"Lalu apa ?"

"Setiap hari, kamu harus bercerita sama Eyang ... kamu harus mendongeng! buatkan Eyang dongeng!"

Permintaan yang aneh.

Ritual dimulai.

Setiap pagi setelah sarapan, Eyang Marto pegang satu benda.

"Hari ini barang yang Eyang pegang, adalah senter! buatkan aku dongeng tentang senter! malam sebelum kamu tidur, kamu harus baca dongengmu di depan Eyang!"

Sambil bermain di luar, otakku bekerja merangkai kata menjadi cerita tentang senter.

"Hari ini barang yang Eyang pegang, adalah sebatang pensil! buatkan aku dongeng tentang sebatang pensil! malam sebelum kamu tidur, kamu harus baca dongengmu di depan Eyang!"

Sambil bermain di luar, otakku bekerja merangkai kata menjadi cerita tentang sebatang pensil.

"Hari ini uang koin 25 perak!"

"Hari ini kunci gembok!"

"Hari ini sendok nasi!"

"Hari ini sandal jepit!"

Pokoknya, barang apa saja yang terlihat matanya pertama kali, itu yang jadi pekerjaan rumahku untuk membuat dongeng.

Demikian setiap hari.

Sampai liburanku selesai.

Sampai aku harus dikirim pulang kembali ke rumah.

Pemantik api akhirnya jadi milikku.

Tapi sebenarnya, Eyang Kakung memberi lebih dari itu.

Thursday, January 07, 2010

Cuma karena lumpur ....


Dari jendela kantor, aku lihat hujan datang.

Tadinya pelan-pelan

Mengendap-endap

Kemudian deras.

Orang suka menikmati matahari turun pelan-pelan.

Orang suka menikmati matahari naik pelan-pelan.

Aku, tidak pernah suka dua hal itu.

Dua hal yang aku suka.

Aku suka saat menjelang hujan turun.

Seperti menunggu dan menebak kapan air mata jatuh ketika seseorang sedang berkaca-kaca.

Menebak, di detik keberapa air mata kalah melawan gravitasi.

Aku suka saat kabut pelan-pelan lari dari atas

Menebak, di detik keberapa ujung hidung dicubit dingin.

Dari jendela, aku lihat hujan.

Dulu, betapa pun sedihnya aku.

Ketika mendung muncul, Aku seperti menunggu hadiah.

Jantungnya deg-degan parah.

Sampai kemudian air hujan datang bersenggama dengan tanah.

Dan aku membayangkan tanah lapang di belakang rumah.

Membayangkan hasil senggama tanah dan air hujan

Berupa lapangan becek dan mereka menunggu aku menjejakkan kaki kecil disana.

Sensasi cipratan lumpur di kaki ku sungguh menyenangkan.

Sungguh indah, bagaimana aku bisa demikian bahagia karena hal yang sedemikian remeh.

Aku, si kecil yang bahagia cuma karena lumpur.

Dari jendela, aku melihat ke luar.

Dan melihat air hujan berarak.

Aku berjanji,

Aku mau selamanya bisa tetap dibuat bahagia dengan hal-hal kecil.

Seperti aku dulu,

Bahagia cuma karena air hujan... tanah ... lumpur.

Wednesday, January 06, 2010

Dipijet ... Kepijet



Bambang namanya.


Pertemuan dengannya berawal dari selebaran yang tertempel di tiang listrik sebelah kost.

Pijat panggil rumah 24 jam.

10 malam, tak bisa tidur karena terlalu lelah dan putus asa mencari bantuan supaya bisa tidur nyenyak.

Roti bakar satu tumpuk tak membantu.

Susu coklat hangat tak berdaya.

Tukang pijat langganan di mal ambassador sudah tidur nyenyak dan baru buka besok pastinya.

Nomor telepon di selebaran yang tertempel di tiang listrik itu pun aku hubungi.

Bambang datang.

Pijatannya mantap.

Sopan.

Pertemuan pertama, ternyata bukan hanya pijatannya yang mantap.

Pembicaraan sembari dia memijat ku yang bikin hati hangat.

"Mbang, capek kok malah ndak bisa tidur piye ya Mbang ? ... bingung aku!"

"Biasa tuh mas ... otot-ototnya kaku Mas ... sambil dipijet sambil ngobrol aja Mas sama Saya"

"Wah, kalo di spa atau di panti pijat kita di usir nih Mbang kalo ngobrol begini... bisa ditimpuk tempat tidur sama sebelahku"

Dan kami bicara ....

Bambang bilang, "Lha wong ulet bulu aja bisa hidup dan dikasih makan ... ndak mungkin Gusti Allah ndak merhatiin kita mas ..."

Bambang bilang, "Tangan saya ini alat buat berbuat baik ... coba, berapa orang yang sukses tidur nyenyak tidur malamnya gara-gara saya ... tiap orang punya alatnya sendiri-sendiri untuk berbuat baik"

Bambang bilang, "Harus BERSYUKUR dan BANGGA Mas..... BERSYUKUR dan BANGGA"

Bambang bilang, "Kalo saya iri ... lama-lama bisa bunuh diri Mas ..."

Karena tengkurep, jadi cuma bisa mendengar suara si Bambang

Tapi pasti selama pembicaraan Aku bisa mbayangkan kalau air mukanya penuh senyum.

Sesi pijat selesai.

Bambang sudah pulang.

Lewat Bambang, Aku diingatkan.

Monday, January 04, 2010

Ada yang menangis ...


Di sebuah meja pojok kedai kopi


Teh celup menangis

Sepoci air panas bosan padanya

Sepoci air panas tak ingin bergabung dengan sang Teh celup

Padahal, tanpa sepoci air panas

sang teh celup tak berarti apa-apa

teh celup bermakna ketika Ia berkawin dengan air panas di dalam poci itu

Sang poci lebih rela membiarkan air panas di dalamnya mendingin

teh celup bersedih

teh celup akhirnya mati pelan-pelan dimakan waktu.

Saturday, January 02, 2010

Pssst ... Jangan diganggu .. Lagi mojok !

Berlari kecil, Aku menuju kedai kopi tempat kita temu janji hari ini.

Tidak pernah bisa dipahami, dari mana Ia tahu bahwa kedai k
opi tempat kita temu janji hari ini adalah sarang nyamanku mencuri sunyi.

Sarang nyamanku tempat dimana aku melakukan mekanisme sama seperti sapi yang mengeluarkan kembali rumput yang ditelannya dari l
ambung ke mulutnya dan mengunyah pelan-pelan agar sari gizi rumput tercerna sempurna.

Aku berlari kecil menghindari rinai hujan yang halusnya seperti benang putus-putus kecil-kecil.

Sudah sampai.


Aku melihatmu.

"Hi, aduh maaf .. aku sedikit telat dari janji semula... kamu tidak akan pernah menduga jalanan di Jak
arta. Kurasa kamu tahu itu ya ..."

Cuma dibalas senyum.


"Kamu 2010 kan? aku sudah tahu namamu ... betapa senang, akhirnya kita bertemu"

Dibalasnya lagi dengan senyum.


Aku meminum teh bunga pelan-pelan sembari mengatur napas satu-satu.

"Baiklah 2010... aku mau bercerita padamu. Sebelumnya, lihatlah foto lama yang kubawa... yang ini !"



"Dan yang satu ini ..."



"Foto-foto ini terambil hampir 13 tahun lalu"

"Lelaki kurus dengan banyak mimpi"

"lelaki kurus datang ke Jakarta dengan hati mantap bahwa semua hal bisa dilalui ... semua bisa dilakukan ... dan lelaki ini, mau semuanya yang dunia bisa beri untuknya"

"Dan ketika aku mulai bertemu 2009 sampai akhirnya memutuskan untuk berpisah dengannya, pada saat-saat terendah dalam hidup di tahun itu, aku ndak pernah bosan melihat lagi ... dan lagi .. dan lagi ... foto-foto itu"

"2010, kamu tahu, pelajaran paling bermakna apa yang kudapat ketika bersama 2009 dan foto-foto ini? ... Ya, 2009 membawaku pemaknaan lebih dalam tentang harapan, doa dan mimpi"

"Dengan 1996 aku mengalami titik balik paling berkesan dalam perjalanan hidup. 1996 meneguhkan perasaan bahwa aku ternyata terbuat dari materi tahan banting. Bahwa, sebelumnya aku sering memandang rendah potensiku untuk mendapat hal-hal besar. 1996, membuatku menghargai diri sendiri"

"oleh 1996 ... dibawanya aku yang baru mencicip kejutan-kejutan kecil Sang Hidup sudah siapkan buatku. Bahkan, kejutan paling sedih pun selalu meninggalkan rasa manis di ujung hati. seperti madu yang meninggalkan rasa manis berkepanjangan di ujung lidah"

"13 tahun ... sekarang, aku sudah menggendut, mulai memakai krim anti penuaan dini supaya tetap terlihat muda kinyis-kinyis, mulai memilih-milih makanan yang lebih sehat walaupun dengan sadar aku membiarkan diri menikmati makanan enak tapi berbahaya karena meninggalkan buah tangan berupa lemak disana-sini, dan belum bisa lepas dari merokok"

"Tapi, di dalamnya, aku tetap lelaki yang sama ...... lelaki yang punya banyak mimpi. Mimpi untuk dirinya sendiri dan buat orang-orang yang dianggap lingkaran paling dalam dalam hidupnya"

"Kalau aku lihat lagi, senyumku tetap menyimpan rasa yang sama dengan senyum yang ada di foto 13 tahun yang lalu"

"Kalau aku lihat lagi, aku tetap lelaki yang diantara ke-drama-annya tetap selalu memandang dunia dan manusia di dalamnya dengan sikap positif, tak berprasangka buruk. Aku melangkah dengan ke-naif-an anak kecil yang selalu berpikir bahwa masalah hari ini selesai babaknya saat Ia beranjak tidur dan terbangun pagi esoknya"

"Aku cinta dengan lelaki yang ada di dalamku"

"2009 memberiku hadiah penting"

"2009 aku bertemu dengan Boo Boo. Kami bercinta seperti remaja. Di ujungnya, kami bertumbuh ... berevolusi... Cinta seperti remaja berhenti"

"2009 dan Boo Boo mengajarkan pemahaman baru tentang cinta yang rasanya aku siap menguji cobanya pada bab baru dalam hidup"

"2009 bilang aku harus berterima kasih pada Boo Boo untuk pelajaran baru ini. Drama sudah dilewati, tangis sudah berhenti. Dan Boo Boo, ya aku berterima kasih padamu"

"2009 bilang aku harus berterima kasih untuk segala detil-detil kecil dalam hidup yang bisa membuat kita bahagia. Bahagia itu sederhana. Begitu 2009 bilang padaku"

"1996 seperti ketapel yang melesatkan aku meraih banyak mimpi"

"2009 seperti cermin yang membuatku mengerti esensi"

"Wahai 2010, demikian ceritanya ... sekarang, apa yang kau bawa untukku?"