Wednesday, November 05, 2014

Komunikasi yang Mengena

Simon Sinek bilang bahwa komunikasi yang mengena selalu dimulai dengan yang strategy inside-out. Maksudnya? semua dimulai dari ‘Why’, ‘How’, dan ‘What'

Contohnya yang dilakukan oleh Apple
Why: Everything we do we believe in challenging in status quo. We believe in thinking differently.
How: The way we challenge our status quo is making our product is beautifully designed, simple to use and user friendly.
What: Hi, we just happen to make a great computer. Want to buy one? 

Dan pesaingnya selalu memulai dari lingkar terluar, yaitu ‘what’.

Thursday, September 11, 2014

Shaken not stirred, please.

Dari kecil bahkan sampai sekarang, saya selalu dibuat kagum dengan tukang gulali. Dari lelehan gula cair lengket panas, jemarinya menari, memilin, mencampur adonan panas warna warni, dan keajaiban ditunjukkan. Saya menikmati legitnya gulali –yang rasanya, yaaah sebegitu saja- dengan bentuk sikat gigi, burung perkutut, kapal terbang, atau bunga. Terhibur mata dan lidah. Saya dihibur dengan RASA.

Sebelum menikmati teppanyaki di restoran favorit, saya disuguhi pertunjukkan visual yang semakin membuat terbit rasa lapar. Wajan datar, daging, sayur, dan tangan trampil sang koki menari di depan saya. Hati senang, lapar datang kemudian pergi. Saya di hibur dengan RASA.

Dan sekarang, bartender.

Imajinya mudah ditampilkan. Tapi mengupas sisik meliknya kok ya ternyata nggak gampang.
Mungkin, saya seperti siapapun yang pergi ke tempat-tempat di mana bartender ada dan di perlukan, memperhatikan mereka ini selintas. Kemudian asyik hahaha hihihi sana sini dengan karib. Saya tidak terlalu peduli kalau minuman yang disajikan rasanya seperti obat batuk cair. Apa peduli saya, toh minuman ini cuma sebagai pelicin sosialiasi. Bartender ada karena, well, siapa lagi yang tugasnya menyajikan minuman untuk kita? Sudah. Berhenti sampai di situ saja.

Bartender yang mumpuni punya karakter, pengetahuan, akurasi racikan, kecepatan, layanan dan kreatifitas.

Anggaplah sang bartender adalah petarung, meja panjang bar ladang pertempuran. Padanya, Ia harus melengkapi diri dengan skill meramu paduan mana yang cocok dengan apa. Bagaimana Ia harus paham sepenuhnya dulu tentang karakter setiap “distilled beverage” seperti gin, vodka, whiskey, tequila atau rum sebelum dikawinkan dengan bahan lain dan tersaji di hadapan kita menjadi Cosmopolitan yang digilai Carrie Bradshaw di “Sex and the City”, Bloody Aztec dengan paduan vodka dan creme de cacao yang tepat, Appletini yang memberikan sensasi antara perkawinan vodka dan apple liquer yang diikat dengan cointreau, atau betapa mantapnya campuran gin dan lemon juice dalam John Collins.

Paduan setiap minuman harus tepat. Resep boleh sama, tapi “taste” setiap bartender lah yang akhirnya menentukan.

Ia menjadi unsur pendukung utama dalam menciptakan nuansa yang menghibur. Tak sekedar menyajikan akrobat botol dan gelas pencampur, kreatifitas penyajian bermain pula. Mampu menciptakan pembicaraan yang menyenangkan saat tamu datang sendirian, membuat yang datang merasa mereka ada di tempat yang tepat, ‘feels connected’, dan di ujungnya memutuskan untuk datang kembali.

Inilah esensi bartender sesungguhnya. Esensi yang secara sederhana analoginya seperti saya terkagum-kagum dengan koki teppanyaki dan tukang gulali.

Saat bertemu dengan bartender seperti ini. Saya jamin, menjadi mabuk, jauh dari pikiran. Sensasi untuk menikmati seni,rasa, selera, teknik penyajian kelas inggil dalam segelas cocktails serta mungkin –kalau beruntung- pembicaraan yang menyenangkan, menjadi agenda utama.

Sungguh sayang, dengan begitu banyak tempat hiburan dengan bar minuman di dalamnya, dengan perkembangan industri ‘horeca’ (Hotel, restaurant and cafe) yang sedemikian pesat. Bartender dengan kriteria seperti itu jarang ditemui. Jangan salahkan, kalau kemudian bartender kemudian dilihat sambil lalu. Yang penting, ada yang menyajikan minuman. Sudah, itu saja.

Kompetensi harus dibangun, baru apreasiasi akan muncul.


Jadi, iyakan saja pepatah lama “tak kenal maka tak sayang”. Kenali dulu, dan kemudian Anda bisa yakin berkata, “Shaken, not stirred please!”

Sunday, August 24, 2014

Kecewa

Seringkali yang bikin kita kecewa itu bukan orang lain. Tapi diri kita sendiri dengan segala ekspektasi yang kita buat.

Sent from my Sony Xperia™ smartphone

Friday, August 22, 2014

Inspirasi Hidup

Inspirasi hidup memang bisa datang kapan saja. Dari siapa saja.

Ini office boy kantor karibku, Arifaldi Dasril.

Di saat yang lain mungkin selepas kerja segera bersenang-senang, Ia memilih belajar Adobe Photoshop menemani mereka yang sedang lembur. Tutorial di youtube, tentunya.

"Emang ngerti bahasa inggrisnya?"

"Enggak, tapi ikutin aja lah... Klik klik... Nanti juga ngerti maksudnya mas. Nanti kalau tabungan sudah cukup, mau les bahasa inggris"

Tahu cerita macam begini tuh pencerahan betul.

Semoga Ia rejekinya ditambahkan.

Semoga tabungannya segera dicukupkan buat les bahasa inggris.

Aku jadi ingat Badrun, office boy kantor lama. Setiap hari selalu tersenyum nir mengeluh.

Orang kaya kan katanya orang yang selalu pandai bersyukur dan selalu merasa cukup.

Badrun tuh ya begitu itu.

Hingga sebelum aku resign, Ia diangkat jadi staf administrasi.

Aku berdoa buat si dul ini.

Thursday, August 07, 2014

Katanya Setia. Katanya Cinta

Cinta itu kan kayak kehidupan.
Ada dinamikanya. Dalam dinamika, mungkin ada yang berubah. Cara memandang hidup, skala prioritas, visi, bisa jadi satu dan pihak lain mulai berbeda.
Kalau sudah begitu, kadar setia diukur dari mana? Keinginan yang satu menunggu yang lain untuk menyamakan irama dinamikanya atau diukur dari sejauh mana kita bisa jujur sama diri sendiri bahwa mungkin yang satu harus melepas yang lain supaya bisa berlari dengan dinamikanya sendiri dan menjadi pribadi yang seutuhnya?

I wonder ...

-elus2 jenggot.

Thursday, April 03, 2014

Think different

Baca copy ad apple 'think different'. Keren!

 

Begini ditulis:

They invent. They imagine. They heal. They explore. They create. They inspire. They push the human race forward.

 

Maybe they have to be crazy. How else can you stare at an empty canvas and see a work of art? Or sit in a silence and hear a song that is never been written? Or gaze at a red planet and see a laboratory on wheels?

 

We make tools for these kinds of people. While some see them as the crazy ones, wee see genius.

 

Because the people who are crazy enough to think they can change the world, are the ones who do.

 

 

Monday, January 13, 2014

Jiro Dreams of Sushi

 

Jiro Dreams of Sushi

 

Kesindir.

 

Karena kerjaan yang ada hubungannya dengan masak-masak, akhirnya beberapa hari kemarin sempat ngobrol sama juru masak hebat, Adith. 

 

Dia rekomendasiin film ini buat ditonton. 

 

Jiro. Dianggap sebagai asset bangsa. 20 buah sushi buatannya seperti alunan orkestra saat disajikan berurutan. 

 

Restorannya kecil di ujung stasiun kereta tapi dianggap sebagai restoran sushi termahal yang pernah ada. 

 

Seperti kita menghargai batik sebagai hasil budaya inggil, demikian juga Jiro terhadap sushi.

 

Dibutuhkan 10 tahun magang di restorannya utk bisa memiliki keahlian membuat sushi kelas wahid. Latihannya dimulai dari menyajikan handuk cuci tangan dengan hangat yang tepat, memotong ikan, hingga naik kelas membuat tamagoyaki atau sushi telur dadar. Salah satu anak magangnya baru sukses membuat tamagoyaki setelah 300 kali percobaan.

 

Kemarin kan males banget mau kerja. Bikin proposal aja nggak kepengen padahal hari presentasinya udah mepet. 

 

Di awal film ini, Jiro bilang:

 

"Once you decide on your occupation, you must immerse yourself in your work. You have to fall in love with your work. Never complain about your job. You must dedicate your life to mastering your skill. That is the secret of success, and that is the key to being regarded hoborably"

 

Ok, semangat!

 

Thank you adith utk referensinya filmnya. Bagus!

 

 

Sent from my LG Mobile

 

Wednesday, January 08, 2014

Stop Dreaming Start Living


Aku menyebutnya "Ally McBeal" momen.

Itu lho, momen dimana pada satu peristiwa, alih-alih  memperhatikan apa yg terjadi di depanmu, pikiranmu justru memainkan skenario sebaliknya karena alam bawah sadarmu berteriak mengatakan, "inilah yang seharusnya terjadi"

"Agus kenapa bengong?"

"Hhhhh, kenapa? Oh iya, sampai dimana tadi?"

Kemudian kita kembali ke kenyataan yang sesungguhnya tak pernah kita pilih untuk dijalani tapi mau nggak mau, ya harus mau ;)

Aku sering mengalami itu. Walter Mitty ternyata juga.

Satu kali dalam hidup, Aku yakin kita pernah punya gambaran sempurna akan kemana hidup ini dituju. Gambaran yang dibuat dengan sepenuh hati berdasarkan semua hal yang kita suka untuk dijalani dalam hidup. 

Aku juga. Walter Mitty juga. 

Kemudian pelan-pelan, perjalanan hidup membuat kita jadi sinis. 

Lupakan mimpi. Karena realita siap mengigitmu setiap saat. 

Kenyataan hidup seperti anjing liar yang kalau kamu lengah, gigitan sakit luar biasa. 

Walter Mitty, melepaskan pelan-pelan mimpinya saat Ayahnya pergi ke surga. 

Walter Mitty memilih duduk di ujung gudang negative film, menua, bahkan takut untuk memulai jatuh cinta lagi. 

Pada konteks ini aku merasakan apa yang dirasakan Walter Mitty. Mungkin kamu juga. 

Tapi Walter Mitty beruntung. 

Kejutan hidup untuk Walter Mitty diberikan lewat perantara bernama Sean O Connel. 



Hidupnya dijungkir balik. 

Abu-abu jadi berwarna. 

Dari duduk di ujung gudang sampai pergi ke Greenland, berkelahi dengan ikan hiu, mengarungi samudra artik, naik sepeda di Islandia, sampai bertemu dengan snow leopard di ujung dunia, bahkan mendapatkan wanita impiannya. 

Hidup memang penuh kejutan. Dan, ada pada satu momen di film ini dimana  Aku sungguh berharap Sean O Connelku segera datang. 

Perantara yang kemudian menjungkir balikan hidup dan mengubahnya jadi sebuah kejutan manis. 

Momen yang mendorong kita untuk berteriak lantang "Stop dreaming start living!"

Momen yang membuat kita memaknai kutipan yang beberapa kali muncul di film ini: 

"To see things thousands of miles away, things hidden behind walls and within rooms, things dangerous to come to, that is the purpose of life" 

Have you found your Sean O Connel? :)