Wednesday, December 26, 2012

Amira dan Raka




Lembaran surat ini lama kupandangi. Bertahun-tahun, kertas yang ujungnya telah sedikit menguning ada di dalam kotak. Kotak kayu berukir, pemberianmu puluhan tahun lalu saat kita mengucapkan kata yang tak pernah kita inginkan. Kata perpisahan.
Sebenarnya aneh sekali menamakan  lembaran kertas ini, surat. Karena hanya dua kata tertulis di atasnya. 
Hi Amira. 
Itu saja.
Kemudian, lama tak pernah aku berhasil menguatkan hati untuk melanjutkan menulis kata di atasnya, tertuju untukmu.
Pada saat kali pertama kuniatkan menulis surat ini untukmu, aku bingung.
Aku bingung untuk menemukan kata yang mewakili segala rasa untukmu. Setiap kali kata muncul di kepala, sekejap kemudian secara sadar dihilangkan niatnya untuk tertulis.
Rasa di hati dan kepalaku menolak untuk diwakili. Terlalu kecil wadah dari isi. Nampaknya.
Tapi sepertinya inilah saat yang tepat untuk melanjutkan yang lama tertunda. 
Menulis surat untukmu.
…………..
Hi Amira.
Surat ini kutulis sambil membayangkan dua anak kecil yang berlari sekencang mungkin dari sekolah sampai ujung sungai sambi yang membelah belakang kampung kita tinggal.
Aku akan selalu ingat bagaimana kita berteriak macam hilang akal. Aku lupa kita berteriak untuk apa waktu itu. Mungkin berteriak tanpa alasan. Semata karena nampaknya itulah cara kita menularkan rasa suka pada semesta.
Betapa aku senang mendengar engkau berteriak-teriak di belakangku.
Semangatmu seperti kuman.
Menular terbang cepat di udara.
Kemudian kita melompat terjun dari batang pohon kelapa yang miring menjorok ke tengah sungai. 
Dan kita pulang dengan hati senang.
Kuikuti langkahmu dari belakang. Kamu seperti lelaki yang dihukum memakai rok pergi ke sekolah. 
“Raka, besok aku malas sekolah. Aku sebal sama Bu Sri. Kita bolos yuk!”
“Aku suka Bu Sri”
“Pokoknya kita bolos! Dan kamu harus turut kataku!”
Hahahaha. Betapa aku sebal. Tapi aku selalu memujamu. 
Dan, kita menghabiskan waktu pergi ke pasar Anyar. Berkeliaran macam anak buangan. 
“Amira, kita ngapain sih ke pasar?”
“Liat-liat aja. Kenapa sih kamu banyak nanya? Udah kamu diam aja. Ikut aja”
Dan aku menemani berkeliling pasar. 
Tukang gulali di sebelah kedai soto kuah kuning. Tukang jual perahu seng yang bergerak saat terkena panas kapas yang terbakar minyak kelapa dan mengeluarkan bunyi yang keras bukan kepalang. Serta tukang jual ikan koki dibungkus plastik gembung kecil.
Capek. Tapi tak mengeluh. Kamu  sahabat paling menyenangkan.
Kamu seperti George. Perempuan tomboy karakter favorit kita dalam buku Lima Sekawan.
Berdua, kita sepertinya anak yang paling hebat di dunia. 
Paling badung.
Paling bahagia.
Atau jangan-jangan kita adalah dua anak kecil yang paling gampang dibuat senang? 
Pengalaman kita menurutku kelas dunia! 
Terhanyut berpegangan di gedebok pisang saat sungai meluap airnya.
Diseruduk kerbau karena iseng membuatnya bersin dengan alang-alang kering. 
Dikeroyok lebah karena tak sengaja membuat rumah mereka jatuh dari pohon.
Nyawa kita hanya berjarak serambut dari maut.
Kita keren banget lah!
“Jadi, kita temenan sampai tua ya!
“Iya, Amira…” 
Dan jalan hidup sepertinya bersekutu dengan kita. 
SD bersama.
SMP bersama.
SMA bersama. 
Kamu masih ingat, betapa kamu yang paling bersemangat saat surat cinta pertamaku dibalas Alika jaman kita SMP? 
Betapa kamu yang paling berisik sementara aku dan Alika diam tak mengerti harus memulai saat kencan cinta monyet pertamaku. Dan kamu mendesak mau ikut. 
“Kalah sama kuburan suasana kencanmu kalo aku nggak ikut!” 
“Iya deh kamu ikut!” 
Kencan yang aneh. 
Kamu masih ingat, tangisan pertamamu karena putus cinta gara-gara si Ali? 
Aku masih heran darimana nggantengnya tuh orang. Jelek, kurus, item, bau. Ini bukan karena aku cemburu ya. Murni pengamatan obyektif. 
Aku ada di momen-momen terbaikmu. 
Kamu ada di momen-momen terberatku. 
Aku menggenggam tanganmu di momen-momen kamu butuh dikuatkan. 
Kamu jadi yang pertama kali ikut tersenyum di momen-momen terbaikku. 
Begitu seterusnya. 
Sampai kita kuliah. 
Sampai kita diterima di tempat kerja yang sama. Tapi beda departemen. 
Sampai saat kamu jatuh cinta dengan Ryan. 
Kamu demikian cantik dengan Ryan ada di sampingmu. 
Ia berhasil membuatmu terlihat sempurna. 
Di mataku. 
Kotak ini kauberi saat ulang tahunku ke dua puluh tujuh. 
“Nih, lo kan doyan tuh nyimpen-nyimpen sampah segala macem. Tiket nonton lah. Bon restoran lah. bahkan kotak korek api hotel. Ngerti banget kan gue?” 
Yang tak pernah kamu tau, Aku menyimpan tiket nonton yang kubeli dengan gaji pertamaku untukmu. 
Aku menyimpan bon restoran kali pertama kita jalan-jalan ke Madrid seperti mimpi kecil kita dulu. 
Aku menyimpan kotak korek api hotel kecil di Nepal tempat kita merayakan persahabatan puluhan tahun. 
Aku menyimpan rasa kita. 
Sampai pada detil terkecilnya. 
Dan kamu menikah. 
Dan aku menyimpan dalam-dalam bahwa ternyata aku tak mau membagimu untuk yang lain. 
Aku mau menjadikanmu sahabat dalam hidup. 
Aku mau menjadikanmu istri dari anak-anakku. 
Ternyata begini ya rasanya jadi lelaki konyol di film-film yang sering kita cela-cela itu. 
Lelaki yang sadar terlambat. 
Ternyata, jadi lelaki konyol itu menyesakkan. 
Aku seperti menulis buku tentang hidupku sendiri dan kuasa untuk menentukan akhir cerita yang kumau, direnggut. 
Ha ha … tulisan surat ini sebenarnya hanyalah sebuah pengakuan lelaki tertolol di dunia. 
Umur dua puluh tujuh tahun kamu beri kotak ini. 
Dua puluh tahun setelahnya surat ini panjang lebar ditulis. 
Amira, engkau akan mengingatku sebagai sahabat sejati. 
Aku akan mengingatmu lebih dari itu. 
Engkau mungkin tak akan pernah membaca surat ini. 
Tapi seperti aku yakin saat semesta bersekutu membuat kita selalu bersama. 
Semoga rasa ini bisa tersampaikan dengan paripurna. 
Sampai bertemu kembali. Amira. 
Tertanda
-Raka- 
……………………………………………………….
Nisan berpualam putih menghadap lembah dieng. 
Kotak berukir di atasnya. 

Monday, December 17, 2012

Pelajaran Tentang Cinta ...


Pelajaran cinta #1
"Aku nggak ngerti jalan pikiran Mama..."

"Sekarang kau tak akan paham. Nanti kau akan mengerti"

Perempuan. Ia menakutkan dalam keagungannya.


Pelajaran cinta #2
"Benci nggak kamu sama Bapak?"

"Enggak"

"Kenapa? Bapak kan banyak salah sama kamu..."

"Karena ternyata Bapak bukan nabi. Aku ndak perlu takut sama Bapak. Bapak ndak bisa pukul aku lagi. Bapak cuma manusia. Bisa salah, kayak aku. Bisa taku, kayak aku. Jadi aku ndak benci Bapak..... Karena Bapak bukan Nabi"


Pelajaran cinta #3
"Bapak keras ya sama kamu? ..."

"Iya..."

"Tapi Bapak sayang sekali sama kamu..."

"Ndak apa. Ditampar sesekali bikin aku sadar kalau aku masih manusia. Bapak seperti jam weker. Menyebalkan. Tapi bikin aku ndak telat sekolah. I love you Bapak"


Pelajaran cinta #4
"Memberi. Itu saja..."

"Gimana mau memberi kalau tak memiliki, Ma?"

"Memberi. Itu saja ..."

"Mama, aku bukan seperti lagu berjudul Kasih Ibu... Hanya memberi tak harap kembali"

-Setelah hidup 25 tahun di dunia, baru aku paham maknanya


Pelajaran cinta #5 
"Kamu banci ya?..."

"Kalo aku banci, Bapak pukul aku?"

"Enggak. Kamu yang pukul aku. Kencang..."

"Satu sama pak ..."

"Impas..."

"Jadi rela?..."

"Impas..."

-And for that Bapak, I love you


Pelajaran cinta #6 
"Janji nggak jadi tua dan kesepian ya.."

"Janji..."

"Janji nggak bikin Mama sama Bapak kuatir ya ..."

"Janji"

-Mereka memintaku untuk selalu berusaha bahagia. And that's exactly what I am gonna do for the rest of my life ...



Friday, September 07, 2012

Pertanyaan dan Jawaban

Hari ini gue belajar bahwa banyak pertanyaan tentang hidup yang ternyata nggak perlu jauh-jauh dan pusing mencari jawabannya. 

Kita bisa temukan di lingkar pertemanan paling dalam. Dan yang paling penting, kita bisa menemukannya di sebuah tempat bernama: rumah. 

Sent from my iPhone

Monday, July 30, 2012

Diabaikan ...



Setiap kedai kopi ini buka. 

Aku selalu tepat waktu menyambangi. 

Aroma kopi, suara barista meneriakkan pesanan, bunyi desisan mesin uap pembuat buih susu, selalu membuatku tenang dan menerbitkan senyum kali pertama di pagi hari. 

Aku senang di sini. 

Hangat. 

Dari pojok kedai kopi ini, aku bisa leluasa memandangi orang datang dan pergi. 

Melihat air muka mereka yang selalu membawa banyak pesan. 

Lelaki yang temu janji dengan selingkuhannya. 

Perempuan yang curhat masalah kantor dengan sahabatnya. 

Ibu yang menyuapi si kecil dengan kue coklat yang menjadi andalan kedai kopi ini. 

Setiap mencuri dengar pembicaraan di sekitar. 

Setiap mencuri lihat momen-momen di sekitar.

Aku tertular rasa. 

Aku selalu punya keinginan untuk menyapa mereka. 

Mengajak bicara. 

Bicara apa saja. 

Tak ada hal remeh untukku. 

Tapi nampaknya mereka menganggapku sambil lalu. 

Aku cuma pelanggan tetap kedai kopi ini yang selalu duduk di pojoknya. 

Sudahlah kunikmati saja. 

Dan kutunggu sampai mereka menyapa. 

Pada satu saat nanti ….. 

…………………………………….......

"Duduk di pojok itu yuk … kosong tuh!"

"Nggak ah… hawanya nggak enak bikin merinding. Kamu nggak tau kemarin ada satu pelanggan kedai kopi ini mati mendadak sakit jantung di pojok itu?" 

"Ooooh …." 

"Udah ah jangan ngeliat kesitu … serem"


Sunday, May 13, 2012

Selamat Hari Ibu....




Rencananya sih mau menulis tentang Hari Ibu.

Katanya sih hari ini.

Walaupun secara pribadi aku ndak menganggap penting, tapi ya sudahlah.. kadang kita perlu penanda untuk lebih menghargai sebuah momen atau mungkin persona yang seringkali ketulusan dan cintanya suka kita anggap sebagai sebuah keniscayaan alias boso enggrisnya 'taken for granted' … wuih, kalimat panjang ini kok kesannya mbois dan SOK intelek ya hahahaha.. nggak aku banget.

Tadinya juga, tulisan tentang Ibu ini mau kubuat super melankolis dengan pilihan kata puitis yang kalo misalnya aku membacanya kembali, aku bisa menangis haru biru semacam sehabis nonton film drama seri Korea.

Tapi niatan itu batal, gara-gara semalam aku berkumpul dengan Aryan, Daniel, Putra, dan Adit bicara soal 'bullying' …

Maaf sok keminggris ngomong 'bullying'. Karena sejujurnya, aku belum menemukan padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia untuk kata yang satu ini. Kalo ada yang tau? sini mau kok diberi tahu :) .. alaaah apaan sih gus hehehehehe

Aha! ilham tiba!

Aku mau menulis bagaimana Ibuku melindungi kami anak-anaknya dari dampak psikologis perlakuan bernama 'bullying' ini.

Dari kecil, aku ini target potensial.

Kurus, item, kurang gizi, terlihat rapuh.

Dari kecil, aku sering sering dicemooh dan diteriaki, "Agus banci… Agus banci!"

Karena bicara terlalu 'lemah lembut' untuk kanak seusiaku.

Jarang keluar kelas saat istirahat.

Terlalu asyik dengan duniaku sendiri dengan buku yang kubaca.

Waktu itu, banyak teman sekelas yang tak tahu kalau selepas sekolah, aku juga sangat menikmati mandi di kali dan terjun salto dari pohon kelapa yang tumbuh miring di pinggir kali dengan Aan adikku.

Atau main layangan di sawah lepas panen yang mengering kemudian berubah menjadi tanah lapang bersama adikku.

Bahkan naik kerbau di sawah.

Sedemikian seringnya aku dilecehkan dengan panggilan "Agus banci" sampai akhirnya aku ndak pernah mau datang ke acara reunian SD.

Well, pernah sih sekali sempat datang.

Tapi tak menyenangkan.

"Hi Andi … ini Agus .. masih inget?"

"Agus? Agus yang mana ya? Oooooo Agus banci .. woooi apa kabar? hahahah gila udah lama banget ya nggak pernah ketemu!"

Yak, saya cuma bisa senyum.

Aku sekarang ndak peduli orang ngatain aku apa … Agus banci kek! waria kek! Ndak peduli.

Tapi ketika itu diucapkan oleh kawan jaman SD. Rasa sakitnya masih sama seperti saat aku masih SD dulu.

Dulu, aku sering pulang ke rumah selepas sekolah dengan menahan tangis.

Ibuku tempat mengadu.

"Aku kenapa sih dipanggil banci? aku memang begini? aku biasa-biasa aja kok. Tapi kenapa mereka manggil aku banci cuma karena aku ndak sepaham sama mereka?"

Ibuku cuma berkata,"Mereka cuma iri sama kamu!"

"Aku nggak mau mereka iri. Aku ini kan biasa saja!"

"Kamu istimewa. Kamu punya yang tak mereka miliki. Kamu istimewa!"

"Aku istimewanya dimana?"

"Kamu cerdas. Anak-anakku nggak ada yang bodoh! Kamu perencana yang baik, dan Aan pelaksana yang baik dari semua yang engkau rencanakan! Kalian sempurna! Makanya kalian bersaudara!"

"Aku mau mereka berhenti memanggil aku banci!"

"Betul kamu mau begitu? Baiklah, mulai besok, kalau mereka melecehkanmu lagi, LAWAN! JANGAN PULANG HANYA MENANGIS!"

"Berantem maksudnya Ma?"

"Iya, lawan! Kalau mereka menghinamu, bilang baik-baik kalau yang mereka lakukan salah dan itu membuatmu sakit hati. Kalau ucapan tidak bermakna, HANTAM mereka!"

"Tapi badan mereka lebih besar dariku"

"Kamu mungkin akan kalah. Kamu mungkin akan dihajar sama mereka. Tapi pilih: kamu pulang dengan rasa tidak berdaya atau kamu pulang dengan rasa bahwa kamu sudah membela apa yang kamu yakini benar?"

"Satu lagi Gus, isi otakmu jauh lebih bermutu dari mereka. JANGAN BIARKAN MEREKA MENGUNGGULIMU! KAMU HARUS JADI NOMOR SATU DI ATAS MEREKA!"

Dan itu yang aku lakukan.

Hampir setiap hari, aku pulang dengan muka bengep memar. Atau tangan yang lecet. Atau bahkan kombinasi dari keduanya ditambah dengan kancing baju yang lepas akibat berkelahi dengan mereka yang memanggilku banci.

Aku selalu kalah.

Ya iyalah. Lha wong biasanya melawan lebih dari dua hahahahah

Hampir setiap hari aku dipanggil guru BP.

Katanya Agus sudah berubah jadi anak bengal.

Begitu yang dibilang guruku pada Mama.

Mama hanya tersenyum. Tapi tak pernah meminta maaf atas kelakuanku.

Aku juga ndak pernah disuruh meminta maaf.

Pertarungan fisik kuimbangi dengan persaingan di mata pelajaran.

Tak pernah kumaafkan diriku kalau diantara mereka yang selalu melecehkan itu mengungguliku.

No, I am not gonna let them. To-the-HELL-to-the-NO hahahaha

Masa SD kulalui dengan dagu terangkat.

Aku melawan bullying dengan caraku sendiri.

Dengan cara yang diajarkan Mama.

Masa SMP dilalui dengan cara yang sama.

Tapi yang neraka sesungguhnya adalah masa SMA.

Pernah, selepas jam sekolah. Aku dihadang dijalan.

Diseretnya aku ke kamar mandi kecil dibelakang mushala sekolah.

Satu lawan berenam. Bisa apa aku?

Dilucuti celanaku dan celana dalam.

Diikatnya tangan dan kakiku.

Aku hanya memakai baju sekolah.

Dan, kamar mandi kemudian dikunci.

Aku ditemukan penjaga sekolah jam 7 malam.

Dipikirnya kamar mandi belakang mushala berhantu. Dan hantunya sedang marah.

Padahal itu aku menendang-nendang pintu kamar mandi.

Sampai akhirnya sumpal mulut terlepas dan aku bisa berteriak.

Setelah kejadian itu, aku takut berangkat sekolah.

Tapi Mamaku bilang, "Ingat Gus, LAWAN! jangan biarkan mereka menang!"

Dan setiap berangkat ke sekolah, aku seperti agus kecil jaman SD yang berangkat ke sekolah dengan tantangan yang sama setiap hari.

Aku memilih untuk melawan.

Aku memilih untuk mengalahkan ketakutanku sendiri.

Aku dikuatkan oleh Mama.

Dengan segala pola asuhnya yang spartan dan keras dulu.

Mom, i thank you. With all my heart.

Happy mother's day.

I love you. With all my heart.




Sunday, April 08, 2012

Ibuku Harimau .. Hauuuum!


Senin pagi.

Ritual pagi bangun tidur sekarang sudah berubah. Biasanya langsung minum segelas air putih. Sekarang? cek bebi bebi cek linimasa kicauan burung kecil biru :)

Dan salah satu kawan yang kuikuti kicauannya pagi ini adalah @rebornsin

Kicauannya pagi ini:
"Pun begitu dengan orang tua yang ngebandingin anak mereka dengan anak orang lain yang lebih sukses... itu gak etis sama sekali lho"

Aku jadi inget masa kecilku dulu.

Ibuku dulu begitu.

Suka mbanding-mbandingin aku dengan kawan sebaya.

Suka maksa.

Suka meneror.

Galak luar biasa.

Serem.

Hahahahaha ...

Bisa jadi celetukan @rebornsin ini sebenarnya ndak nyambung dengan yang kuceritakan nanti. Tapi, pemicu kenangan itu bisa macam-macam.

Tulisan.

Ucapan.

Apapun.

Bahkan yang tadinya tidak diniatkan untuk memiliki konteks yang berhubungan.

Beberapa waktu lalu, karena tulisan ini:


Akhirnya aku membeli buku karangan Amy Chua judulnya "The Hymn of the Tiger Mom"

Buku ini bercerita bagaimana pola asuh yang spartan sungguh. Jauh dari teori bahwa mendidik anak harus dengan cara yang 'halus', tidak mengkritik, dengan tutur bahasa yang halus, memotivasi, membuat anak harus merasa nyaman dengan dirinya sendiri.

Oh NO... sungguh jauh dari itu.

Dan cara Ibu saya mendidik dulu pun, persis beneur cyiin! hahahahah

Aku jadi ingat beberapa nukilan ucapan Ibuku dulu:

"Aku heran, Iwan kok bisa lebih jago matematika dari kamu... padahal belajarnya sama, bukunya sama, gurunya sama sekolahnya sama, tapi kenapa dia bisa lebih hebat?"

"Karena Iwan lebih jago Ma..."

"Nggak, itu karena kamu terlalu MALAS!"

"Tapi aku belajar tiap hari kok... Iwan memang lebih pintar Ma daripada aku!"

"Nggak... kamu cuma MALAS!"

Duileeee...

Dan, sesi spartan menyiksa dimulai. Setiap malam, Ibuku siap dengan penggaris mika disebelahku yang belajar keras mencongak perkalian, pembagian, pengurangan. Kalau jawaban ndak keluar dari mulutku kurang dari lima detik. Hyuuuk buku-buku jariku sukses ditampar penggaris mika.

Setiap malam aku menangis. Setiap malam tersiksa.

Sampai pada satu titik, setiap jawaban sedemikian otomatis keluar dari mulutku tanpa perlu berpikir panjang. Dan jawaban itu BENAR!

"Tuh, bener kan? kamu cuma MALAS... bukan nggak bisa!"

..................................................

"Kamu kenapa pulang nangis?"

"Mainanku diambil Anjari dan teman-teman badungnya ... aku dikatain banci Ma!"

"Anjari dimana?"

"Masih di lapangan"

"Ayo kita sekarang kesana!"

Yes! Anjari bakal dihajar Ibuku! -joged2

"Itu yang namanya Anjari?"

"Iya Ma ..."

"Nah, sekarang, KAMU SAMPERIN MEREKA, AMBIL MAINAN KAMU, BERANTEM! KAMU NGGAK BOLEH PULANG SEBELUM KAMU LAWAN MEREKA YANG NGATAIN KAMU BANCI! MAMA NUNGGU DISINI!"

Buseeet!

Ya, saya sukses pulang kerumah dengan baju sobek, mulut sobek, mata bengep ditonjok, tangan dan kaki lecet-lecet!

"Lain kali, AWAS KALO PULANG CUMA NANGIS! LAWAN!"

...................................................

"Ini lomba nyanyi pertamaku Ma, aku deg-degan!"

"Kamu bisa! KAMU HARUS MENANG!"

"Tapi..."

"Nggak ada tapi-tapi, kamu harus menang karena kamu memang BISA!"

OK, bukannya ditenangkan malah bikin lebih nervous ajijah nih emak ike cyin.

Dan Ibuku pergi ke Pasar Anyar membeli bahan untuk dibuat jas manggung.

Dijahitnya sendiri semalaman. Dengan payet berbentuk burung garuda. Aku melihatnya dengan tekun.

"Mati aku! kalo sampe nggak menang.... waduh!"

Dan benar saja

"Nih, pake! Mama sudah berusaha keras membuatmu tampil ngganteng... KAMU HARUS MENANG karena Mama tau kamu pantas untuk menang!"

Aku naik panggung dengan badan panas dingin luar biasa.

Dan MENANG!

"Tuh kan, menang... ndak usah senang berlebihan... itu wajar!"

Duileee .. dipuji aja kagak hahahahahah

..........................................

Aku ingat pelajaran kali pertama berenang

Kolam renang Milakancana, Bogor.

Kedalaman 1 m.

Aku, Ibu, dan Bapak berdiri di sisi kolam renang.

Tiba-tiba, Bapak mengangkatku dengan ringan seperti ranting kering dan diceburkannya makhluk kecil item manis ini ke tengah kolam.

Aku megap-megap.

Air kolam terminum.

Aku berteriak tolong.

Mereka diam saja.

Aku mau mati.

Mereka diam saja.

Semua anggota tubuh bergerak.

Aku nggak boleh mati.

Dan, akhirnya mengambang. Hidup. Puji Tuhan :)))

"Mama nggak tolongin kamu, karena Mama tau kamu bakal bisa ngambang kok...."

Iyeeee ... ngambang ... untung bukan ngambang karena metong ya bo'

..............................................

Gong dari ancaman Ibu waktu kecil adalah:

"Sini ... Kamu sama Aan (adikku) ... gini ya, Mama udah susah payah membesarkan kalian... cari uang susah. Jadi, kalau kamu sampe nggak naik kelas... Maaf, kalian kukirim ke PANTI ASUHAN aja ya. Berarti Mama gagal mendidik kalian"

Bergidik nggak sih anak kecil digituin.

................................................

But, come to think of it...

Aku sama adikku ndak pernah ada rasa dendam tuh. Malah bersyukur sekarang. Karena 'kekejaman' Ibuku ini sukses membikin kami anak-anaknya tahan banting.

Hidup di luar sana jauh lebih kejam.

Kami diajar untuk tidak terlalu gampang mengasihani diri sendiri.

Kami belajar tangguh.

Ibuku harimau.

Ibumu?


Senja

Aku selalu suka senja.

Tak ada yang lebih menentramkan hati dan mata saat melihat, bahkan energi yang sedemikian besar seperti matahari pun butuh untuk silam sesaat.

Pernah satu saat, kita duduk bersisian.

Menikmati kopi tubruk berkawin susu.

Dan satu eclair cappuccino.

Sambil menikmati sensasi matahari yang terpeleset pelan-pelan.

Keindahannya bisa ditempeli rasa yang macam-macam.

Kagum

Melankolis

Romantis

Apa saja.

Kembali aku disini menikmati senja tak pernah biasa.

Sayangnya, senyummu sudah tak ada.

Tuesday, April 03, 2012

Mengobati.

Setiap saya mendengar suara si Mamah di telepon bicara,"Sudahlah, hidupmu akan terus jalan. Ceritanya akan terus berubah. Kamu akan baik-baik saja. Percaya apa kataku"

Pil kina kalah mujarab.

Setiap Ia berkata,"Kamu aku didik jadi lelaki. Lelaki itu belajar untuk tidak meragu dengan pilihan yang dibuat. Lelaki itu sejatinya ndak takut melakukan kesalahan. Jatuh, lalu lari lagi. Kalau ndak bisa lari, jalan pun boleh asal jangan berhenti"

Pasak bumi kalah mujarab

Setiap Ia berkata,"Agus maunya apa? Jangan menunggu diberi. Keajaiban itu diciptakan olehmu sendiri. Ayo kejar!"

Jamu pegal linu hilang daya.

Ah, lihatlah. Betapa aku sedemikian mudah dikuatkan olehnya.


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Saturday, March 31, 2012

Sembuh

Tiap orang memiliki mekanismenya sendiri-sendiri untuk menyembuhkan luka.

Saya memilih untuk menulis.



Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Sunday, March 25, 2012

Saat Rasa dan Hati Bicara... (The Baked Goods)

Cita-citaku sedari dulu adalah punya kedai kopi kecil yang nyaman.

Setiap saat membaui aroma biji kopi yang berkawin dengan air panas dari teko meruap di udara sambil menyamik cemilan kue manis.

Setiap saat menyapa setiap yang datang. Mencuri kepingan cerita dari mereka.

Aku mau kedai kopiku nanti jadi kepompong kecil bagi yang datang untuk sejenak mencuri tenang setelah itu lanjut lagi bergerak hidup.

Itulah kenapa hingga saat ini, aku sungguh menyenangi suasana Bakoel Koffie Cikini. Lantai atas.

Di pojok ruang. Menyesap kopi tubruk sambil melihat banyak kepingan cerita sana sini.

Tak mau membandingkan.

Tapi hari ini aku menemukan tempat yang racikannya dibuat dengan hati oleh pemiliknya.



The Baked Goods, nama kedainya.

Kedai kecil di ujung jalan Sabang.

Begitu masuk ke dalamnya, imaji kedai kecil cita-citaku tergambar sempurna.



Setiap makanan di dalamnya punya cerita.

Cerita yang dibuat dengan hati.

"Carrot cake dan Bublanina ini Mbak Jana Parengkuan paling jago mbuatnya mas. Enak deh... mau coba?"

Carrot cakenya juara!

Bublanina, kue khas Ceko dengan isi buah strawberry di dalamnya. Mantap!

Dan bodohnya, dua cake tadi habis masuk perut tanpa sempat di foto hahahahaha.

Baiklah, apa lagi yang bisa dikudap sambil nulis-nulis?

Aaaah, mari kita coba 'Quiche Spinach, mushroom and smoke beef'-nya.

Kebodohan tak terulang kali kedua. Foto dulu! :)

Dulu, ada film kartun berjudul "Yoichi Anak Cita Rasa" .. juru masak cilik yang setiap masakannya bisa membawa kita pada suasana hati tertentu.

Naaaaah! makanan di The Baked Goods ini juga begitu hahahahah

Bayangkan ada makhluk item (tapi manis) duduk di pojokan sendirian sibuk dengan laptopnya dan senyum-senyum sendiri macam orang gila belum minum obat.

Nah, seperti itu.

Pemanjaan lidah dan rasa hati belum selesai.

Apa lagi yang harus dicoba?

Ah saatnya pindah ke luar. Merokok. Ngopi.

Kopi? kata masnya yang njaga:

"Kopi kita arabica mas... Mas Erwin Parengkuan dan Mbak Jana penikmat kopi. Kopi yang paling enak? arabica lah yaaauu!" ... sambil mengacungkan jempol.

Bwahakakakak mas yang njaga ini lho .. ndagel juga ternyata.

Baik, saya pesan kopi hitam dan ...... Fruit cake!


Pilihan tidak salah. Rasa masam dan manis dari kue berisi buah kering berkawin sempurna dengan aroma legit kopi tubruk hitam.

Mantep. Marem. Sedep!

Ini adalah ujung minggu yang sungguh menyenangkan.

Saat rasa dan hati bicara.

Aku mau berkunjung sekali lagi ke sini.

Ikut? ;)

Saturday, March 24, 2012

Lia Waria ...

Lia namanya.

Tertulis di KTP, Budi Istyawardhana.

34 tahun usianya. Seusia denganku.

Karibku dari jaman aku masih bekerja di Semarang.

"Lia, aku pindah ke Jakarta. Semoga kamu bisa nyusul kerja di sana juga ya!"

"Bo' akikah tinta mawar ah cyin (terjemahan: nggak mau ah). Sutra endang sukamti di sindang (terjemahan: aku sudah enak di sini). Salon lagi laris bo... buat tabungan hari tua mak. Semoga sukses ya Gus di Jakarta. Kita harus tetap saling bertukar kabar"

Kami tetap berkarib sampai sekarang.

Lia sekarang pindah ke Medan.

Hidupnya senang.

Salonnya laris manis.

Tangannya memang dingin. Setiap wajah yang disentuh, jadi lebih cantik. Setiap rambut yang disentuh, jadi lebih indah.

Setiap bertukar kabar, kami saling mendoakan.

Kami tak mendoakan agar hidup jadi lebih ramah. Tapi kami mendoakan agar kami jadi pribadi yang lebih tangguh dan lebih ulet.

Tadi pagi Lia menelpon dan kami bicara.

Sepanjang pembicaraan, aku jadi ingat nukilan-nukilan pembicaraan saat kami dulu mulai berteman.

Begini nukilannya:

"Gus,Bayangkan, tubuhmu seperti negara asing & kau terjebak di dalamnya tanpa paspor. What are you gonna do?"

"Gus, gue siap menghadapi dunia. Tapi tidak sebaliknya. Setiap saat gue bisa ditikam oleh hidup"

"Gus, katanya gue produk yg salah. Tapi, gue harus nyalahin siapa? Dibilang sakit jiwa? Lah, emang gue milih?"

"Gus, katanya orang kayak gue pasti masuk neraka. Well, apa intinya menghukum gue eternally besok? Udah, sekarang aja!"

"Jadi banci mengajarkan gue satu hal yang bikin gue kuat. Menertawakan kesedihan!"

"Gus, orang menertawakan, mencaci, boleh! Tapi masa gue juga harus dihilangkan haknya menjalani hidup? Boleh sekalian bunuh gue?"

"Jangan-jangan Tuhan itu sebenarnya ilusi. Jangan-jangan orang yang benci sama gue itulah sebenarnya yang jadi Tuhan! Kenapa gue dihakimi setiap hari? Enak aja menghakimi hidup yang mereka nggak ciptakan! Gue mau lawan! Terus aja mencaci gue, gue buktiin kalo gue lebih kuat dari mereka dan hidupku gue akan baik-baik saja"

"Gus, katanya bilang 'nggak ada pilihan' sesungguhnya adalah pilihan. Lah, kalo opsinya cuma satu? Gimana?"

"Gus, teman terbaik gue sekarang cuma toket palsu. Dan elu hehehe. Thank you"

........................

Tadi pagi, aku dan Lia bertukar kabar dengan hati senang.

Dan kamu, masih punya niat ngganggu banci?

Sunday, March 11, 2012

Rumah baru ..

Jadi ini sih gara-gara sempat temu janji dengan Sari.

Karib lama jaman kuliah.

Dulu kami sering saling bertukar buku berisi puisi kami masing-masing seperjalanan kereta dari UI menuju Bogor.

Ritual ini terhenti selepas kami lulus.

Semenjak itu, aku ndak pernah lagi secara serius menulis puisi.

Aku sejatinya ndak jago berbahasa indah.

Tapi, justru dengan puisi itulah aku berlatih mencari padanan kata atau kalimat singkat yang mampu merangkum makna besar. Tidak hanya sekedar indah untukku sendiri. Tapi orang lain pun harus mampu secara mudah mencerna.

Ini kemudian sungguh berguna untuk pekerjaanku sekarang. Pekerjaan dimana seringkali aku harus merangkum pesan dalam kalimat singkat, padat, dan harus mudah dimengerti.

Terima kasih Sari :)

dan sekarang, aku mengganti buku tulis berisi puisi dulu itu ke dalam bentuk baru.

Kunjungi rumah puisi dan cerita pendekku di sini:

www.pojokruang.tumblr.com

silakan kakaaaak :)

Friday, March 09, 2012

Berhenti Meminta ...


Katanya, berdoa itu bicara.

Lima tahun lalu, pencerahan baru tiba.

Saat bicara padaNYA, aku sebenarnya sedang tak bicara padaNYA.

Aku menjadikan saat bicara padaNYA sebagai tempat sampah.

Saat dimana aku sedang membuang 'sampah' hati dengan banyak berkeluh kesah.

Aku menjadikan momen bicara padaNYA sebagai ritual membuang energi negatif.

Mungkin nggak salah.

Cuma kesannya kok jadi kurang ajar.

Saat bicara padaNYA, aku seperti preman.

Minta ini.

Minta itu.

Dengan justifikasi bahwa IA lah tempat meminta.

Minta banyak. lebih menjurus nodong!

Padahal kalau memang percaya IA itu ada. Tak perlu diminta, IA memberi.

Sekarang, setiap bicara padaNYA. Aku berhenti meminta.

Aku akan mengabarkan berita baik saja dan bersyukur.

Bersyukur bahkan saat sedang menerima ujian.

Mengabarkan berita baik bahwa aku menjalani hidup dengan penuh.

Sedihnya ada.

Senangnya ada.

Malasnya ada.

Semangatnya ada.

Bosannya ada.

Marahnya ada.

Kecewanya ada.

Hidup yang penuh.

Karena (asumsiku), tak ada kabar yang lebih menggembirakanNYA selain kabar bahwa ciptaannya menjalani hidup yang penuh.

Salah satu ciptaanNYA itu, aku :)

Aku ternyata berhenti meminta, sudah cukup lama.


Thursday, March 08, 2012

Menua bersama, itu saja...

Yang tertinggal dari cerita Java Jazz kemarin.

Suami istri ini kujumpai saat menemani kinyis-kinyis di Java Jazz...

Duduk di depanku karena tak ada lagi tempat yang kosong di kedai makan yang ada di tengah Java Jazz.

Sang istri kelelahan.

"Nak, dua kursi ini bisa Ibu pakai?"

"Silakan Ibu..."

Sang suami berkeliling membeli makanan.

"Capek ya Bu ..."

"Iya. Aduuuuh mesti berdiri hampir dua jam..."

"Ibu nonton Stevie Wonder juga? pacar saya juga tadi ikut antri.."

"Oh ya, aduh telat luar biasa ya ... Ibu capek nunggunya .. Tapi bahagia! It was one good performance!"

"Berdua saja Bu?"

"Iya dong, kami mau pacaran heheheh ..."

Dan sepanjang suami istri itu duduk di depanku

Rasa dimanjakan dengan pemandangan cinta

Tatapan penuh rasa

Perhatian yang datang dalam bungkusan yang sederhana

Istri mengeluarkan saputangan dan menyeka ujung bibir suami

"Ibu mau minum apa? Bapak mau belikan ..."

"Pak, makannya pelan-pelan ..."

Menua bersama

Bahagia bersama

Aku juga ingin yang sama

Sesederhana itu

Tuesday, March 06, 2012

Menua dan bahagia di Java Jazz






Tak ada yang lebih menyenangkan dilakukan di akhir pekan selain menghabiskannya dengan sahabat terdekat dan juga ... (uhuuuk)... pacar tentunya ;)

Tak ada yang lebih membahagiakan selain melihat orang yang paling disayang bahagia bukan kepalang.

"Bebe, Aku mau liat Stevie Wonder ..."

"Tapi Aku lagi nggak punya uang"

"Tapi... Aku mau nonton!" (tatapan memelas)

"Let's see what I can do.." (tatapan kesian)

Keajaiban katanya datang kepada orang yang beriman.

Nah, untuk kasus yang satu ini, keajaiban juga bisa datang untuk lelaki yang sayang sama pacarnya... Hahahaha

Dapat satu tiket Stevie Wonder.

Aku memang berdoa nggak minta dua tiket kok.

Lha wong duitnya nggak ada :)

Doa dijawab secukupnya.

Satu tiket daily pass. Satu tiket Stevie Wonder. Terbeli.

Udah.

Kepengen sih menyambangi Java Jazz.

Katanya banyak brondong! :) -siap2 dijewer-

Tapi ya udahlah. Asal si kinyis kinyisku bisa datang. Aku sih senang-senang saja kok duduk manis di rumah.

Tapi, lagi-lagi keajaiban datang untuk lelaki yang sayang dengan pacarnya :) (uhuuk...)

Ndilalah dapat satu tiket daily pass. Ya sudahlah, sini keliling liat pertunjukkan musik ......... sambil cuci mata hahahaha.

Nah, bahagia itu ditambah berlipat.

Sahabat turut serta.

Seperti biasa, celetukan konyol berhamburan.

Dan pembicaraan paling berkesan terjadi antara Indira dan saya:

"Gus, seneng ya kita bisa kumpul begini ... one big happy family"

"Iya, and i'll be watching you and Aryan grow old together and happy.."

"Terus kita liat Naga sama Caya anak-anakmu itu pacaran..."

"Iya, tapi sebelum mereka pacaran, mereka harus nganter gue nonton konser kayak begini! Kalo pacarnya Naga protes, sikat!"

"Terus kita nyinyirin ceweknya Naga ..."

"Ehmmm itu mah elu kali Ndi ..."

"Terus Naga ngeband sama temen-temennya, dan manggung di Java Jazz ..."

"Nyet, ya kali masih ada Java Jazz ..."

"Iya, terus bandnya Naga nyanyi apa ya? ..."

"Tribute to ST12?"

"Bukan ... tribute to Nirvana"

"Bo' itu mah bandnya kiteee bukan Naga ... pan Nirvana udah hampir 20 tahun yang lalu nyet!"

"Oh, iya ya ..."

"Ndi, emang lo masih mau berteman sama gue kalo gue menua?"

"Lo pikir?"

"Oh, i love you Indi .. I love you Aryan ..."

"Kalo pun ya Ndi, gue harus menua sendirian ... Gue tetap bahagia kok surrounded by you guys... Indi, Arya, Ibeth, Sandy, Inu, Nanit... semuanya!" (yang ini gue ucapkan dalam hati, karena kalo gue bilang sama Indi saat itu ... pasti gue bakal mewek)

.................................

Selebihnya? well, foto-foto diatas sudah menjelaskan.

Java Jazz menegaskan.

Aku akan menua, bahagia, sama-sama.

Dengan kalian.

Sekian.

Yuk, berpelukan.



Tuesday, February 07, 2012

Makanan Cinta


Kombinasi perut lapar, udara dingin, pandangan yang menerawang dari ketinggian gedung lantai 11.

Bicara cinta sih maksudnya:

"Cinta itu seperti inari sushi. Kenikmatan yang berbungkus sederhana"

"Kalo cinta kayak velvet cake Union yg bermegah dan mendongak dagu, hanya nikmat di dua suapan, setelahnya dilepeh.. Mahal. Biasa aja"

"Cinta itu harusnya kayak klepon, sederhana, membawa harum pandan, dan membawa kejutan manis meleleh saat tergigit"

"Cinta itu harusnya kayak onde-onde. Renyah tergigit, membawa suka, dan siapa yg berani meragukan kelezatan di dalamnya?"

"Cinta itu harusnya kayak salmon sashimi. Ndak perlu mendandani dengan bumbu yg berlebihan. Siapa yg butuh vetsin ketika legit sudah disaji?"

"Cinta itu harusnya kayak combro. Selalu berhasil membawa kejutan walau pedas tapi membuat riang"

"Cinta itu mestinya kayak cenil. Kejutan-kejutan kecil dalam warna-warni yg membuat suka hati"

"Cinta itu mestinya kayak gemblong. Karena hidup seringkali liat, susah ditaklukan, tapi selalu manis ujungnya"

"Cinta itu mestinya kayak getuk lindri. Selalu bisa berkawin dengan teh wangi. Lagi2 kesederhanaan dalam bungkus bersahaja"

"Cinta itu mestinya kayak lapis legit. Butuh sabar menunggu lapis demi lapis matang sempurna. Siapa yg meragukan sabar sbg bumbu cinta?"

"Cinta itu mestinya kayak nagasari. Dua adonan yg berkawin saling mengisi. Kenapa harus bermegah ketika isi sudah paripurna?"

"Cinta itu mestinya kayak tiramisu. Pahit hidup yg berkawin dengan legit keju. Karena hidup setimbang seimbang"

.................................

Yang mana versimu? ;)

@agusitem

Monday, January 09, 2012

Yang Membuat Hati Hangat...

Setiap tahun berganti. Aku sudah berhenti untuk membuat daftar resolusi.

Terlalu banyak janji yang lewat tenggatnya.

Makin tambah umur (baca: tua), Aku makin sadar bahwa ujung dan akhir tahun adalah penanda Gusti Allah bahwa:

Dalam hidup, martabat bisa hilang.

Peduli bisa lenyap.

Bahkan cinta, energi maha dahsyat yang selalu diagung-agungkan pun bisa lenggang kangkung pergi tanpa permisi.

Tapi dua hal yang akan selalu menjadi ada ditinggalkan Gusti Allah untuk kita.

Dua hal itu: PERCAYA dan HARAPAN.

FAITH .... and HOPE.

Mungkin inilah kenapa setiap menjelang awal tahun, ramai-ramai kita menulis daftar resolusi.

Sebagai alat penegasan pada diri sendiri bahwa saat kita masih memiliki "FAITH" dan "HOPE", maka semuanya akan baik-baik saja.

Penghujung tahun 2011 lalu, Gusti Allah sedemikian sayangnya padaku.

Aku diberi banyak olehNYA.

Banyak sedih.

Banyak amarah.

Banyak lara.

Tapi juga,

Banyak bahagia.

Banyak berkah.

Banyak suka.

Bejana hidupku dibuatnya penuh. komplit.

Di ujung tahun 2011 lalu, Aku kembali diingatkan bahwa selama ini, IA sudah memberiku satu hal yang berharga untuk aku memaknai bahwa apabila hal yang satu ini ada, maka dua hal yang paling penting dalam hidup yaitu "FAITH" dan "HOPE" akan sedemikian gampang dimiliki.

Satu hal itu adalah lingkaran pertemanan yang luar biasa.

Inilah lingkaran pertemanan itu:




Kami menandai akhir tahun dan menyambut awal tahun dengan jamuan makan malam.

Jauh dari sederhana. Mewah untuk ukuran kami.

Kami mungkin jarang bersua.

Kami bukan tipikal kawan yang selalu bersama setiap hari.

Ukuran lekatnya lingkaran pertemanan ini bukan itu.

setiap kami berkumpul,

Lara pergi

Duka minggir

Sedih dipaksa lari

Cuma bahagia.

Saat berdoa kemarin, Aku bicara pada Gusti Allah.

Bukan untuk meminta dan mengadu.

Tapi untuk mengabarkan berita baik dan bersyukur.

Bahwa ENGKAU sudah mengirimkan pengingat dalam bentuk yang sungguh indah.

Kalian, yang tak perlu kusebutkan satu demi satu sudah menjadi pengingat yang indah bahwa:

Hidup ndak perlu dijalani dengan getir

Hidup ndak perlu dijalani dengan tawar hati

Hidup harus dijalani dengan pandai bersyukur

Hidup harus dijalani dengan selalu berusaha bisa bahagia dengan detil kecil

Untuk kalian, yang tak perlu kusebut satu demi satu,

Terima kasih.