Saturday, October 16, 2010



Pada satu waktu,
Sebatang rokok jatuh cinta pada sang tuan

Ia memuja
Kepadanya, dibiarkan sang tuan mengambil bagian penting dalam hidup.

Ia pasrah
Kalau pada ujungnya, Ia menguap tak bermakna
Meninggalkan hanya sisa abu yang sebentar lagi hilang

Ia rela
pelan-pelan disakiti, dibakar api.

Tidak apa-apa.
Mengabaikan kebendaan. Cinta, sejatinya adalah energi luar biasa.

Sebentar lagi, karena cinta, esensi hidup sebatang rokok menemukan tempat nyaman.
Ia akan selamanya memeluk lengket dalam tubuh sang tuan.
Mengalir bersama darah.

Ia menunggu dengan sabar
Giliran untuk terambil dari bungkusan.

Ia berteriak-teriak memanggil.
Tapi nasib memilih tidak berteman.

Satu per satu, sang tuan mengambil batang demi batang.

Sampai tinggal Ia seorang.

"Ah, sekarang giliranku", pikirnya penuh suka.

kemudian terdengar bunyi kematian.

Sang tuan, memutuskan untuk berhenti merokok.

Ia gundah bukan kepalang.

Sedih tak tertahan.

Cinta tak bertemu muara.

"Malam ini, aku akan berdoa sepenuhnya, semoga besok, waktuku tiba", pikirnya.

Malam berganti, pagi tiba.

Sebatang rokok membuka mata.

Gelap.

Wahai, gerangan dimana sang tuan?

Kenapa matahari pun tak ada?

Sebatang rokok, berujung di tempat sampah.

dengan cintanya.





Saturday, October 02, 2010

Mari Menjadi DALANG


Semalam, saya nonton film ini.

Legends of The Guardian. Seru.

Film yang mengajarkan banyak hal.

Satu adegan di film itu yang melemparkan saya ke masa kanak-kanak.

Di awal, cerita, anak burung hantu sungguh terpesona dengan dongeng sebelum tidurnya.

Ksatria.


Nilai baik.

Yang jahat pasti kalah.

Yang baik, menang dengan tidak mudah.

Pada dongeng sebelum tidur, anak burung hantu ini belajar banyak hal.


Betapa pentingnya punya keyakinan.


Betapa pentingnya punya mimpi.


Saya jadi ingat.

Betapa dulu, saya sungguh menikmati Mamah bercerita pada kami berdua -aku dan Aan- adikku.


Ceritanya apa saja.

Timun mas yang dikejar-kejar raksasa, sampai raksasa mati tenggelam dalam lumpur hisap begitu timun mas melempar terasi ajaib.


Bisma yang punya kesaktian tak bisa mati kecuali Ia menginginkannya.

Kancil yang licik. cerdik tapi dipakai membodohi. Betapa Mamah benci dengan tokoh kancil ini.

Rahwana yang punya sepuluh muka menyeramkan. Padanya, sepuluh sifat jelek manusia melekat.


Mamah bukan pendongeng yang baik.


Selalu ada jeda sebelum cerita berlanjut.

Ia mencoba mengingat pakem cerita yang dibawa. Kalau lupa, yaaaa, mulailah beliau improvisasi sepenuhnya.


Meski begitu, ceritanya selalu mengagumkan.


Sampai pada akhirnya beliau menyerah.


Lemari memori di otaknya sudah dibongkar. Cerita yang diingatnya habis sudah.

Pada majalah Bobo, Kuncung, Tomtom, Ananda, Kawanku dan Tom Tom beliau bergantung.

Mulailah Mamah hanya menemani kami melahap cerita di majalah itu sebelum tidur sambil menampung pertanyaan-pertanyaan ajaib dan dijawab dengan logika sekenanya supaya kami puas pertanyaan menemukan jawaban yang lagi-lagi ... hanya sekenanya hehehehe

"Kita bisa beli dimana kantung si pak janggut ini?"


"Kenapa Paman Kikuk selalu kikuk? jahat sekali saudara dan teman-temannya tak mengajari Ia untuk tidak kikuk. Kikuk kok jadi bahan tertawaan. harusnya kan kasihan!"

"Baju Nirmala itu siapa tukang cucinya ... kasihan sekali tukang cucinya harus mencuci baju sebesar itu... kalau hujan turun, ada berapa baju merah jambu besar yang Nirmala punya?"


"Kenapa majalah ini namanya TomTom ... yang punya majalah, namanya Tom Tom kah? kayak apa orangnya?"


"Deni manusia ikan itu pernah makan sambal nggak ya?"


"Celana si Oki, sahabat Nirmala ini kayak celana senam punya Mamah ya! celana Oki warna hijau ... punya Mamah merah!"


Sampai pada satu saat, Mamah membuatkan kami layar wayang dari kertas gambar tipis ukuran besar.

Pada kiri kanannya diberi tiang dari lidi panjang, ditancap kiri kanan pada kaleng susu indomilk bekas.
Diguntingnya gambar-gambar lucu dari majalah yang sudah kami baca. dilekatkannya pada sebatang lidi supaya bisa kami pegang.

Rupanya, Mamah sudah bosan mendengar kami bertanya ini itu hahahahah.

"Sekarang giliran Mamah didongengi...kalian dalangnya"

Kami mulai bergantian sebelum tidur mendongeng untuknya.

Ceritanya apa saja.


Imajinasi anak-anak seluas samudra. Improvisasi cerita terjadi setiap saat. Kalau ditanya alasan kenapa si ini digituin .. si itu dibegituin... si anu kok harus begitu ... alasannya bisa macam-macam. Argumen diciptakan. kesahihannya mutlak tidak perlu ditanya. Pokoknya ya harus begitu.

Mamah bertanya, "Kok dia harus kalah? ..."


Jawaban kami, "Ya karena dia begini begitu...bla bla bla"


Butuh waktu sampai saya lulus SD sampai akhirnya saya bosan dengan dongeng sebelum tidur itu.


saya mau menyambungkan itu dengan pemikiran saya sekarang.


Oleh Gusti Allah,
kita ini seperti kanak-kanak yang dibekali layar kertas lebar.

sekotak wayang. dari kotak wayang itu kita bertemu dan berkawan.

Cerita berjalan. dan, kita sendiri sebenarnya yang menjadi subyek aktif penentu cerita.

Semua hal tidak terjadi atas dasar keniscayaan.


Akan selalu ada alasan kenapa lakon berganti, cerita berganti, dan siapa saja yang datang dan pergi.


Setelah nonton film itu, Saya seperti diingatkan Gusti Allah
"Agus, kamu sudah aku beri sinopsis besar. awal dan ujung. Sekarang, kamu adalah sang dalang. Berikan aku detil cerita dari sinopsis besar yang KU beri"

Sampai sekarang dan nanti, saya, sang dalang, sedang bercerita.

Menghidupkan hidup.


Salam.


Friday, September 17, 2010

Sang Pencerah itu....


Tonton film ini!

Abaikan saja bila ada kekurangannya.

Saya cukup bangga, film Indonesia akhirnya ada yang seperti ini.

Music scoring-nya demikian indah.

Saya rasa, mereka yang ada dibalik pembuatan film ini sudah sedemikian berusaha keras untuk menyampaikan rasa. Ketika ini terjadi, buat Saya, sebuah film menjadi bernyawa.

Abaikan saja alur penceritaan yang terkadang terbata-bata.

Abaikan saja ketika beberapa kali muncul dialog sang tokoh utama, KH Ahmad Dahlan yang terlalu dipaksakan berusaha indah dan penuh filosofi tapi jatuh menjadi "garing" karena diterjemahkan dalam akting hati-hati oleh sang pemeran.

Abaikan saja ketika beberapa kali, akibat dialog yang maunya dipanjang-panjangkan, sang tokoh utama jadi terkesan 'menyek-menyek', gampang mutung alias putus asa dan kok ndilalah seperti sakit2an heheheheh. Karena, di dalam angan Saya, seorang tokoh dengan visi yang demikian mengagumkan macam Ahmad Dahlan ini, air mukanya tegas, penuh wibawa, memancarkan perbawa yang bikin orang sekitar kagum. Tapi, Lukman Sardi membuatnya macam lelaki yang dibentak sekali saja sudah terbatuk-batuk dan matanya langsung sayu.

Film ini, layak ditonton.

Nikmati saja keindahan makna.

"Wong bodo itu ndak semata karena pendek akalnya lho thole cah ngganteng. Wong pinter yo bisa saja jadi bodo kalau Ia semata memakai akal tapi nuraninya digadaikan!"

"Meyakini itu perkawinan antara akal dan nurani. Lha, kalau cuma nurani saja, ati-ati lho,njungkel jadi FANATIK! pakaian nurani, ya akalmu!"

"Bahkan, manusia dengan visi hidup yang luar biasa pun bisa meragu!"

"Kalau kita tahu yang terbaik, lalu, buat apa kita ada di sini di dunia ini?"

"Sampeyan melabelkan Saya kafir, tantanglah keyakinanmu dengan akal!"

"Agama itu seperti musik. Meneduhkan, membuat tenang, membawa damai. Supaya begitu? belajarlah titi nadanya. Musik dengan titi nada yang berantakan, bikin marah, bikin mumet!"

"Memaknai agama tidak hanya dengan tuntas membaca semalam suntuk. Tindakanmu cerminan setiap kata yang engkau baca, meski itu hanya 1 ayat saja. Berbuatlah!"

"Raga bisa kau robohkan, tapi, mampukah engkau merobohkan jiwaku?"

Hati saya hangat setelah menikmati film ini.

Diluar sosok, saya memahami.

Sang Pencerah itu ada di dalam hati kita semua.

Sang Pencerah itu, Akal dan Nurani.

Salam.


Tuesday, September 14, 2010

Upin & Ipin, Unyil Kucing (Mudik 2010, Part IV)

Beberapa waktu lalu sempat di-tag notes-nya Mbak Tatyana tentang film kartunanak-anak Upin&Ipin.

Berkunjung dan kenalan deh sama Mbak Tatyana Soebiyanto di facebook, terus baca notes-notesnya.

Dijamin kecanduan. Sayang dia jarang nulis notes.

Tapi sekalinya nulis, wah, mareeeem! mantaap tenaaaan!


Halaaaah iki opo tho yooo kok malah ngalor ngidul hehehe.

Tulisan Mbak Tatyana tentang si Upin & Ipin itu jadi pemicu tulisan ini.

Pulang kampung, selain secara tidak resmi menjadi pengganti asisten rumah tangga selama mereka tidak ada, juga merupakan kesempatan emas buat Raihan,keponakanku semata wayang untuk bebas "memperbudak" Pakdhenya.

Ngemong keponakan.

Karena ngemong Raihan ini lah selama pulang kampung aku jadi hampir setiap hari nonton Upin & Ipin di rumah.

Dan karena hampir setiap hari nonton kakak beradik yang jalannya kayak tuyul inilah, Saya
kemudian bisa mengerti kenapa Mbak Tatyana suka sekali dengan Upin & Ipin.

Inilah sosok kanak-kanak sebenarnya.

badung.

pengen tau segala hal.


lari kesana kemari.


bikin sewot orangtua.


dan yang paling penting,
terpuaskan hasrat bermainnya.

Sejatinya, kanak-kanak harus dijauhkan dari hal-hal yang mengagungkan individualitas.


lha piye, beberapa kali aku lihat ada anak balita kok yo wis jago tenan maen PSP.


Ditowel dikit sama orangtua diajak ngobrol, kok yo ngamuk.


Kalo aku jadi Bapaknya, wis tak buang PSP-nya itu.

Upin & Ipin mengingatkan para orangtua bahwa dunia anak, ya bermain.


Titik.

Jaman mbiyen waktu aku kecil.


Nilai yang sama, ditawarkan sama si Unyil.

Mau katanya disisipi propaganda orde baru kek, nyata-nyatanya dulu aku juga ndak paham kok
isi propagandanya apa.

Yang aku ingat dan aku setujui adalah:


manjat pohon jambu itu menyenangkan.

maen ujan-ujanan dan belepotan lumpur itu menyenangkan.


mandi di kali menyenangkan.


maen musik ala-ala band dekil, band-nya si Unyil itu keren.


maen sepeda rame-rame itu cihuy.


orang itu ada yang licik, pemalas, kikir, manipulatif dan mestinya ndak boleh begitu.

Upin & Ipin serta Unyil mengingatkan bahwa kanak-kanak belajar lewat bermain.

Wis, piye maneh, jadi orangtua itu, kalau mau disebut profesi, adalah profesi paling menantang sedunia.

Ndak ada sekolah untuk menjadi orangtua.

Jadi orangtua itu, ibaratnya kayak orang yang langsung kecebur di kolam renang.


Opsinya cuma satu.

Belajar untuk bisa ngambang dan selamat sampai tujuan.


Selama hampir empat tahun mengurus salah satu klien brand susu pertumbuhan anak dan terpapar dengan banyak "first time mom & dad" (uedan, aku mulai keminggris hehehe) Aku banyak ketemu dengan orangtua muda yang salah kaprah.


Kebanyakan dari mereka pengen anaknya pinter.

Ndak salah.

Tapi, kalau kebablasan, menurutku sih agak ngeri dampaknya.


Yang dikejar cuma aspek kognitifnya semata.


Pokoknya pinter!

Aku memang belum jadi orangtua.


Tapi di pemahamanku, untuk menjawab tantangan masa depan.


Pintar saja nggak cukup.
diatas itu, seorang anak dibutuhkan untuk jadi TANGGUH.

Anak tangguh, kalau dikasih masalah, ndak nglokro alias cepat mengeluh tapi sigap mencari alternatif-alternatif solusi.


Di keseharianku aku sering ketemu junior yang begitu mentok masalah dikit, ngeluh ngalor ngidul ....
"Ya ampuuun ... lo kagak tau aje dulu gue lebih nista cobaannya dari elu! yet, here i am ... i'm survive! please deh!", dalam hati.

Untuk bisa jadi anak tangguh, gimana?

Dalam pemahamanku, ya, biarkan si anak banyak belajar hidup lewat satu-satunya cara yang menyenangkan untuknya.


Bermain.


Boso enggrisnya, "Learning through playing"


Aku suka sebal dengan orangtua yang "horny" banget nyari kegiatan sekolah ini itu, untuk stimulasi ini itu, biar anaknya bisa ini itu.


Padahal, dua-duanya kerja. nyebelin kan?!


Mbok ya ketimbang kirim anak mereka masuk kelas ini itu yang tadi itu, ajak main kek!


Jadi inget, jaman Aku sama Aan masih kecil.


Mamah ndak pernah nyuruh aku belajar hehehehe cuma diancam sih, "Kalau sampe kalian ndak naik kelas, Mamah kirim kalian ke Panti Asuhan ya! Mamah nggak mau ngurus kalian lagi!" Udah. Itu aja.

Ndak pernah nanya udah ngerjain PR atau belum. Ulangan dapet berapa. Yang penting ndak jadi anak brandal! nggak jadi preman. naik kelas.


Kami dibiarkan bebas bermain sama anak-anak kampung.

pulang ke rumah dengan bau keringat amis karena terbakar matahari.


pulang ke rumah dengan baju yang kotor sana sini, makanya si Mamah paling males kalo harus beliin baju mahal. Yang murah-murah aja.

adem ayem aja kami berdua main hujan-hujanan dan guling-gulingan di lumpur. Untung dikasih obat cacing Upixon secara teratur.


adem ayem aja kalo kami berantem sama anak-anak kampung itu. Malah, kalau pulang ngadu justru dimarahin. Yang ada, kami diantar ke TKP sama si Mamah dan disuruh berantem hahahahaha


Tapi, kalau ketahuan curang, mencuri, ngerusak barang orang lain. siap-siaplah disambut si Mamah di depan pintu dengan gagang sapu atau selang air. bisa kena sabet kita! hihihi


Ketahuan nyontek, beeeuh... ancur idup kita hahahaha ... Mamah pernah bilang, "Aku nggak malu punya anak bodoh, tapi sampe jadi curang dan pecundang, malu luar biasa!"


Balik ke jaman sekarang, aku jadi mikir. Berapa banyak ya anak sekarang yang tau betapa menyenangkannya maen ujan-ujanan dan belepotan lumpur?

Berapa banyak ya anak-anak jaman sekarang yang bisa merasakan keceriaan gaya Upin & Ipin itu?


Atau jangan-jangan ini cuma nostalgia aku saja semata-mata.

Diluar hal yang sedih-sedih. Masa kecil ku ternyata lebih banyak senangnya.


Ayo Upin Ipin, kita maen Unyil kucing

Monday, September 13, 2010

Perut dan Hati (Mudik 2010, Part III)

Untuk cinta, katanya sih dari mata turun ke hati.

Kalau ini masalah pulang kampung, nggak begitu ukurannya.

Dari perut, turun ke hati. Itu kayaknya yang benar.

Tiap benda punya nilai melankolisnya sendiri-sendiri.

Tiap hal menyimpan rasa.

Makanan, buat Saya salah satunya.

Seenak-enaknya makanan di warung, restoran paling mahal sekalipun.
Tidak ada yang mengalahkan masakan rumah.

Pada setiap hal, kalau kita mau, kita bisa menitipkan kenangan.

Makanan, buat Saya sah-sah saja dijadikan "cantolan" rasa dan kenangan.

Berikut adalah makanan-makanan yang punya nilai rasa buat Saya:

Tiwul
Ini adalah sarapan favorit Saya setiap pulang.

Makanan dari bahan ketela pohon atau singkong ini enak bukan kepalang disantap pagi hari, dengan parutan kelapa muda dan gula jawa.

Obat lapar mujarab begitu buka mata, badan masih bau ketek, mulut masih bau lambung kosong.

Segelas teh tubruk wasgitel, wangi legi sepet lan kentel, jodoh abadi penganan sarapan yang satu ini.

Rasa tidak berbohong. Tiwul di pagi hari dijamin bikin bengong.

Dulu, jaman Saya selalu dilempar Bapak dan Mamah setiap libur panjang sekolah ke rumah eyang kakung dan putri di Yogya.

Setiap pagi, Saya selalu tak pernah mau hilang momen saat Eyang Putri menyiapkan tiwul hangat buat kami serumah.

Saya, waktu itu selalu terpesona dengan bagaimana Eyang Putri meniup buhul bumbung kecil bambu ke kompor kayu bakar dan melihat percik api kecil berubah membesar.

Hangatnya kayu bakar menjalar lewat udara membuat kulit Saya yang keriput kedinginan karena selesai mandi merona hangat. Tekun, Saya ndongkrok di dapur menunggu sang tiwul siap diganyang.

Saya menikmati setiap gerakan Eyang Putri sigap memarut kelapa muda.

Merajang halus satu bonggol gula jawa menjadi halus dan ditaruh d
i lepek-lepek kecil untuk Saya, Eyang Kakung, Bulih Harmi dan Paklik Ripto.

Tiwul matang kukus di dandang.

Disiangi, dibuang uapnya dengan kipas bambu.

dihidangkan dan seisi rumah merubung meja makan k
ecil sebelah dapur.

Sambil menikmati sarapan, Eyang Putri dengan tangan kasar kapalan mengelus-elus kepala.

"Makan yang banyak ya cucuku sing paling ngganteng, ben cepet gedhe, ben cepet urip mulyo!"

Elusan sayang Eyang Putri adalah obat perangsang nafsu makan yang dahsyat mujarab.
Pujiannya selalu menyenangkan untuk di dengar.

Nah, sekarang saya tau kenapa saya sekarang "agak" narsis dan rakus hehehehe

dari kecil selalu dibilang ganteng dan makan banyak sebagai indikator kesuksesan hahahahah

Kalau sekarang, elusan sayang dan pujian Eyang Putri berganti dengan si Mamah menemani saya sarapan sambil mendengarkannya bercerita apa saja, mulai dari harga cabe rawit yang naiknya selangit sampai gosip tentang rumah tangga tetangga sebelah.

Dan itu, juga obat perangsang nafsu makan yang juga dahsyat mujarab.

Kari Kentang
Sayur sederhana ini hasil perkawinan dari kentang, kubis, wortel, buncis, tetelan daging, bumbu kari dan santan.

Rasanya legit ditemani tempe goreng bacem dan cabe rawit.
Bapak, yang Saya tahu paling anti dengan sayuran.

"Awit aku cilik, urip susah, mangan godong2an terus, wis cukup!" terjemahannya, Bapak bilang dari kecil jaman idup susah sehari-harinya makan dedaunan saja. jadi sekarang udah bosen heheheh. Aneh. Tapi ya itu ke
nyataannya.

Tapi, begitu si Mamah masak sayur ini.

Traumanya sirna! cespleng! ampuh!

Bapak makan seperti mewakili 2 kompi pasukan yang kurang makan.

Lahap bukan kepalang.

Saya suka ketawa geli kalau lihat air muka Bapak saat menikmati sayur ini.

Seperti bocah kesenangan.

gurih legit sayur ini, terkecap dan terkenang saat Saya jauh dari rumah.

Kalau di warteg langganan kebetulan masak sayur ini.

Saya suka senyum sendiri.

Lidah dan hati terhubung.

Kenangannya gurih legit.

Seperti kuah santan sayur kari kentang.

Sarden Kaleng
Ini adalah makanan kesukaan yang tidak pernah bikin bosan

Sarden kaleng merek BOTAN, MAYA atau ABC langganan Saya sedari kecil.

Asam, gurih, legit.

Jaman saya kecil, tinggal di Bogor.

Ini adalah makanan mewah pengganti ayam atau daging dan dihidangkan jarang-jarang di meja.

Kalau punya uang berlebih, baru si Mamah membeli lauk ini.

Waktu itu, pemikiran bocah kami selalu menganggap makanan kaleng adalah makanan anak gedongan.

Makanan yang harus di beli di supermarket meskipun di warung kecil sebelah rumah kontrakan kami pun ada dijual.

Nggak, belinya harus di supermarket adem nyaman, kalo perlu ndorong trolley walaupun cuma beli satu kaleng.

Di ruang tamu, yang sekaligus berfungsi sebagai ruang nonton TV, belajar dan makan. Saya dan adik menunggu aroma sarden kaleng yang sedang dipanaskan, berarak memenuhi ruangan.

Nasi panas, ikan sarden dan krupuk jengkol.

Nikmat itu bungkusannya sederhana saja bagi kami.

Jadi kawan, ayo, apa makanan pengisi perut dan hatimu? :)


Sunday, September 12, 2010

Sahabat (Mudik 2010, Part II)


Semarang.

Setiap sudut kota ini seperti laci kecil tempat saya menitipkan kenangan.

Kenangan, itu akan selalu manis.

Meski saat dibuatnya, kadang harus dibayar sedih.

Selain menghabiskan waktu di rumah.

Menggendutkan diri dengan segala makanan enak yang tak bersahabat dengan bentuk tubuh.

Saya sungguh mencinta saat-saat ngopi duduk bicara dengan karib lama.

Phillip namanya.

Tak terasa, 11 tahun sudah kami bersahabat.

Pasang surut pertemanan selalu ada.

Ya dimaklumi saja. Kami ini kan dua entitas bernyawa yang punya jalannya sendiri.

Dengan Phillip, pembicaraan kilas balik, terutama jaman Saya berjibaku merintis karir selalu terselip.

Saya lupa detil perkenalannya gimana.

Kalau tidak salah ingat, perkenalan kami di mulai di sebuah kafe, yang pada masanya, tersohor.

Java Kafe.

Masih ingat, tiket masuknya cuma 20 ribu untuk ditukar soft drink atau segelas bir yang sudah hilang gelembungnya.

Saya masih kuliah waktu itu. Dia sudah punya pekerjaan yang bikin ngiler lah.

Apa ya yang bikin kami tetap berteman.

Kami ini macam bumi dan langit.

Dia, cina Semarang.

Saya, berkulit gudeg kendhil.

Kadang kami berseberangan.

Kadang kami saling lempar kalimat "sayang" yang mungkin kalau orang lain dengar, bisa geleng-geleng kepala saking "tajemnya" hehehehe

Tapi, itulah makna pertemanan yang tak berbayar, tak berpamrih.

Masing-masing dibiarkan untuk tumbuh menjadi pribadinya sendiri.

11 tahun kami berteman.

to all the ups and downs ... Phillip .... thank you.


Yang namanya CINTA, luar biasa (Mudik 2010 part I)


Kalau Saya baterai, ini adalah saat dimana sang baterai sedang dikalibrasi dan diisi ulang sampai penuh dayanya.

Saya pulang.

Saya, rindu pada Ibu.

Saya, rindu pada seisi orang rumah.

Pada mereka, kutitipkan daya hidup.

Ketika pulang, semua momen, rasanya dibubuhi dengan penyedap rasa bernama CINTA.

Nikmat luar biasa.

Sambal terasi teman sayur lodeh buatan si Mamah, semakin lama, makin sedap saja rasanya.

Bangun tidur pagi karena teriakan keponakan tersayang, Raihan, adalah alarm yang sungguh membelai.

Sarapan, makan siang dan makan malam dengan tatapan kagum si Mamah yang terheran-heran dengan kapasitas lambung yang mengarah rakus selalu saja menyenangkan.

"Enak?"

"Enak luar biasa Mah..."

"Kalau kamu ndak ada di rumah, Aku selalu kangen melihat kamu makan sedemikan lahap... nggak ada di rumah ini yang serakus kamu!"

Malam pertama Saya di rumah, dihabiskan dengan menemani si Mamah nonton sinetron dikamarnya sampai Ia terlelap.

Tak pernah mengerti kenapa para Ibu yang Saya kenal suka sekali terpapar dengan kekerasan, intrik kasar dan serapah di setiap sinetron yang kabarnya sih, si produser sinetronnya sendiri melarang keluarganya untuk menonton sinetron yang mereka buat.

Demikian jauh dari nyata.

Demikian miris dramanya.

Si Mamah terlelap sebelum sinetron kesayangannya selesai dongengnya.

Televisi masih menyala memuntahkan gambar dan suara.

Saya memperhatikan Mamah.

Dengkur halusnya menenangkan.

Pada kerut-kerut halus di matanya, Saya menitipkan banyak cerita.

Kulitnya sudah mulai kisut.

Menua.

Inilah perempuan perkasa yang dulu dan sampai sekarang demikian banyak mengajarkan saya makna hidup.

Mengajarkan saya keihklasan.

Mengajarkan saya makna berjuang.

Mengajarkan saya mencintai.

Mengajarkan saya hidup.

Pada kerut-kerut halus di matanya, Saya menitipkan banyak cerita.

Cerita tentang mimpi.

Cerita tentang suka.

Cerita tentang tangis.

Cerita tentang hidup.

"Ketika menua, ternyata gampang sekali kita diserang sepi. Kamu nggak marah kan kalau aku menelponmu sering-sering?"

"Agus, lagi apa? lagi kerja ya? Mamah mau cerita!"

"Seneeeng deh dibeliin tas! Makasih ya Nak!"

"Setrikaan di rumah udah jelek..."

"Kamu kirim uangnya ya? asik... makasih ya Gus!"

Sekali lagi saya memandang si Mamah.

Dengkurannya halus.

Air mukanya yang tenang tak bisa menutupi kerut-kerut kulitnya.

Pada kerut-kerut halus di matanya, saya menitip pesan.

Kamu, dulu tak pernah mengeluh saat saya kencing di celana.

Tak pernah lelah saat saya butuh diangkat ketika belajar menapak.

Tak pernah marah saat saya minta dituntun karena dunia di depan sana serasa hal baru yang menakutkan.

Tak pernah hilang sabar saat saya cerewet untuk hal-hal yang remeh rasanya.

Saat engkau menua.

percayalah, Saya akan selalu ada sama seperti dulu engkau selalu ada.

Tubuhmu menua.

Tapi untuk saya, hati dan cintanya, selalu sama.



Sunday, June 20, 2010

Katanya sih Hari Bapak .... katanya lho yaaa


Seperti juga saya lupa dan nggak 'ngeh' kalau ada hari istimewa bernama 'Hari Ibu' ... saya juga ora weruh babar blas tentang "Hari Bapak'

Yo wis, kali ini, mari kita bicara tentang seorang lelaki yang bertemu dengan seorang perempuan, berkopulasi lah mereka, dan muncullah kita di dunia gara-gara mereka

dan kita panggil lelaki itu, Bapak.

Bapak saya bernama Sandiyo.

Lelaki sederhana, datang dari dusun Nanggulan, Kulon Progo, Magelang.

Sandiyo, anak pertama dari istri kedua Bapak Soemoredjo dan Ibu Parjiyem, sepasang suami istri yang nanti saat saya mengotori udara dunia dengan teriakan cempreng, saya panggil simbah Soemo dan simbah 'Mi.

Kepincut sama perempuan yang masih ada hubungan keluarga jauh.

Suharry, namanya.

Perempuan energik.

Groupies band rock.

Pinter main bass guitar.

Terkenal badung dulu jaman sekolah di SMA Bopkri Yogyakarta.

Jaman saya SMA, saya takut sekali bolos sekolah.

Suharry, biang bolos sekolah heheheheh

"Eh justru karena dulu Mamah badung, makanya Mamah tau akibatnya, makanya Mamah nggak mau kamu badung!"

pembelaan yang selalu muncul saat saya bilang, "Ah kayak Mamah dulu nggak bandel aja!"

pembicaraan selalu berhenti saat si Mamah berkata, "Kalau sampe kamu nggak naek kelas atau di-skors karena badung, MAMAH KIRIM KALIAN KE PANTI ASUHAN!'

Yak sodara-sodara... kami anak-anaknya sukses bungkam mulut heheheheheheheh

eh, kok ngelantur ya ... maaf, kebablasan hehehehe

Singkat cerita, Sandiyo dan Suharry jatuh cinta.

Kami ini lah buah cinta mereka.

Jatuh cinta yang aneh.

Yang perempuan, kayak petasan banting

Yang laki-laki, dibentak sekali, kayaknya jatuh sakit

tapi ternyata Sandiyo, pendiam karena dulu masih anak dusun nggak ngerti apa-apa.

Begitu tau ini itu ... beuuuh mulai bikin ulah hehehehehe

eits, ini kata si Mamah.

Saya sih .............................. cuma ...................... meng-amin-i saja hehehehe

Blaik kowe... kebablasan maning!

Baiklah,

hubungan saya dengan Bapak pernah mengalami masa-masa dimana saya pernah begitu kecewa dengan lelaki yang satu ini

begitu kecewanya, sampai rasanya sulit membedakan antara rasa kecewa dengan dendam

hubungan saya dengan Bapak pernah mengalami masa-masa dimana saya sungguh tak bisa mencerna bagaimana lelaki ini menerjemahkan rasa cinta

begitu tak mengertinya saya, sampai-sampai rasanya lebih baik menganggap lelaki ini tidak pernah ada dalam kehidupan saya ketimbang kemudian membuat hidup saya bertambah sulit.

tapi masa-masa itu sudah lewat.

berdamai dengan masa lalu

menerima dengan lapang dada bahwa sejatinya tiap orang tua adalah manusia juga yang jauh dari sempurna

sungguh membuat yang namanya dendam dan kecewa itu seperti layaknya sebutir debu yang gampang sekali hilang dihembus angin iseng.

Saya ternyata punya banyak hal yang sungguh menyenangkan untuk dikenang bersama Bapak

Dengan caranya sendiri, Bapak menabung banyak rasa sayang di dalam pribadi anak laki-laki bernama Agus Hariyo Purnomo

Dengan caranya sendiri, Bapak mengajarkan bagaimana caranya bertahan hidup

Dengan caranya sendiri, Bapak mengajarkan bagaimana hidup harus ditaklukan dengan menyingkirkan rasa cengeng

Dengan caranya sendiri, Bapak berkata kepada saya anaknya, "Agus, Bapak cuma laki-laki yang terkadang juga ndak tau harus berbuat apa saat yang di dalam kepala sebenarnya cuma ingin yang terbaik buat anak-anaknya"

Dengan caranya sendiri, Bapak menaruh bangga kepada saya, anak laki-lakinya.

Di hari yang katanya hari khusus buat Bapak-Bapak ....

Agus, cuma mau berkata

"Bapak, terima kasih buat semuanya ... dalam ketidaksempurnaanmu pun kamu sudah memberikan makna lebih dalam hidup saya .... Agus sayang sekali sama Bapak ... sayang sekali .... selamat Hari Bapak ... Bapakku, Sandiyo"



Saturday, June 19, 2010

Barang antik

Kenangan selalu punya penanda.

Penandanya macam-macam.

Kalimat


gambar

suara


benda

manusia.


Pada mereka, kita bergantung untuk memutar ulang hal-hal menyenangkan, membuat suka, bahkan hal getir yang pernah terjadi pada hidup.


Manusia memang sejatinya pelupa.


Pada semua hal yang berhasil menjadi penanda, kita harus berterima kasih banyak-banyak nampaknya.


Berterima kasih lah kepada kemajuan teknologi.


Dunia maya telah berhasil menghadirkan perpustakaan yang sungguh kaya ragam.

Berikan pada dunia maya kata kunci, maka engkau akan menemukan jawaban. Masalah sahih atau tidak jawabannya. Lha, ngobrol dong. tanya sana sini lagi baru merasa pasti.

Betul begitu bukan?


Saya menemukan gambar-gambar ini yang akhir
nya membawa saya kembali pada kejadian berkesan.

Honda C70
Jadi ingat. Sampai saya kelas 3 SD Bapak sungguh bangga dengan motor Honda C70 ini.

Ndak pernah tau kalau bintang iklannya Mbak Henny Purwonegoro.

Jangan salahkan saya, lha wong aku masih kecil kinyis-kinyis waktu itu.


Sebelum kami pindah ke asrama polisi Kedung Halang di
pinggiran kota Bogor. Kami tinggal di daerah Panaragan namanya.

Seingatku, daerah ini dekat dengan Jalan Merdeka, jalan protokol di tengah kota.

Setiap sore, saya menunggu lamat-lamat suara khas motor ini mendekat.

Tandanya, Bapak pulang.

Setiap pulang, Bapak ndak pernah masuk rumah dengan t
angan kosong. Dia bawa hal yang saya suka

Mau itu cuma 1 buah jeruk atau kacang reb
us satu kantung selalu dia bawa.

Dia bawa cuma buat saya.


Betapa hati bisa dibuat suka dengan hal-hal kecil yang bungkusannya rasa.

Rasa cinta tentunya.


Pelajaran cinta pertama tertanam.

Kalau ngasih orang, apapun bendanya, paling penting adalah rasa yang dibawa.

Tulus, suka, sayang.

Setiap hari Minggu, diboncengnya kami keliling lapangan Sempur.


Atau ke Kebon Raya.
Atau sekedar muterin tugu Kujang. Pisau khas Sunda segede gedung bertingkat itu dulu
selalu sukses bikin saya yang masih kecil, melongo takjub.

Kapal Kaleng Othok Othok
Dulu, saya sama Aan pernah ndongkrok nggak mau pulang di tengah
Pasar Anyar Bogor gara-gara si Mamah nggak mau beliin mainan ini.

Aksi merajuk dan jongkok di depan lapak mainan kapal kaleng ini ternyata gagal.

Si Mamah, "Heeeeh! ayo pulang! kalo nggak Mamah tinggal!" Kami sok cuek.

Muka manyun terus dipasang "Ya udah, terserah! Mamah tinggal pulang! terserah kalian deh!" Si Mamah ngeloyor.


"Aaaaah pasti dia ngumpet tuh, nungguin kita nyari-nyari! biarin aja! tetep jongkok! sampe si Mamah ny
erah!", pikir kami.

10 menit


15 menit
setengah jam

giliran kami kelimpungan


"Mamah manaaaaaa????!!!! ......"

"Kita ditinggal pulang!!!...."

Dasar anak badung. Paniknya sebentar. Abis itu malah jalan-jalan ke dalam pasar liat mainan yang lain.


Kan kami ingat harus naek angkot nomor berapa untuk pulang ... weeeeek!
Angkot daihatsu 08 jurusan Citeureup.

150 rupiah berdua. Ada kok di kantong, 200 rupiah.


Begitu pulang, beneran lho ... si Mamah udah di rumah aja gituh.

Teganya.




Teko Blirik

Dulu, masa liburan abis pembagian raport adalah masa-masa surga turun ke bumi.

Senangnya luar biasa.

Karena itu tanda bahwa Bapak dan Mamah pensiun sementara jadi orang tua.

Kami anak-anaknya dikirim ke Yogya sepanjang liburan dan baru dijemput menjelang masuk sekolah lagi.

Asik! nggak ada yang ngomel.


Adanya dimanja abis-abisan.


Ke rumah Simbah Marto Utomo kami tinggal.


Orang tua dari si Mamah.


Daerah Karang Waru Yogyakarta.


Makan aneh makan enak.


Tiwul panas hampir tiap pagi

Jajan pasar bernama grontol buat selingan


Sambel krecek terenak di dunia


Sayur brongkos


Gule Koyor sapi pedes


kripik belut kalau Simbah lagi banyak duit.

Setiap pagi saya selalu ngikut Simbah buka bengkel sepedanya di Jalan Magelang.


Mbonceng sepeda


Bengkel sepeda jadi satu dengan warung makan kecil Simbah Putri


Simbah putri tuang teh di teko motif blirik ...
Bau tehnya entah kenapa sampe sekarang kok berasanya yang paling wangi dan enaaaak buanget!

Saya selalu jadi pelanggan pertama yang dituang teh dari teko ini.


teh manis pagi-pagi, di warung makan kecil punya simbah putri.


kenangannya? tidak bisa ditakar dengan uang.


Sampun rumiyin nggih, saya mau mau mandi dulu. Salam.


-note: gambar diambil dari www.warungbarangantik.blogspot.com


Sunday, May 30, 2010

Agus Banci ....


Begini lho yang namanya Agus waktu kecil:

kurus kering

cengeng

nggak suka maen bola

kalo ngomong suaranya pelan

lebih suka menyendiri

setelah bisa berenang, jadi suka berenang di kali

suka asik main sendirian di pematang sawah kering abis panen ... kalaupun rame-rame, paling sama Aan adikku dan dua sahabat karib Danang dan Ferry ...

entah kenapa ndak terlalu suka permainan yang nggrombol banyak ...

suka mancing belut

di luar itu, lebih suka menghabiskan waktunya dengan mbaca buku Enid Blyton, Trio Detektif, Agatha Christie dan sejenisnya.

dari kecil gampang sekali jatuh kasihan sama orang .... well, bakat drama nampaknya terlihat dari kecil hahahahah

Begitu gambarannya.

Dari gambaran saya jaman masih kecil, saya lempar dulu ke masa kini.

Beberapa minggu lalu, pulang editing menjelang dini hari saya naik taksi (tsah.. berima bener kalimat ini heheheh)

Pengemudi taksinya ramah.

"Mau kemana pak?"

"Antar saya ke daerah Mampang ya Pak, pulang"

"Baik Pak..."

Kemudian, sekilas saya membaca nama pengemudi di kartu identitas no taksi dan nama pengemudi di dashboard.

Surmedungul Tunjahe Jahe namanya.

Jantung saya serasa berhenti sesaat.

Nama ini tidak akan pernah lupa, selamanya.

Astaga, apakah ini orang yang sama?

"Ngalong sampe pagi ya Pak?"

"Iya nih Mas ... lebih santai ngejar setoran heheheh"

"Ooooh .. asli dan tinggal di Jakarta?"

"Oh, nggak Mas ... saya rumah di Bogor"

Saya mulai deg-degan

"Asli Bogor?"

"Iya Mas..."

"Dari kecil? ..."

"Iya Mas ... Mas asli Bogor Juga?"

"Iya ..."

.................................

"SD-nya dulu di Bogor juga Pak?"

"Iya Mas .... "

"Ooooo SD mana Pak?"

"Di SD Cibuluh I Kedung Halang Mas .... "

--eeeeeennggggg iiiiinggggg eeeeeeng!!!! ... hadeuuuh mulai tambah deg2an--

"Angkatan? ... "

"Saya angkatan 19XX..."

"Oh ... sama Pak ... kita seumuran berarti .... cuma saya SD Pengadilan dulu"

Saya berbohong.

Saya satu SD, satu angkatan dengan Surmedungul Tunjahe Jahe.

Setelah itu ... terdiam ....

Tapi benak saya ramai...

Benak saya ramai berteriak....

Wahai Surmedungul ... Saya Agus Hariyo Purnomo... kawan masa kecilmu

Saya yang selalu kamu teriaki "Agus banci .. Agus banci!" olehmu dan gerombolanmu dulu ... setiap saya lewat

Saya yang selalu kamu buat nangis karena saya sama sekali ndak ngerti, apa kesalahan yang saya perbuat sampai kalian menjadikan bahan olok-olok dan tertawaan dengan panggilan itu ...

Apa karena saya ndak pernah mau diajak maen bola?

Apa karena saya lebih suka di dalam kelas dan asik dengan dunia saya sendiri?

Atau apa?

Saya, si kecil waktu itu sepulang sekolah selalu berkeluh kesah sama si Mamah (wow... bahkan dalam drama pun, tulisanku berima ehehehehe)

Kenapa? apa salah saya? bermain dengan mereka pun tidak? mengganggu pun tidak?

"Surmedungul iri padamu....", kata si Mamah

"Kok bisa?..."

"Bisa! ... Surmedungul pasti tidak lebih pandai dari kamu ... Surmedungul pasti tidak disukai teman-teman .. Surmedungul suaranya pasti parau tidak merdu seperti kamu ... banyak hal yang bikin Surmedungul iri padamu ... makanya, dia mengolok-olok dirimu!"

"Tapi aku malu!"

"Buat apa kamu malu .. kalau kamu punya lebih?"

Hemmm .... percayalah .. untuk anak SD ... perkataan "Buat apa kamu malu ... kalau kamu punya lebih?" dari si Mamah itu sungguh sulit dipahami ... tapi lama-lama justru jadi pegangan banget.

Kalau ada yang mengolok-olok ... siapa pun dia, biasanya saya camkan dalam hati

bahwa saya akan punya banyak hal lebih yang tidak akan atau sangat sulit mereka miliki juga.

lebih pintar

lebih kreatif

lebih berhasil

lebih ...

lebih ...

lebih ...

dengan berjuang sungguh-sungguh

dengan tetap berpegang pada nilai-nilai yang ditanamkan si Mamah

Tidak boleh curang

Tidak boleh khianat

Tidak boleh menjelekkan orang lain

Sampai saya seumur sekarang ...

Saya selalu bersikap begitu kepada siapa pun yang mengolok-olok .. merendahkan.

Wahai sang pengolok-olok

Saya punya hal yang tidak kamu punya atau sulit kamu punya

Surmedungul adalah salah satu nama yang sampai sekarang tidak pernah saya lupa.

Dan sekarang, saat saya melihat punggung Surmedungul sedang mengemudi mengantar saya pulang ...

Saya tidak tahu ... apakah perlu saya berkata ....

Wahai Surmedungul .... Saya Agus Hariyo Purnomo .... lelaki kecil yang dulu sering kau panggil Banci ......


Wednesday, May 19, 2010

Kreatif ... (katanya sih)


Beberapa waktu lalu ketemu karib lama.

Dulu, pernah duduk manis selama tiga tahun bareng-bareng di satu SMA yang sama (iya, masih pake SMA bukan SMU)

Toto Gembus dulu saya panggil dia. Kenapa ketambahan "Gembus" dibelakang namanya? ya semudah bahwa dulu setiap istirahat siang yang cuma 15 menit itu, kami selalu terbirit-birit nggeblas ke kantin dan untuk dia, gembus goreng adalah afrodisiak supaya ndak pingsan kelaparan. Tau gembus? itu lho, makanan yang terbuat dari ampas kulit kedelai kayak oncom tapi jamurnya ndak berwarna oranye seperti oncom yang biasa kita lihat.

Saya? well, saya dipanggilnya Agus Bakwan. Kenapa? polanya sama seperti di atas heheheh ... uang jajan saya cuma mampu mbeli 3 bakwan goreng dan es teh. Wis mung kuwi thok! cuma itu saja, selama hampir 3 tahun ... eh, tunggu ... kayaknya kelas 3, saya sudah MULAI bisa leluasa memilih jenis makanan saat istirahat siang. Boleh pilih kombo. Kombo 3 bakwan 1 teh manis, soto dan 1 gelas air putih atau gado-gado dan ............... 1 gelas air putih

tapi bukan nostalgia pola makan kami berdua yang mau di kulik.

nukilan pembicaran:

"Oalaaaah kowe kok bedho buanget! hampir aku ndak ngenalin kamu lho To!"

"Kamu yo nggawe pangling! kok sukses menggendut Gus!"

"Kerja dimana?"

"Aku di advertising agency To..."

"Oooo yo pantes .. memang kamu cocok di situ ... kreatif!"

"bla bla bla"

"bli bli bli"

berbincang hanya sebentar karena saya harus pergi dan dia juga ada janji.

Selepas ketemu dia, satu kalimat darinya ada terus di kepala,

"Ooooo yo pantes ... memang kamu cocok di situ ...KREATIF!"

K-R-E-A-T-I-F ??

tunggu sebentar.... mikir sebentar ...

Pastinya sih, aku kok yakin dia cuma berbasa-basi saja.

Sungguh mudah bukan menghubungkan "advertising agency" dengan kata "kreatif"

Tapi apakah dia benar-benar menganggap saya demikian?

"memang kamu cocok di situ" adalah membawa makna sebuah kesimpulan dari pengamatan dalam jangka waktu tertentu dan pastinya sih ... harusnya sih .. waktunya ndak singkat. betul begitu bukan?

Ini menggelitik.

Aku sendiri merasa bahwa ... "Eh, ternyata ... kayaknya ... sepertinya ... yen tak pikir-pikir ... aku ini termasuk yang ... yaaaaaah lumayan kreatif lah!"

Itu baru belakangan ini saja kok ...

baru mulai sekitar 5 tahun yang lalu lah ...

padahal, dipikir-pikir (lagi)

polah tingkah ku yo ndak berubah dari dulu...

dulu dan sekarang, ya masih suka nulis-nulis ndak penting ... masih suka narsis terselubung dengan menawarkan orang lain untuk membaca tulisan ndak penting itu, bahkan kalau perlu dengan "sedikit" maksa hehehehe ... "Eh eh eh kamu ... baca deh, ini aku abis nulis... baca deh ... ndak banyak kok!"

untungnya, dulu njawil maksa suruh mbaca ndak disertai dengan ancaman clurit.

dulu dan sekarang, ya masih suka nyeletuk ndak penting ... suka sibuk dengan dunianya sendiri dan asik-asiiiik aja ngomentarin ini itu mestinya begini begitu ....

"Eh kenapa ya yang ini begini .. kayaknya lebih bagus kalau begini begini aja deh ... kan lucu tuh kalau begitu begitu!"

"Eh eh eh lucu kali ya kalau besok pas begini .. kita begituin... yang ini dibeginiin!"

kayaknya ..... dulu ..... ndak ada tuh sinyalemen (tsah sedap bahasanya cing!) yang mengindikasikan bahwa teman-teman, keluarga, menganggap saya kreatif dengan hal-hal ajaib yang saya lakukan.

adem ayem saja.

eh tunggu, dari dulu sih si Mamah selalu bilang aku mahkluk ajaib. Terminologinya untuk polah tingkah yang nyleneh .. kreatif .. menurut dia.

tapi ya itu, aku ndak pernah merasa termasuk orang yang kreatif

nyleneh aneh, iya. kreatif? kok ya ndak tuh.

teori bodohku mengatakan bahwa dalam hidup, jati diri kita memang sebagian besar dibentuk dari penerimaan lingkaran yang melingkupi kita.

rasa, terbentuk dari respon orang-orang terdekat.

saat mulai benar-benar nyemplung bekerja di industri komunikasi lima tahun yang lalu.

penghargaan akan ke-nyleneh-an saya mulai terasa

"Eh boleh juga tuh ide lo!"

"Ok, kita jalan berdasarkan celetukannya si Agus tadi"

"Ya udah, nulisnya gitu aja Gus!"

"Sedaaaap ide loooo!"

kegilaan saya mulai dianggep hahahahah

orang enggris bilang "Birds of a feather flock together" .... artinya? halaaah, ayo jangan malas! tanya mbah google!

inti dari ocehan sedikit mengigau saat nunggu ilham di pagi buta untuk presentasi esok pagi jam delapan yang aku lakukan sekarang adalah ...

dulu, si orang nyleneh agak miring otaknya ini belum menemukan gerombolan sejenisnya.

sekarang, orang gila kumpul dengan orang gila yang lain.

sekian.


(tulisan dibuat jam 3 pagi sambil menunggu ide yang tak kunjung datang dan kalau sebentar lagi ndak muncul-muncul ide .. lebih baik saya mati saja... daripada harus berhadapan dengan klien jam 8 pagi nanti)

Monday, May 17, 2010

Kutipan Ibu ...



(note: ini ditulis pas hari Ibu kemarin, tapi lupa di posting heheheheh)

Dari jaman aku kecil sampai setua ini, kok ya ndak pernah nyantol bahwa ada satu hari yang ditahbiskan menjadi harinya Ibu.

Sering mendengar,

Tapi ya itu, sambil lalu, sehabis itu, "Apa?? kapan?? oh, hari ini? kenapa? kok bisa?" ... dan diakhiri dengan lengkungan sempurna mulut berkata "Oooooooo .... ngono thooo!"

Jangankan yang katanya hari Ibu.

Dalam lingkaran keluarga aneh bin ngajaaaib macam yang aku punya, jangan heran muncul celetukan begini,

"Aduh aku lupa kamu ulang tahun .. ihihihi abis kamu diem aja sih Gus! Mamah kan udah tua kali!"

"Guuusss kok kita lupa sih Aan hari ini ulang taun! telp sekarang gih!"

ya ya ya hehehehe ... hari ulang taun bukan sesuatu yang istimewa buat kami bertiga, Aku, Aan adikku, dan Mamah.

Boleh percaya tidak pun boleh, Aku dan Aan merayakan pesta ulang taun pertama kali saat aku berumur 8 tahun dan adikku 4 tahun .. itu aja digabung jadi satu pas di hari ulang tahunku , 1 Agustus! (boleh pesan sponsor sedikit ya hehehehe tolong dicatet dan disiapkan hadiah sekedarnya ... eh ralat lagi, agak mewah juga ndak menolak)

Alasannya? sesederhana waktu itu si Mamah menang Porkas, 2 nomer! 25 ribu! asik, makan-makan.

Ya udah, makan nasi kuning dibentuk gunungan, hasil menang porkas hehehehehe.

Keteraturan untuk mengulang hari kelahiran baru dimulai saat bekerja di Jakarta. Ngikut yang lain. Dalam hati sih tetep menganggap biasa aja.

Ok, mulai ngelantur heheheh

Gara-gara liat kartu ucapan hari ibu bikinan pabrik Hallmark yang isinya kutipan nasehat Ibu ... jadi inget ada beberapa celetukan si Mamah yang nancep banget sampai sekarang ....

"Ndak usah iri kalo temenmu lebih kenceng karirnya ... ndak penghakiman bahwa kamu bodoh kan? anggep aja lagi nunggang delman. pelan-pelan liat kiri kanan ... kamu bisa nikmati detilnya, liat lebih jelas, lebih bisa memaknai apa pun yang kamu dapat"

"Iri itu cuma bikin kamu semakin jauh dari rejeki yang semestinya kamu dapat"

"Aku ndak membesarkanmu untuk jadi pengecut, pengkhianat dan gampang menyerah! inget-inget pesanku ini sambil mbayangin aku ngomongnya melotot kayak yang di sinetron itu ya kalo kamu lagi sedih"

"Besok, kalau kamu udah kerja, jangan naik ke atas dengan cara nginjek orang lain... supaya nanti kalau jatuh, ndak kejlungup dan akan ada banyak tangan yang mbantuin kamu"

"Kamu mesti bisa bahagia dengan hal-hal kecil, supaya nanti kalau dikasih hal besar, kamu makin bisa bersyukur!"

"Jangan kasar sama perempuan...kamu harus lemah lembut sama perempuan ... sama kayak kamu ngomong sama Mamah"

......................................................................................

Sepertinya ide mengutip nasehat orang tua udah keduluan sama Hallmark.

tidur siang dulu ah.




gambar dipinjam dari www.gettyimages.com

Wednesday, April 28, 2010

Kang Apud yang saya kenal ...

Aku sepertinya pernah menulis tentang Kang Apud.

Tapi sudahlah, aku ndak bosan kok untuk menuliskannya lagi.

Di setiap perjalanan, Gusti Allah sing paring urip sedemikian baik hati berbicara pada kita lewat begitu banyak pertanda di lingkar kehidupan sehari-hari untuk membuat hidup kita selalu bisa dinikmati dan disyukuri.

Lewat Kang Apud, dulu Aku selalu diingatkan.

Kang Apud, office boy jaman dulu Aku masih jadi produser radio untuk program siaran pagi di Female Radio, Jakarta.

Masih ingat,

Dulu selalu bangun setengah lima pagi.

Berangkat jam lima pagi dari Depok, menembus udara dingin pake motor, berjaket tebal, pergi ke gedung perkantoran Ratu Plasa, lantai 20.

Menemani Arlingga Pandega, penyiar pagi.

Berkawan dengan satu operator siar

Berkawan dengan Anto, produser senior yang punya pertalian erat dengan toilet, asap rokok dan buang hajat sebagai momen berharga untuk mendapatkan pencerahan ide kreatif hehehehe

Aku cuma bertahan 3 bulan saja. Bukan karena ndak cinta dengan pekerjaannya disana. Sebelumnya pun, Aku pernah jadi penyiar di Semarang untuk waktu yang cukup lama.

Di 3 bulan itu,

Setiap pagi, Kang Apud selalu hadir dengan wajah sumringah cerah ceria.

Hidup dan menjalani hidup seperti tanpa beban.

Tidak pernah keruh air mukanya.

Tidak pernah bersungut-sungut.

"Kang Apud nggak pernah sedih ya?..."

Jawabannya hanya senyum dan, "Aahhh, mas Agus bisa aja .... "

tanpa ada detil cerita.

"Ngantuk kayaknya mas, mau kopi?"

"Mas, kwetiauwnya udah ada tuh buat sarapan..."

Pekerjaannya dijalani dengan hati.

Dulu, kalau sedang rawan hati.

Datang ke kantor bersungut-sungut karena suasana hati yang tidak menyenangkan.

Setiap ketemu Kang Apud pagi-pagi.

Seperti selalu diingatkan.

"Ih Agus, malu dong sama Kang Apud! ..."

Hari ini, sewaktu menyambangi Radio Female untuk supervisi program talkshow salah satu klien kantor, Aku kembali bertemu Kang Apud.

Dan rasa yang Ia bawa, tidak berubah.

Kang, terima kasih.



Wednesday, April 14, 2010

Bapak, yang saya kenal ...



Bapak, sekali lagi Aku menyesal kenapa dulu keluarga kita hampir ndak pernah punya foto penanda momen-momen keluarga, dari Aku masih kecil sampai sekarang.

Kalian berdua, Mamah dan Bapak kompak bilang, "Halaaah nggo opo tho, tuku tustel?!"

Yo wis, foto memang bukan alat bagi kita untuk membekukan kenangan.

Aku akan menulis semua hal yang bisa aku ingat tentang kita, keluarga, dan orang-orang yang dicinta sebagai pengingat kejadian berkesan.

Aku akan menulis.

Banyak yang kuingat

Banyak yang kulupa

Banyak juga yang rasanya ingin Aku lupa

Tentang Bapak.

Aku masih ingat,

Bagaimana Bapak uring-uringan kalau pagi ndak nemu sendal jepit yang sebenarnya lebih layak masuk tempat sampah saking sudah tipis dan jeleknya minta ampun karena Bruno, anjing kampung peliharaan kita dulu menganggapnya sebagai daging empal dan menaruhnya di tempat rahasia.

Bagaimana dulu Bapak ndak pernah lupa membubuhkan sedikit garam pada segelas susu segar yang sudah dihangatkan untukku dan berkata,

"Nih, biar lebih gurih ... biar kamu ndak enek!"

Bagaimana dulu setiap beli tahu isi di depan asrama polisi tempat kita tinggal, Bapak telaten membuka tahu isi dan memisahkan toge didalamnya dan berkata,

"Tuuuh, udah bersih, yang ini buat kamu!"

Bagaimana dulu aku dikibuli bahwa kerangka ikan paus di Museum Zoologi Kebun Raya Bogor itu, dibeli di Ancol.

Bagaimana dulu aku diajak keliling daerah Suryakencana dan Sempur Bogor pake Astrea 800.

Bagaimana dulu setiap hari minggu, kolam renang Milakancana Bogor jadi saksi betapa menyenangkannya minggu pagi buat kita berdua.

Masih ingat,

"Bapak nggak pernah punya anak cengeng! nangis boleh, tapi cengeng awas ya!"

"Anak laki-laki harus nurut sama Mamah!"

Masih ingat,

Aku di elus-elus punggungnya saat tidur siang ndak berhenti sebelum aku lelap.

Masih ingat,

Untuk melihat detil-detil kecil di sekitar

Masih ingat,

Untuk ndak bergantung sama orang

Ndak boleh iri

Ndak boleh curang

Aku juga masih ingat,

Betapa hancurnya hati ini saat engkau memilih untuk pergi dari kami

Betapa Aku menyimpan amarah untukmu

Betapa Aku kecewa

Betapa Aku meradang

Dan hatiku jatuh koma karenanya saat itu.

Tapi ternyata, mungkin ini cara Aku belajar dan mencoba memahami

Bahwa, Bapakku itu hanya seorang lelaki yang menjalani kodratnya sebagai insan yang tidak sempurna dan tidak luput dari salah ....

Hanya lelaki biasa yang juga mampu menyakiti orang-orang yang dicintainya.

Butuh waktu lama memahami itu, tapi percayalah ... sekarang Aku mengerti sepenuhnya.

Butuh waktu lama membuang kecewa, tapi percayalah ... sekarang Aku sudah berdamai dengan apa yang di belakang

Masih ingat,

Betapa Aku menangis bahagia saat mencuri dengar,

"Agus itu kalo nulis bagus banget ya ...."

"Agus kok jarang pulang sih .... suruh lebih sering pulang besok-besok!"

"Tanyain sana, Agus masih punya uang nggak dia?"

"Agus tuh gajinya berapa tho? kalo kecil, suruh kerja aja di Semarang lagi deh ... tinggal di rumah aja"

Dibalik ekspresi datar dan tidak peduli ... Bapak perhatian sekali.

Dari Mamah, Aku tahu Bapak selalu bangga denganku ...

"Anakku kerja di TV lho! dia bikin kuis!"

"Anakku bikin iklan!"

"Anakku kreatif!"

Bapak yang saya kenal, adalah lelaki yang sungguh sayang pada Aku, anaknya.

Kali ini, Aku mau bilang,

Bapak, selamat ulang tahun ...

Agus sayang sama Bapak.


note: gambar dipinjam dari www.gettyimages.com