Tuesday, December 06, 2011

Jangan Cengeng!



Setiap Aku gundah, yang pertama kali Aku lakukan adalah berusaha mengingat-ingat apa saja yang pernah si Mamah pernah bilang atau ajarkan ketika Aku kecil.

Aku merasa, secara pribadi, runtutan kejadian-kejadian masa kecilku dan bagaimana si Mamah mengajarkanku untuk menghadapinya, sungguh berpengaruh terhadap bagaimana aku melihat suatu permasalahan serta kemudian merumuskan apa yang harus dilakukan.

Seperti sekarang. Di saat sedang putus asa dan kayaknya kok ya udah ndak ada energi untuk lebih trengginas menghadapi beberapa masalah, Aku inget si Mamah pernah bilang:

Gus, cuma Gusti Allah yang punya kemewahan untuk bilang,"NGGAK BISA!". Jadi, jangan cengeng! nggak ada yang nggak bisa! pilihannya cuma kamu mau apa enggak!

Mamah, mengajarkan ini dengan cara yang spartan.

Kadang, Aku dulu sungguh sebal dibuatnya.

Kalau dia tidak percaya Aku sudah melakukan yang terbaik. Beliau ndak segan menyuruhku mengulang semuanya dari awal.

Melakukan yang terbaik bukan berarti harus jadi yang paling bagus, nomor satu, atau apalah ... kurasa bukan itu esensinya.

Tapi beliau sepertinya berusaha memastikan bahwa setiap hal yang dikerjakan harus sepenuh hati.

Filosofi ini tentu dulu aku ndak pernah memahami. Namanya juga anak kecil. Taunya cuma senang-senang.

Tapi sekarang, berasa banget!

Dan malam ini, ucapan itu kembali terngiang:

Cuma Gusti Allah yang punya kemewahan untuk bilang,"NGGAK BISA!"

Makanya Gus, JANGAN CENGENG! KAMU PASTI BISA!


Sunday, December 04, 2011

Haus?



Kemarin, kawanku bercerita:

"Gus, ini yang terjadi di kantor gue. ibaratnya, Mereka tau Gue haus! Tau banget!"

"Tenang, Kita tau banget kamu haus, air minum segera datang besok!", Kata mereka.

"Yang Mereka nggak sadar Gus, kalo gue harus nunggu sampe besok, gue bakal mati karena dehidrasi!"

..........................

Aku sekali lagi teringat dengan analogi Eyang Kakung tentang hidup.

Dia bilang, hidup itu seperti pertunjukkan wayang.

Gusti sing paring urip memberikan cerita besarnya untuk kita.

Kembangan cerita diserahkan pada sang dalang.

Kitalah sang dalang itu. Kitalah yang memberi warna pada cerita besar yang sudah diterima.

DibekaliNYA kita dengan satu kotak wayang dengan beragam karakter didalamnya untuk menjahit kembangan cerita sesuai yang kita inginkan.

Susah.

Senang.

Sedih.

Gembira.

Getir.

Tawa.

Apa saja.

Berdasarkan analogi ini kawan, kalau Aku jadi kamu, gunungan wayang segera Aku balik! Babak cerita baru segera Aku mulai! Aku ndak akan menunggu sampai besok untuk mereka memberikan air minum pengobat haus.

Aku akan mencari oase dengan caraku sendiri! apapun caranya! apapun konsekuensinya!

Karena Aku percaya, kita ini bukan wayang di dalam kotak yang menunggu terambil.

Kita adalah, SANG DALANG.