Thursday, June 30, 2011

Hidup ala Kue Lapis Legit


Mamahku pernah bilang, hidup itu kayak mbikin kue.

Dalam hal ini, kue lapis legit.

Harus niat.

Bahan dasarnya sabar.

Mulai dari memisahkan kuning telur dari putihnya.

Mengaduk adonan tak terburu-buru dan mesti tepat penghitungan waktu aduknya supaya mengembang sempurna.

Memastikan panggang atas dan bawah sama panasnya supaya matang sempurna.

Dan yang paling menguji sabar adalah, menuangkan adonan lapis demi lapis.

Tipis-tipis. lapis demi lapis. Harus ditunggu dengan sabar. Kalau perlu dibela-belain keringetan mlototin panggangan selama lebih dari satu jam.

Supaya nanti diujungnya, kita mendapatkan manis legitnya.

Mamahku bilang, Hidup itu sederhana dan gampang.

Kalau sabar.

Saturday, June 25, 2011

Bicara Cinta Bicara Rasa

Dicintai untuk hal yang nyata.

Dicintai untuk memaklumi kekurangan.

Dicintai untuk memaafkan.

Demikianlah dirimu ada untukku.

Berterima kasih untuk pembicaraan kecil pagi hari saat mataku dicubit matahari pagi.

Berterima kasih untuk pelukan yang meneduhkan saat Engkau ada di sisi.

Berterima kasih untuk senyuman yang selalu berhasil menenangkan gundah.

Berterima kasih karena karena Engkau berhasil membuat detil hidupku menjadi sumber bahagia.

Demikianlah nampaknya Aku mencintaimu.

......................................


Ah mati! nggak bisa nulis sok romantis begini ternyata. picisaaaan! :))


Sunday, June 19, 2011

Bapak. Yang Terucap dan Yang Baru Terungkap

Yang dibilang sama Bapak,"Anak lelaki kok nulis puisi cengeng-cengeng begini sih... mbok sana maen sama Galih, Danang!"

Yang tak diungkapnya waktu itu:
Bapak membawa puisi bernilai 9 dari Ibu Guru ke kantor. ditaruhnya di tas. dalam plastik file supaya ndak lecek.

Yang dibilang sama Bapak,"Norak banget bajunya. Kamu mau ikut lomba nyanyi pake baju begitu? Bapak nggak nonton ah!"

Yang tak diungkapnya waktu itu:
Foto Aku sedang memegang piala di atas panggung dengan baju yang dibilangnya norak, ada di laci kantornya. Lama akhirnya kutahu, Bapak ngasih Mamah uang ekstra untuk mbeli payet buat dijahit di jaket kostum nyanyiku. Ya, jaket yang dibilangnya norak.

Yang dibilang sama Bapak,"Aku tuh ndak pernah paham kamu kerja apa di Jakarta? mbikin iklan? emang tiap hari ada yang minta dibikinin iklan apa? biro iklan? kerjaanmu aneh!"

Yang tak dikungkapnya waktu itu:
Setiap kumpul arisan Bapak-bapak, Mamah mencuri dengar,"Anak saya kreatif banget lho. Dia kerja di TV, mbikin iklan, jago nulis"

Yang dibilang sama Bapak,"Bertahun-tahun kerja di Jakarta kok nggak keliatan apa kek... mbeli barang mewah kek! gajimu cukup nggak sih? kamu digaji berapa sih?"

Yang tak diungkapnya waktu itu:
Setiap saat Mamah didonder,"Apa Agus dicariin kerjaan di Semarang aja ya? cukup nggak uangnya disana? Kamu bilang ya kalo Agus ngeluh nggak punya uang, nanti kamu aja yang transfer ke dia"

Yang dibilang sama Bapak,"Cengeng amat sih jadi laki-laki!"

Yang tak diungkapnya waktu itu:
Setiap saat Mamah didonder pertanyaan,"Itu Agus kenapa? abis putus sama pacar? dimarahin sama bossnya ya? kamu paketin makanan gih! dia kan suka bandeng asap tuh... paketin lah sekilo buat makan di kost"


Untuk yang sudah terbilang dan yang baru saja terungkap setelah beberapa waktu.

Bapak, Agus sayang sekali sama Bapak.

Happy Fathers Day ya Pak

Menjadi Tua Tidak Menyenangkan


Ini transkip mimpi yang aneh. Jadi ya, Aku ngimpi lagi ngopi-ngopi dengan orang yang tengil dan nyebelin gitu deh. Tapi Aku lupa orangnya kayak apa. Ya, kayak mimpi basah kan? suka nggak keliatan mukanya tapi tau-tau udah cret basah aja ahahahaha ... udah ah, berikut transkripsinya:

"Jadi dewasa itu tidak menyenangkan. Kita punya kecenderungan untuk membohongi diri sendiri demi membahagiakan orang lain"

"Sekarang gini deh, pilih mana? bahagia tapi sendirian atau dengan sadar mengorbankan kebahagian diri sendiri supaya orang-orang yang kita sayangi bahagia?"

"Ah, pilihan nggak fair!"

"Lha, Hidup itu emang nggak pernah akan adil, equilibrium itu ndak akan pernah ada. selalu akan ada yang berlebih dan selalu akan ada yang merasa kurang... eh iya, jadi milih yang mana? bahagia tapi sendirian atau yang ... ya gitu deh tadi?"

"Aku bertanggung jawab pada hidupku. Aku selalu diajar bahwa bahagia itu lambaran dasarnya adalah jujur pada diriku sendiri. Membohongi diri sendiri adalah perbuatan paling nista, kata Ibuku. Jadi, aku akan membiarkan kejujuran sebagai kompas penunjuk arah menuju kebahagiaan"

"Lha, kalau pilihanmu membuat sedih orang-orang yang kau cintai? pegimana?"

"Boleh Aku menghela napas panjang dulu sebelum menjawab itu? Ok, sebesar aku mencintai mereka dengan sepenuh hati, Aku tidak bertanggung jawab terhadap kebahagiaan mereka. Bukankah cinta harusnya membebaskan? bukankah cinta harusnya tak membelenggu dan merelakan yang kita cintai menjadi diri sendiri, bebas dari penghakiman? Aku layak dicintai untuk hal-hal yang nyata, bukan dicintai atas nama atribut ideal"

"Kamu egois dong kalo gitu"

"Egois? lha... memenjara sebuah pribadi dengan mengatasnamakan cinta kasih, itu baru egois namanya"

"Pembicaraan ini tidak menyenangkan"

"Iya"

"Menurutmu kenapa jadi tidak menyenangkan"

"Karena kamu sudah berhasil membuatku meragu dan berpikir ulang hal-hal yang pernah kuputuskan atas dasar jujur terhadap diri sendiri, atas dasar menciptakan kebahagiaan versiku sendiri. Aku meragu. Sebenarnya Aku ini sudah berlaku benar ... atau malah berlaku konyol"

"Ganti topik yuk!"

"Yuk"