Friday, April 22, 2011

Burung pipit pulang kandang


Di twitter aku sempat menulis:
"Burung pipit rindu sarang. Sayapnya letih. Ia mau istirahat"

Terus terang Aku ndak pernah serindu begini untuk pulang ke rumah. Tapi entah kenapa beberapa minggu sebelumnya, Aku kepikiran rumah. Kepikiran pulang ke Semarang.

Apalagi kalau menurutkan logika. Duh, tanggal tua belum gajian hehehe. Sangking kepengin pulang, sempat mikir, "Pokoknya mboh piye carane Aku harus pulang"

Keputusan yang tepat Agus.

Aku baru ngabari Mamah kalau Aku pulang semalam sebelum berangkat.

"Emang kamu ada uang buat pulang?", Mamah menggugat.

Hahahaha pertanyaan yang sudah bisa ditebak.

"Ada, tenaaaang!", padahal hati kebat kebit.

"Bawain Johnnie Walker Blue Label doooong!", Mamah berfatwa.

Duh, tau aja sekarang aku handle brand ini. Mintanya yang varian kelas inggil pula. Tau aja barang mahal.

"Lain kali ah, nggak ada uang nih! bye!", pembicaraan kusudahi sebelum permintaan mulai aneh-aneh hahahahaha.

Pulang ke rumah disambut air muka sumringah si Mamah, sungguh membuat manis hati yang sedang tawar.

Rasanya hangat.

Seperti baterai kosong yang bertemu dengan charger.... eerrrrr analogi yang aneh. tapi sudahlah.

Hari itu, Mamah masak spesial buatku.

Sayur lodeh, sambel terasi, dan sate babi.

well, sate babinya nggak bikin sendiri sih. beli jadi.

"Aduh, kamu kalo makan apa selalu serakus ini?"

Hahahahah... si burung pipit kelaparan dan siap menggendut selama dua hari ke depan.

Lalu kami bicara.

Tepatnya sih, mendengarkan si Mamah bercerita panjang lebar tentang apa saja.

Ceritanya selalu dimulai dengan,"Kamu tau nggak sih Gus ..." macam ibu-ibu rumpi di sinetron.

Tapi momen rumpi ini menyenangkan buat kami berdua.

Jadi semakin sadar, orangtua kita semakin tua semakin rentan kesepian. Dan kita, anak-anaknya adalah penawar sepi mereka.

Mereka cuma butuh didengar. Mereka nggak butuh mendengar,"Tuh kaaan, Aku bilang juga apaaaa...." dari anak-anaknya.

Anggap aja ini bayaran impas waktu mereka dulu dengan sabar mendengar rengekan kita yang suka minta ini itu.

Kami saling mengisi daya hidup dengan cara yang sederhana tapi menyenangkan.

Dengan bicara.

Aku tetap menyimpan rasa kuatir dengan pola makan si Mamah. Ia semakin tua. Syukurlah kebiasaan merokoknya sudah berkurang, mendekati berhenti.

Kebiasaannya minum bir hitam juga jauh berkurang, mendekati berhenti.

Perempuan di depanku ini adalah perempuan paling perkasa yang pernah kukenal sepanjang hidupku dan mulai rapuh dimakan umur walau semangat hidupnya akan selalu sama.

Sambil mendengarkan si Mamah bicara dengan selalu membuka kalimat, "Kamu tau nggak sih Gus ... "

Di kepalaku, aku sibuk mengenang masa kecil. Masa di mana perempuan perkasa di depanku ini membangun dasar untukku bisa tumbuh.

Aku punya proyek besar.

Aku mau menulis sebanyak mungkin tentang kenangan masa kecilku.

Supaya nanti, kalau Aku pulang lagi.

Aku punya tulisan yang bisa kubacakan buat si Mamah.

Burung pipit pulang sarang.

Hatinya Senang.

Wednesday, April 20, 2011

E-N-G-K-A-U



Karena engkau, aku mengerti makna kata PULANG dengan sebenar.

Karena engkau, aku menemukan pemaknaan baru kata RUMAH.

Karena engkau, kata SABAR esensinya menjadi sedemikian sederhana untuk dijalani.

Karena engkau, kata SYUKUR seperti oase saat aku lelah.

Karena engkau, sekarang aku tahu kata MIMPI harus berkawin dengan kata HARAPAN.

Dan yang terakhir, karena engkau, aku jadi tahu kemana dua kata TERIMA KASIH mesti bermuara.

Ijinkan saya menitip kenangan


Jaman Aku masih kecil. Tustel barang mahal. Daripada afdruk foto, mending uangnya buat makan.

Mamahku bilang,"mari membekukan kenangan dengan menulis apapun yang terjadi dalam lintasan hidup kita"

Dan itulah yang Aku lakukan sampai sekarang.

Pada huruf, kata dan kalimat Aku menitip rasa.

Supaya saat kemampuanku mengingat segala detil hidup, menghilang dayanya. Aku bisa datang pada huruf, kata dan kalimat untuk minta diceritakan ulang.

.......................................

Mamahku bilang, Hidup ini punya banyak cerita.

Jaman Aku masih kecil. Sering diajaknya Aku ke Pasar Anyar, Bogor.

Sambil menikmati es teler dan mie bangka, si Mamah bilang,"Kamu liat deh, tukang ikan itu. Menurutmu dengan air muka yang masam begitu apa yang dia rasakan hari ini? Ceritakan padaku detil hidupnya"

Dan mulailah Aku mereka cerita, membangun jalan hidup tukang ikan di depanku. Apa suasananya hari ini. Bagaimana Ia menjalani hidup. Kenapa Ia bersedih.

Sepulangnya, Aku tulis di buku biru tebal yang dibeli Mamah di toko buku Naga Mulia, ceritaku tentang si tukang ikan.

Dari situ, Aku terbiasa menitip rasa pada huruf, kata, dan kalimat.

Mungkin ini sebabnya sekarang, Aku suka menikmati momen duduk di pojok ruang kedai kopi sendirian. Mencuri dengar pembicaraan. Mencuri cerita. Kemudian mereka-reka cerita versiku dari momen yang baru saja kunikmati.

....................................

Juru foto punya tustel.

Aku punya kertas dan pena.


Monday, April 18, 2011

Ketika Aku bicara padaMU


Di twitter, Joko Anwar bertanya,"Kalau Tuhan bisa mendengar meski kita bicara dalam hati, seberapa pentingkah bersyukur out loud?"

Beberapa hari yang lalu, sepulang kerja, jam delapan malam. Rumah sebelah kamar kost mengadakan kegiatan berdoa bersama. Pemimpin doa memimpin menggunakan pengeras suara dengan volume super semacam konser dangdut tujuh belasan.

Sambil ganti baju, dan bersih-bersih selepas kerja, Aku berharap semoga nggak ada yang sedang sakit gigi cenut-cenut, atau baru saja seharian kena marah klien.

Aku yakin. Kalau memang ada yang sedang sakit gigi, atau sedang emosi tingkat tinggi dan butuh sedikit mencuri tenang sesampai di rumah selepas kerja seharian. Satu hal yang mereka inginkan bukan mendengar suara bervolume super membahana.

Mau itu kumpulan orang sedang berdoa keras-keras. Atau bahkan suara kumpulan orang sedang bernyanyi dangdut.

Jadi inget jaman masih kecil, si Mamah mengajarkan kami bicara sama Tuhan.

Si Mamah pernah bilang, "Pernah mbayangin nggak, kamu punya teman, setiap ketemu, selalu mengeluh. Rewel. Yang diceritain hal yang sedih mulu. Udahlah rewel, mintanya macem-macem pula. sebel nggak punya temen macam begitu?"

AKu,"Sebal luar biasa"

Mamah,"Nah, bayangkan temanmu yang kayak begitu nggak cuma satu. tapi satu sekolahan. Dan setiap hari, kamu ndak bisa bilang ndak, harus dengerin mereka ini satu demi satu. kamu ngerasanya gimana?"

Aku,"Aku pasti muntah"

Mamah,"Aku juga sebal kalo tiap kamu pulang sekolah, yang diceritain selalu hal-hal yang menyebalkan. Semacam ndak ada kabar baik hari itu. Aku sih ndak keberatan kamu lagi sedih dan mau cerita. Tapi masak sih idupmu sedih mulu. Aku juga pengen dong denger cerita menyenangkan dari anakku"

Mamah, "Tapi Tuhan maha baik"

Lalu si Mamah bilang:

Berdoa itu berbicara. Bukan meminta.

Gunakan sanubarimu. Pakai hatimu.

Berbisiklah dalam hati.

Ceritakan padaNYA hal menyenangkan yang terjadi pada hari itu, lebih dulu. Berterima kasihlah.

Permintaan itu hanya bagian kecil dari pembicaraan. Karena tanpa diminta pun, IA akan memberi.

.....................

Sekarang Aku ingin menambahkan:

Dan, untuk bicaranya padaNYA. Nggak perlu pake TOA.