Tuesday, March 16, 2010

PLONG



Dulu, jaman aku masih di Semarang.

Setiap hati lagi gundah, tengah malam, Aku pasti duduk manis di loteng rumah.

Ajaibnya, nyamuk-nyamuk di loteng sepertinya tahu Aku sedang nggak nyaman hati. Mereka bersekutu dan sepakat untuk ndak ngganggu.

Sepi, dingin sejuk, tenang.

Tanpa banyak kata, rasanya beban hati meluruh sebagian.

Sambil menikmati kepulan asap rokok Gudang Garam Merah yang biasanya aku colong dari lemari si Mamah. Aku ngobrol sama Gusti Allah.

Ngobrol kayak anak bicara sama orangtuanya.

Kadang penuh amarah, kadang mengerang sedih, atau cerita tentang hal-hal yang menyenangkan.

Ngoceh sendirian, menghamburkan kata-kata pada semesta, berharap semesta menjadi tukang pos yang baik untuk semua hal yang Gusti Allah harus tentang Aku.

dua tiga batang Gudang Garam Merah menguap di udara.

Hati gundah diguyur berserah.

Tenang setelahnya.

Kadang, Aku mendapati si Mamah terbangun ambil air es dari kulkas.

Kemudian kami bicara.

Air es berganti bir hitam dingin.

Dan kami bicara sampai pagi tak tahan untuk datang.

dua kali tenangnya.

Begitu lama Aku merantau.

Ritualnya tetap sama.

Loteng rumah berganti dengan balkon kantor di lantai 3 kalau malam-malam Aku masih tertahan karena tenggat waktu pekerjaan.

Mencuri waktu sebentar, bicara pada Sang Bapa.

Ngoceh sendirian, menghamburkan kata-kata pada semesta, berharap semesta menjadi tukang pos yang baik untuk semua hal yang Gusti Allah harus tentang Aku.

5 menit mencuri sunyi dan teduh.

Setelah itu, biasanya aku menulis.

Menulis apa saja.

Seingatnya.

Bahkan untuk hal paling remeh yang bisa aku ingat pada hati itu.

Pelepasan paling menyenangkan untukku, menulis.

Menulis apa saja.

Kalau aku terlalu lelah untuk menulis apa saja, tombol putar cepat di telepon genggam mengirimkan pesan untuk si Mamah.

Perempuan beranjak tua yang sedia kapan saja untuk diajak bicara.

Kalimat yang kadang terdengar sinis darinya selalu tidak pernah gagal memberi pencerahan tentang hidup.

Dalam minggu ini, aku sering uring-uringan.

Rasanya lelah bukan kepalang.

Masalah pekerjaan, dan tetek bengek hidup lainnya yang kala itu bikin aku pengen teriak-teriak berkeluh kesah.

Mau bicara pada kawan, sepertinya tindakan paling egois menimbang kayaknya mereka juga sudah demikian lelah.

Menulis pun aku takut yang keluar nanti sumpah serapah... ndak nyaman terbaca setelahnya.

Aku berbicara dengan si Mamah pada ujungnya.

Dua inti nasihatnya tentang hidup, begini dia bicara:

"Agus, tentu kamu ndak akan bisa bikin semua orang senang. Tapi, rasa senang itu menular lho anakku. Kalau kau buat dirimu senang, siapa tau kamu bisa bikin suasana jadi berbeda. Ndak usah, semuanya tertular rasa senang yang kamu bawa. cukup orang-orang terdekatmu saat itu saja sudah bagus!.... pasti susah ya... apalagi kalau kamu pun lagi capek. Tapi, Aku tau kamu pasti bisa!"

"Mungkin, belakangan ini kamu agak lupa bilang sama Gusti Allah ... bilang, Gusti Allah, terima kasih, sudah cukup, engkau murah hati.... karena biasanya, kalau kamu bilang begitu, biasanya nikmatmu akan ditambah.... Jangan lupa bersyukur nak"

Setelah pembicaraan itu, rasanya bisa tidur nyenyak sekali.




note: gambar dipinjam dari www.gettyimages.com

7 comments:

Apisindica said...

inspirasional. baguusssss!!!

NaiCaNa said...

Jadi disarankan untuk kembali ngomong sendiri di loteng maz.he3x...

Anonymous said...

dek dek...
kalo idup setiap hari bahagia2 aje, jadi apa makna nya hidup?
kalo idup tiap hari susah2 aje, kapan mengerti bersukur nya?

jadi emang sudah seharus nya hidup itu hepi dan sedih dan lain2 juga, jadi kita mengerti bumbu yg namanya hepi rasa nya manis, bumbu yg namanya sedih rasa nya pedas, bumbu yg namanya emosi rasa nya pahit, bumbu yg namanya sepi rasanya dingin, dsb nya....

setelah mengerti rasa bumbu2 itu, baru lah kita bisa membuat masakan yg uenak mantab sedap kan?

nah... mari belajar mencicipi bumbu dulu dong....

Arya said...

epentje: makasih sudah ditambahkan :) point taken :)

Reis's said...

Mas AGUS! kayaqnya aku juga bilang deh rasa senang itu menular! hehehe.. *ga penting mode on*

Emang sih..... hidup itu harus ada senangnya, ada sedihnya... Kayaq manusia, ada yang ganteng dan ada yang super ganteng.. *lho*

tapi ga berarti kan, ketika susahhhhhhhh, kita *kita??* harus diam.. manusiawi dong kalo ngeluh? Atau kesal. Atau marah. Atau kayaq mas AGUS, bergalau-galau di loteng..eh salah, di balkon. Karena yang penting itu, bukan lebih banyak senangnya, atau lebih banyak sedihnya...aduh gimana ya bilangnya? Misal, lagi sedih. Ya udah, take 5 minutes to marah-marah, sumpah2, atau kesel dan bergalau-galau.. tapi setelahnya, ayo mulai lagi...

Kalo diriku sih, udah, numpahin curhatan hati ke blog, setelah itu, forget it.. Terus suatu ketika, aku bisa baca lagi, terus aku bisa ketawain diri sendiri...

Kata orang, sedih itu bisa ditanggung sendiri, tapi senang itu harus dibagi supaya makin berarti.. Kata gue, mau mas AGUS sedih atau senang, I am here in B-town. hahahaha.. *biar adekmu ini ga banyak membantu, but I'll try to be there.. hugs*

lucky said...

another wise word from your mother......cool!!!

Hiung said...

titip salam buat mamahnya mas..
dari seorang pembaca virtual yg liat tampangnya pun blm pernah, tapi tersentuh langsung oleh si mamah :)