Wednesday, April 20, 2011

Ijinkan saya menitip kenangan


Jaman Aku masih kecil. Tustel barang mahal. Daripada afdruk foto, mending uangnya buat makan.

Mamahku bilang,"mari membekukan kenangan dengan menulis apapun yang terjadi dalam lintasan hidup kita"

Dan itulah yang Aku lakukan sampai sekarang.

Pada huruf, kata dan kalimat Aku menitip rasa.

Supaya saat kemampuanku mengingat segala detil hidup, menghilang dayanya. Aku bisa datang pada huruf, kata dan kalimat untuk minta diceritakan ulang.

.......................................

Mamahku bilang, Hidup ini punya banyak cerita.

Jaman Aku masih kecil. Sering diajaknya Aku ke Pasar Anyar, Bogor.

Sambil menikmati es teler dan mie bangka, si Mamah bilang,"Kamu liat deh, tukang ikan itu. Menurutmu dengan air muka yang masam begitu apa yang dia rasakan hari ini? Ceritakan padaku detil hidupnya"

Dan mulailah Aku mereka cerita, membangun jalan hidup tukang ikan di depanku. Apa suasananya hari ini. Bagaimana Ia menjalani hidup. Kenapa Ia bersedih.

Sepulangnya, Aku tulis di buku biru tebal yang dibeli Mamah di toko buku Naga Mulia, ceritaku tentang si tukang ikan.

Dari situ, Aku terbiasa menitip rasa pada huruf, kata, dan kalimat.

Mungkin ini sebabnya sekarang, Aku suka menikmati momen duduk di pojok ruang kedai kopi sendirian. Mencuri dengar pembicaraan. Mencuri cerita. Kemudian mereka-reka cerita versiku dari momen yang baru saja kunikmati.

....................................

Juru foto punya tustel.

Aku punya kertas dan pena.


2 comments:

mayank said...

wa mamanya keren... :)

Arya said...

hi mayangk :) salam kenal ya ... setiap ibu keren di mata anaknya kok hehehehe