Tuesday, May 17, 2011

Matah Ati. Senyawa Indonesia

Beberapa minggu yang lalu, sempat bicara dengan karib lama yang tinggal di Jerman.

Karibku ini kemudian bertanya,"Yang bikin kamu bangga jadi anak Indonesia tuh apa ya?"

Jawaban ala kontestan putri kecantikan segera dikeluarkan.

Gitu deh.

Tapi sebenarnya, Aku kalo ditanya begitu, butuh waktu lama buat menjawab.

Apa yang bikin bangga ya?

Jujur. Aku sulit menjawab.

Pertanyaan dan jawaban sekenanya berhenti di situ saja.

Sudahlah. Kerjaanku lagi banyak-banyaknya. Mbok mikir yang lebih penting saja.

Dasar nasib.

Minggu kemarin, Aku ketiban rejeki dapat tiket gratis nonton Matah Ati.

Dengar punya dengar sih katanya bagus.

Ngintip Youtube nukilan pertunjukannya, kok kayaknya ya benar adanya kabar yang kudengar itu.

Dari beritanya mbah google, konsep pertunjukkan Matah Ati ini mengacu pada langendriyan atau opera jawa yang diciptakan oleh Mangkunegoro IV dari Pura Mangkunegaran Surakarta.

Weleh, iki piye? Langendriyan yang Aku tahu, dialog di dalamnya disampaikan dengan nembang jowo. Bahasanya pun ndak main-main... kromo inggil! tuturan bahasa jawa kelas inggil yang sering kudengar dari eyang putri dan seringkali, aku yang ngakunya orang jawa saja ndak pernah mudeng alias paham maksudnya.

Aduh.

Yo wis, ndak apa-apa. Mari kita jadikan rasa penasaran itu sebagai bumbu.

Minggu lalu. Sembari menunggu pertunjukkan dimulai, Aku sudah ditampar lebih dulu.

Dalam buku program, Jay Subiyakto- penata artistik pertunjukan ini menulis,

"Mungkin hanya bangsa ini yang tidak malu ketika tidak mengetahui sejarah dan kebudayaan bangsanya sendiri"

Alamak.

Atilah Soeryadjaya- produser eksekutif dalam kata pengantarnya bicara,

"Ini lahir dari rasa prihatin dan mimpi. Aku ndak terima dan sedih. Mosok tho yo, di koran luar negeri ada di tulis "Solo is a haven for terrorist"... duh Gusti. Saya ingin menjawabnya dengan karya"

Saat membaca kata pengantar dua orang seniman ini saja Aku sudah ditampar dengan keras.

"Kebudayaan adalah siapa kita dan apa yang kita perbuat untuk kelangsungan jati diri Bangsa dan Negeri tercinta" -Jay Subiyakto.

Ah, Aku sudah tidak nyaman lagi duduk di luar. Aku ingin segera masuk.

Ayo, mulai pertunjukkannya dong!

Kawan, ijinkan aku mencoba bercerita semampuku tentang Matah Ati ini ya.

Matah Ati bercerita tentang roman seorang perempuan dari desa Matah bernama Rubiyah. Jatuhlah cintanya pada Raden Mas Said, bangsawan keraton yang karena intrik istana, terbuang dan menjalani hidup sebagai rakyat biasa.

Lelaku dijalankan. Rubiyah menjadi simbol perempuan jawa yang trengginas, kuat dalam kelembutan.

Kesetimbangan berlaku. Raden Mas Said. Lelaki yang memimpin dengan rasa. Mengikat perbawa.

Dengan ikrar "Tiji Tibeh, Mati Siji Mati Kabeh. Tiji Tibeh, Mukti Siji Mukti Kabeh" Ia membawa pengikutnya berjuang melawan kumpeni.

Hingga akhirnya Raden Said bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkoenagoro I dan Rubiyah menjadi garwa dengan gelar B.Ray Matah Ati, yang berarti melayani hati sang pangeran. Dari mereka berdua, turun para penguasa istana Mangkunegaran.

Amplifikasi rasa menerabas bahasa.

Biarkan saja kalau kamu, seperti Aku yang ndak paham bahasa jawa sebagai penutur.

Rasa disampaikan seperti udara yang masuk ke dalam pori dan diam di hati.

Lewat irama dan titi nada, kesenduan, kegundahan, dan suara hati Rubiyah langsung terasa.

Adegan dari babak pertama ini sungguh menggetarkan. Tentang Rubiyah yang gundah dan punya segudang pertanyaan tentang dirinya dan apa yang hidup janjikan untuknya. Aduh, bisikan lirih lewat tembang jawa yang bahkan bahasanya saja tak kumengerti kenapa bisa membuatku menitikkan air mata.

Ini adalah adegan saat rombongan Raden Mas Said melintasi desa Matah dan kali pertama bertemu dengan Rubiyah. Ada satu adegan setelah ini saat Raden Mas Said melakukan tapa brata kemudian menari dengan seorang gadis yang menitis dalam lelaku tapa. Aku dibuat merinding entah kali yang keberapa.

Adegan peperangan pasukan Raden Mas Said dengan pasukan Belanda. Caping dijadikan simbol gerilya.


Adegan Pesta Agung. Perayaan kemenangan sekaligus pesta pernikahan Raden Mas Said dengan Rubiyah.

Saat panggung tutup tirai. Pertunjukkan usai. Aku seperti menemukan cara menjawab pertanyaan, "Apa yang membuatmu bangga jadi anak Indonesia?"

Matah Ati adalah senyawa Indonesia yang menjelma.

Mungkin telat, tapi upaya mengumpulkan jawaban kenapa Aku wajib bangga jadi bagian bangsa besar bernama Indonesia, buatku bisa dimulai. Sekarang.



note: gambar diunduh dari berbagai sumber di internet, fotografer Davy Linggar

No comments: