Friday, July 29, 2011

Jadi, beda ya?


Semua media sosial yang berkembang sekarang kurasa semakin membuat dunia ini begitu transparan seperti kertas tisu tipis.

Saya tau apa yang situ tau. Situ tau apa yang sini mau tau. Sini mau tau apa yang situ mau.

Gundah yang kutulis sekarang sebenarnya sudah dipendam beberapa waktu.

Atas nama sok sibuk, Aku baru bisa muntah sekarang.

pantes agak pusing belakangan ini. kayak mual yang ditahan saat harus meeting dengan klien. udah di ujung kerongkongan tapi harus nggak boleh dikeluarkan.

well, anyway.

Ada kubaca di linimasa twitter seorang kawan (yang sudah ku-delete dari jejaring pertemanan), begini:
"Parents, if you tolerate gay and lesbian, beware, next could be your children!"

Maaf kapasitas memori otakku yang hanya sebesar biji kedelai. Setidaknya itu yang kuingat.

Abis kejadiannya udah lama. Tapi kesan dari kalimat itu membekas.

Pelajaran yang kuambil:

Memahami perbedaan pemikiran sebagai dinamika hidup, ok lah, Aku mengerti. Tapi kalau dilambari dengan sebar-sebar fobia dan kebencian seenak jidatnya. Buatku justifikasi memahami perbedaan pemikiran kok ya kebablasan. Banget. Bahkan menurutku satu tindakan yang konyol dan idiot.

Katanya, dalam hidup, yang namanya perbedaan adalah keniscayaan. Ada terbilang, yang tidak pernah berubah dalam kehidupan adalah perubahan itu sendiri. Tapi ternyata bersepakat, memaklumi, dan memahami bahwa perbedaan itu ada sebagai harmoni hidup, bukan hal mudah. termasuk didalamnya soal gay dan lesbian.

Aku sungguh berharap, bahwa ketika kita memaklumi perbedaan itu sebagai sebuah keniscayaan anugerah dari Sang Hidup, semoga saja tidak ada lagi nada pelecehan dalam kalimat, "Jadi situ gay ya?" ... karena percayalah, mau itu gay, lesbian, waria, atau apa kek pilihan hidup mereka... percayalah bahwa keputusan mereka menjalani hidup seperti yang mereka mau itu harus melalui pergumulan yang sungguh berat dan pemikiran yang dalam.

Takut atas satu hal yang nggak kita pahami. Wajar. Tapi kalau kemudian karena hal itu muncul pelecehan. Kemanakah nurani?

Soal dosa. Well, di dunia ini ternyata banyak sekali diantara kita yang terlalu jumawa dengan mengambil porsinya Gusti Allah. Kemanakah landasan welas asih?

Dan yang terakhir,

sekarang kita semakin gampang kok membedakan. Siapa yang berbudaya. Dan siapa yang monyet.


Hehehehehe ....

2 comments:

friendlybaliboy said...

ingin ikut serta mengamini keberagaman bareng mas arya :')

Arya said...

hi friendlybaliboy :) salam kenal