Sunday, October 16, 2011

The Pianist


Sebenarnya cerita ini pernah kutulis dan diposting. Cuma, kok pengen ditulis kembali :) ... enjoy!

...............................................

Kedai kopi ini sempurna.

Karena, kedai kopi ini menyediakan cangkang yang nyaman saat aku butuh menyendiri mencuri sedikit sunyi.

Karena, kedai kopi ini menyediakan teh bunga yang mujarabnya tidak kalah dengan satu cangkir kopi kental. Dimana lagi ada kedai kopi yang menyandingkan kenikmatan seimbang setimbang kopi dan teh.

Karena, kedai kopi ini adalah panggung kecil yang menampilkan fragmen-fragmen hidup.

Lelaki temu janji dengan perempuan selingkuhan. Adu mulut kecil kemana dan dimana bersembunyi mencari sarang kecil memadu cinta.

Perempuan yang menyeka mulut anak lelakinya yang terlalu bernafsu menikmati roti coklat dan meninggalkan lelehan coklat dimana-mana di sekitar mulut dan kerah baju.

Lelaki bertemu lelaki dan curi-curi berpegang tangan di bawah meja. Cinta itu akan selalu indah jauh melampaui batasan jenis kelamin.

Lelaki menghibur belahan jiwanya dengan kado kecil dan perempuan yang menjerit kegirangan.

Disinilah aku menyendiri mencuri sunyi.

damai sekali.

dan sekali lagi, kulihat dia.

melihat jemarinya menari perlahan diatas tuts piano, selalu meninggalkan kesan rasa.

Terkadang, iramanya membawaku seperti menari di rinai hujan yang bergerak perlahan.

Terkadang, iramanya membuatku merasa rindu tak berketentuan.

Jangan ditanya aku rindu pada apa atau siapa.

Aku tidak tahu.

Aku cuma merasa rindu.

Sekali lagi, kulihat dia hari ini.

Wajahnya kuyu.

bahunya layu.

tak kulihat jiwa di bola matanya.

kemanakah Ia? ... sepertinya jiwanya mengembara.

jemarinya menari pelan.

pelan sekali.

bergerak satu-satu.

denting piano yang Ia mainkan seakan berteriak,

"Kamu tinggalkan aku kelu..."

dan tatapan matanya menyapu ujung jalan yang terlihat dari jendela kedai kopi ini.

Matanya bercerita,

"Aku masih ingat sayang, saat pertama kali aku melihatmu di ujung jalan sana .. berlari-lari menghindari rinai hujan yang rindu ujung celana khaki-mu .... aku sudah jatuh cinta"

"Dan hari berikutnya..."

"Hari berikutnya..."

"Sampai kehadiranmu di ujung jalan sana membuatku kecanduan"

"Hari saat engkau buka pintu kedai ini, adalah hari paling menyenangkan buatku ... meskipun, engkau tak tahu"

"Jemariku seakan berjiwa saat engkau datang. Ia bersenandung girang. Ah, semoga saja rasa itu juga kau bisa raba"

"Aku kecanduan di kali pertama"

Ternyata benar, hidup itu adalah energi yang bertransformasi.

dari pojok ruangan kedai kopi ini, kurasakan hatinya bicara. Lewat denting, lewat mata, lewat air muka.

Sekarang aku semakin awas mengamati bahasa tubuhnya.

Wahai pemain piano, apa lagi yang engkau rasa?

Bahunya makin lunglai. Bahunya bicara,

"Jemariku sekarang sudah berpindah pemilik ... Ia menari di atas tuts piano ini atas kuasamu ..."

"Sekarang, aku kelu .... aku rindu..."

Aku di pojok ruangan juga merasa pilu.

Sekarang, Ia berdiri ... tatapannya menatap ujung jalan.

"Guys, gue balik dulu ya .... sampai ketemu besok...."

Ada kucuri dengar,

"Kasihan ya mas Raka ........ Mas Bayu itu orang baik, kok meninggalnya cepet"

Teh bunga di cangkirku membeku.

1 comment:

Anonymous said...

waduh... sedih beut! *laplelehanairmata