Setiap tahun berganti. Aku sudah berhenti untuk membuat daftar resolusi.
Terlalu banyak janji yang lewat tenggatnya.
Makin tambah umur (baca: tua), Aku makin sadar bahwa ujung dan akhir tahun adalah penanda Gusti Allah bahwa:
Dalam hidup, martabat bisa hilang.
Peduli bisa lenyap.
Bahkan cinta, energi maha dahsyat yang selalu diagung-agungkan pun bisa lenggang kangkung pergi tanpa permisi.
Tapi dua hal yang akan selalu menjadi ada ditinggalkan Gusti Allah untuk kita.
Dua hal itu: PERCAYA dan HARAPAN.
FAITH .... and HOPE.
Mungkin inilah kenapa setiap menjelang awal tahun, ramai-ramai kita menulis daftar resolusi.
Sebagai alat penegasan pada diri sendiri bahwa saat kita masih memiliki "FAITH" dan "HOPE", maka semuanya akan baik-baik saja.
Penghujung tahun 2011 lalu, Gusti Allah sedemikian sayangnya padaku.
Aku diberi banyak olehNYA.
Banyak sedih.
Banyak amarah.
Banyak lara.
Tapi juga,
Banyak bahagia.
Banyak berkah.
Banyak suka.
Bejana hidupku dibuatnya penuh. komplit.
Di ujung tahun 2011 lalu, Aku kembali diingatkan bahwa selama ini, IA sudah memberiku satu hal yang berharga untuk aku memaknai bahwa apabila hal yang satu ini ada, maka dua hal yang paling penting dalam hidup yaitu "FAITH" dan "HOPE" akan sedemikian gampang dimiliki.
Satu hal itu adalah lingkaran pertemanan yang luar biasa.
Inilah lingkaran pertemanan itu:
Kami menandai akhir tahun dan menyambut awal tahun dengan jamuan makan malam.
Jauh dari sederhana. Mewah untuk ukuran kami.
Kami mungkin jarang bersua.
Kami bukan tipikal kawan yang selalu bersama setiap hari.
Ukuran lekatnya lingkaran pertemanan ini bukan itu.
setiap kami berkumpul,
Lara pergi
Duka minggir
Sedih dipaksa lari
Cuma bahagia.
Saat berdoa kemarin, Aku bicara pada Gusti Allah.
Bukan untuk meminta dan mengadu.
Tapi untuk mengabarkan berita baik dan bersyukur.
Bahwa ENGKAU sudah mengirimkan pengingat dalam bentuk yang sungguh indah.
Kalian, yang tak perlu kusebutkan satu demi satu sudah menjadi pengingat yang indah bahwa:
Hidup ndak perlu dijalani dengan getir
Hidup ndak perlu dijalani dengan tawar hati
Hidup harus dijalani dengan pandai bersyukur
Hidup harus dijalani dengan selalu berusaha bisa bahagia dengan detil kecil
Untuk kalian, yang tak perlu kusebut satu demi satu,
Terima kasih.
Monday, January 09, 2012
Thursday, January 05, 2012
Hujan, Dulu ...
Dulu, hujan begini, ban dalam bekas berubah menjadi kapal pesiar sepanjang sungai belakang rumah kami.
Dulu, hujan begini, masuk angin bukan momok. pulang bermain dgn ujung jari keriput kedinginan itu anugerah besar dalam hidup.
Dulu, hujan begini, saatnya memasukkan sepatu ke dlm tas. Kaki rindu lumpur dan becek. bau lumpur hujan itu ekstasi dlm bentuk sederhana.
Dulu, hujan begini, payung jadi barang haram, kenapa nikmat kebasahan harus terhalang?
Dulu, hujan begini, saat yang tepat mandi di kali, bareng kerbau bau dan potensi banjir bandang tiba2. lagi-lagi, hidup cuma sekali.
Dulu, hujan begini, kolong tempat tidur berubah jadi gua buatan. singkong goreng, teh panas, dan imajinasi. serasa limun jahe dan lidah asap.
Dulu, hujan begini, Ibuku sibuk mengaduk adonan bolu kukus. Mengembang sempurna seperti bunga mawar. bahagia bisa sederhana kok.
Dulu, hujan begini, saat yang tepat menggoreng belut hasil pancingan. cuma 4! tapi yg sedikit itu biasanya justru nikmat.
Dulu, hujan begini, kami bikin perahu dari gedebok pisang. potensi bersua dgn ular yg merenangi sungai. tapi idup cuma sekali. siapa takut!
Dulu, hujan begini, bisa dipastikan saya ada di tengah sawah bareng temen2, lempar2an lumpur. potensi tersambar gledek sih. siapa peduli.
.....
Ditulis sambil memperhatikan rinai hujan yang datang terlalu sering.
Dulu, hujan begini, masuk angin bukan momok. pulang bermain dgn ujung jari keriput kedinginan itu anugerah besar dalam hidup.
Dulu, hujan begini, saatnya memasukkan sepatu ke dlm tas. Kaki rindu lumpur dan becek. bau lumpur hujan itu ekstasi dlm bentuk sederhana.
Dulu, hujan begini, payung jadi barang haram, kenapa nikmat kebasahan harus terhalang?
Dulu, hujan begini, saat yang tepat mandi di kali, bareng kerbau bau dan potensi banjir bandang tiba2. lagi-lagi, hidup cuma sekali.
Dulu, hujan begini, kolong tempat tidur berubah jadi gua buatan. singkong goreng, teh panas, dan imajinasi. serasa limun jahe dan lidah asap.
Dulu, hujan begini, Ibuku sibuk mengaduk adonan bolu kukus. Mengembang sempurna seperti bunga mawar. bahagia bisa sederhana kok.
Dulu, hujan begini, saat yang tepat menggoreng belut hasil pancingan. cuma 4! tapi yg sedikit itu biasanya justru nikmat.
Dulu, hujan begini, kami bikin perahu dari gedebok pisang. potensi bersua dgn ular yg merenangi sungai. tapi idup cuma sekali. siapa takut!
Dulu, hujan begini, bisa dipastikan saya ada di tengah sawah bareng temen2, lempar2an lumpur. potensi tersambar gledek sih. siapa peduli.
.....
Ditulis sambil memperhatikan rinai hujan yang datang terlalu sering.
Wednesday, January 04, 2012
Tanya
Monday, January 02, 2012
Gampang
Bolu kukus yang mengembang seperti bunga mawar setiap minggu pagi buatan Ibu.
Aroma bau tanah yang ketabrak air hujan di ujung kakiku.
Gulali seperti kapuk warna merah yang lekat legitnya di ujung lidah.
Elusan hangat tangan Ibuku di ujung kepalaku.
Susu coklat panas sambil menghitung rintik hujan sore hari dari balik jendela.
Belut goreng pasar Godean setelah pantat kebas dibonceng Eyang dengan sepeda unta.
Mandi di kali.
Hangatnya punggung kerbau yang kunaiki.
Genggaman tanganmu saat lara.
Hembusan halus nafasmu di tengkukku.
Sebatang coklat.
Seulas senyum sepulang kerja.
Aku ternyata gampang dibuat bahagia.
Kamu?
Jendela
Jendela kedai kopi ini membingkai rasa yang tak pernah tersampaikan
Saat Engkau berlari menghindari rinai hujan dari seberang jalan
Saat Engkau menyapu pandangan ke dalam ruang
Dan mengabaikan keberadaanku di pojoknya.
Jendela kedai kopi ini membingkai rasa yang tak pernah tersampaikan
Saat Senyummu bertabrakan dengan aroma kopi tubruk panas dan Engkau memainkan kuping cangkir di depanmu
Saat senyummu menjadi antidot laraku di sini
Dari jendela ini, Aku mengumpulkan satu demi satu kenangan
Mulai dari kedatanganmu, sampai pergimu
Hanya satu yang kurang
Keberadaanmu bukan untukku.
Subscribe to:
Posts (Atom)