Friday, September 17, 2010
Sang Pencerah itu....
Tonton film ini!
Abaikan saja bila ada kekurangannya.
Saya cukup bangga, film Indonesia akhirnya ada yang seperti ini.
Music scoring-nya demikian indah.
Saya rasa, mereka yang ada dibalik pembuatan film ini sudah sedemikian berusaha keras untuk menyampaikan rasa. Ketika ini terjadi, buat Saya, sebuah film menjadi bernyawa.
Abaikan saja alur penceritaan yang terkadang terbata-bata.
Abaikan saja ketika beberapa kali muncul dialog sang tokoh utama, KH Ahmad Dahlan yang terlalu dipaksakan berusaha indah dan penuh filosofi tapi jatuh menjadi "garing" karena diterjemahkan dalam akting hati-hati oleh sang pemeran.
Abaikan saja ketika beberapa kali, akibat dialog yang maunya dipanjang-panjangkan, sang tokoh utama jadi terkesan 'menyek-menyek', gampang mutung alias putus asa dan kok ndilalah seperti sakit2an heheheheh. Karena, di dalam angan Saya, seorang tokoh dengan visi yang demikian mengagumkan macam Ahmad Dahlan ini, air mukanya tegas, penuh wibawa, memancarkan perbawa yang bikin orang sekitar kagum. Tapi, Lukman Sardi membuatnya macam lelaki yang dibentak sekali saja sudah terbatuk-batuk dan matanya langsung sayu.
Film ini, layak ditonton.
Nikmati saja keindahan makna.
"Wong bodo itu ndak semata karena pendek akalnya lho thole cah ngganteng. Wong pinter yo bisa saja jadi bodo kalau Ia semata memakai akal tapi nuraninya digadaikan!"
"Meyakini itu perkawinan antara akal dan nurani. Lha, kalau cuma nurani saja, ati-ati lho,njungkel jadi FANATIK! pakaian nurani, ya akalmu!"
"Bahkan, manusia dengan visi hidup yang luar biasa pun bisa meragu!"
"Kalau kita tahu yang terbaik, lalu, buat apa kita ada di sini di dunia ini?"
"Sampeyan melabelkan Saya kafir, tantanglah keyakinanmu dengan akal!"
"Agama itu seperti musik. Meneduhkan, membuat tenang, membawa damai. Supaya begitu? belajarlah titi nadanya. Musik dengan titi nada yang berantakan, bikin marah, bikin mumet!"
"Memaknai agama tidak hanya dengan tuntas membaca semalam suntuk. Tindakanmu cerminan setiap kata yang engkau baca, meski itu hanya 1 ayat saja. Berbuatlah!"
"Raga bisa kau robohkan, tapi, mampukah engkau merobohkan jiwaku?"
Hati saya hangat setelah menikmati film ini.
Diluar sosok, saya memahami.
Sang Pencerah itu ada di dalam hati kita semua.
Sang Pencerah itu, Akal dan Nurani.
Salam.
Tuesday, September 14, 2010
Upin & Ipin, Unyil Kucing (Mudik 2010, Part IV)
Beberapa waktu lalu sempat di-tag notes-nya Mbak Tatyana tentang film kartunanak-anak Upin&Ipin.
Berkunjung dan kenalan deh sama Mbak Tatyana Soebiyanto di facebook, terus baca notes-notesnya.
Dijamin kecanduan. Sayang dia jarang nulis notes.
Tapi sekalinya nulis, wah, mareeeem! mantaap tenaaaan!
Halaaaah iki opo tho yooo kok malah ngalor ngidul hehehe.
Tulisan Mbak Tatyana tentang si Upin & Ipin itu jadi pemicu tulisan ini.
Pulang kampung, selain secara tidak resmi menjadi pengganti asisten rumah tangga selama mereka tidak ada, juga merupakan kesempatan emas buat Raihan,keponakanku semata wayang untuk bebas "memperbudak" Pakdhenya.
Ngemong keponakan.
Karena ngemong Raihan ini lah selama pulang kampung aku jadi hampir setiap hari nonton Upin & Ipin di rumah.
Dan karena hampir setiap hari nonton kakak beradik yang jalannya kayak tuyul inilah, Saya kemudian bisa mengerti kenapa Mbak Tatyana suka sekali dengan Upin & Ipin.
Inilah sosok kanak-kanak sebenarnya.
badung.
pengen tau segala hal.
lari kesana kemari.
bikin sewot orangtua.
dan yang paling penting, terpuaskan hasrat bermainnya.
Sejatinya, kanak-kanak harus dijauhkan dari hal-hal yang mengagungkan individualitas.
lha piye, beberapa kali aku lihat ada anak balita kok yo wis jago tenan maen PSP.
Ditowel dikit sama orangtua diajak ngobrol, kok yo ngamuk.
Kalo aku jadi Bapaknya, wis tak buang PSP-nya itu.
Upin & Ipin mengingatkan para orangtua bahwa dunia anak, ya bermain.
Titik.
Jaman mbiyen waktu aku kecil.
Nilai yang sama, ditawarkan sama si Unyil.
Mau katanya disisipi propaganda orde baru kek, nyata-nyatanya dulu aku juga ndak paham kok isi propagandanya apa.
Yang aku ingat dan aku setujui adalah:
manjat pohon jambu itu menyenangkan.
maen ujan-ujanan dan belepotan lumpur itu menyenangkan.
mandi di kali menyenangkan.
maen musik ala-ala band dekil, band-nya si Unyil itu keren.
maen sepeda rame-rame itu cihuy.
orang itu ada yang licik, pemalas, kikir, manipulatif dan mestinya ndak boleh begitu.
Upin & Ipin serta Unyil mengingatkan bahwa kanak-kanak belajar lewat bermain.
Wis, piye maneh, jadi orangtua itu, kalau mau disebut profesi, adalah profesi paling menantang sedunia.
Ndak ada sekolah untuk menjadi orangtua.
Jadi orangtua itu, ibaratnya kayak orang yang langsung kecebur di kolam renang.
Opsinya cuma satu.
Belajar untuk bisa ngambang dan selamat sampai tujuan.
Selama hampir empat tahun mengurus salah satu klien brand susu pertumbuhan anak dan terpapar dengan banyak "first time mom & dad" (uedan, aku mulai keminggris hehehe) Aku banyak ketemu dengan orangtua muda yang salah kaprah.
Kebanyakan dari mereka pengen anaknya pinter.
Ndak salah.
Tapi, kalau kebablasan, menurutku sih agak ngeri dampaknya.
Yang dikejar cuma aspek kognitifnya semata.
Pokoknya pinter!
Aku memang belum jadi orangtua.
Tapi di pemahamanku, untuk menjawab tantangan masa depan.
Pintar saja nggak cukup. diatas itu, seorang anak dibutuhkan untuk jadi TANGGUH.
Anak tangguh, kalau dikasih masalah, ndak nglokro alias cepat mengeluh tapi sigap mencari alternatif-alternatif solusi.
Di keseharianku aku sering ketemu junior yang begitu mentok masalah dikit, ngeluh ngalor ngidul .... "Ya ampuuun ... lo kagak tau aje dulu gue lebih nista cobaannya dari elu! yet, here i am ... i'm survive! please deh!", dalam hati.
Untuk bisa jadi anak tangguh, gimana?
Dalam pemahamanku, ya, biarkan si anak banyak belajar hidup lewat satu-satunya cara yang menyenangkan untuknya.
Bermain.
Boso enggrisnya, "Learning through playing"
Aku suka sebal dengan orangtua yang "horny" banget nyari kegiatan sekolah ini itu, untuk stimulasi ini itu, biar anaknya bisa ini itu.
Padahal, dua-duanya kerja. nyebelin kan?!
Mbok ya ketimbang kirim anak mereka masuk kelas ini itu yang tadi itu, ajak main kek!
Jadi inget, jaman Aku sama Aan masih kecil.
Mamah ndak pernah nyuruh aku belajar hehehehe cuma diancam sih, "Kalau sampe kalian ndak naik kelas, Mamah kirim kalian ke Panti Asuhan ya! Mamah nggak mau ngurus kalian lagi!" Udah. Itu aja.
Ndak pernah nanya udah ngerjain PR atau belum. Ulangan dapet berapa. Yang penting ndak jadi anak brandal! nggak jadi preman. naik kelas.
Kami dibiarkan bebas bermain sama anak-anak kampung.
pulang ke rumah dengan bau keringat amis karena terbakar matahari.
pulang ke rumah dengan baju yang kotor sana sini, makanya si Mamah paling males kalo harus beliin baju mahal. Yang murah-murah aja.
adem ayem aja kami berdua main hujan-hujanan dan guling-gulingan di lumpur. Untung dikasih obat cacing Upixon secara teratur.
adem ayem aja kalo kami berantem sama anak-anak kampung itu. Malah, kalau pulang ngadu justru dimarahin. Yang ada, kami diantar ke TKP sama si Mamah dan disuruh berantem hahahahaha
Tapi, kalau ketahuan curang, mencuri, ngerusak barang orang lain. siap-siaplah disambut si Mamah di depan pintu dengan gagang sapu atau selang air. bisa kena sabet kita! hihihi
Ketahuan nyontek, beeeuh... ancur idup kita hahahaha ... Mamah pernah bilang, "Aku nggak malu punya anak bodoh, tapi sampe jadi curang dan pecundang, malu luar biasa!"
Balik ke jaman sekarang, aku jadi mikir. Berapa banyak ya anak sekarang yang tau betapa menyenangkannya maen ujan-ujanan dan belepotan lumpur?
Berapa banyak ya anak-anak jaman sekarang yang bisa merasakan keceriaan gaya Upin & Ipin itu?
Atau jangan-jangan ini cuma nostalgia aku saja semata-mata.
Diluar hal yang sedih-sedih. Masa kecil ku ternyata lebih banyak senangnya.
Ayo Upin Ipin, kita maen Unyil kucing
Berkunjung dan kenalan deh sama Mbak Tatyana Soebiyanto di facebook, terus baca notes-notesnya.
Dijamin kecanduan. Sayang dia jarang nulis notes.
Tapi sekalinya nulis, wah, mareeeem! mantaap tenaaaan!
Halaaaah iki opo tho yooo kok malah ngalor ngidul hehehe.
Tulisan Mbak Tatyana tentang si Upin & Ipin itu jadi pemicu tulisan ini.
Pulang kampung, selain secara tidak resmi menjadi pengganti asisten rumah tangga selama mereka tidak ada, juga merupakan kesempatan emas buat Raihan,keponakanku semata wayang untuk bebas "memperbudak" Pakdhenya.
Ngemong keponakan.
Karena ngemong Raihan ini lah selama pulang kampung aku jadi hampir setiap hari nonton Upin & Ipin di rumah.
Dan karena hampir setiap hari nonton kakak beradik yang jalannya kayak tuyul inilah, Saya kemudian bisa mengerti kenapa Mbak Tatyana suka sekali dengan Upin & Ipin.
Inilah sosok kanak-kanak sebenarnya.
badung.
pengen tau segala hal.
lari kesana kemari.
bikin sewot orangtua.
dan yang paling penting, terpuaskan hasrat bermainnya.
Sejatinya, kanak-kanak harus dijauhkan dari hal-hal yang mengagungkan individualitas.
lha piye, beberapa kali aku lihat ada anak balita kok yo wis jago tenan maen PSP.
Ditowel dikit sama orangtua diajak ngobrol, kok yo ngamuk.
Kalo aku jadi Bapaknya, wis tak buang PSP-nya itu.
Upin & Ipin mengingatkan para orangtua bahwa dunia anak, ya bermain.
Titik.
Jaman mbiyen waktu aku kecil.
Nilai yang sama, ditawarkan sama si Unyil.
Mau katanya disisipi propaganda orde baru kek, nyata-nyatanya dulu aku juga ndak paham kok isi propagandanya apa.
Yang aku ingat dan aku setujui adalah:
manjat pohon jambu itu menyenangkan.
maen ujan-ujanan dan belepotan lumpur itu menyenangkan.
mandi di kali menyenangkan.
maen musik ala-ala band dekil, band-nya si Unyil itu keren.
maen sepeda rame-rame itu cihuy.
orang itu ada yang licik, pemalas, kikir, manipulatif dan mestinya ndak boleh begitu.
Upin & Ipin serta Unyil mengingatkan bahwa kanak-kanak belajar lewat bermain.
Wis, piye maneh, jadi orangtua itu, kalau mau disebut profesi, adalah profesi paling menantang sedunia.
Ndak ada sekolah untuk menjadi orangtua.
Jadi orangtua itu, ibaratnya kayak orang yang langsung kecebur di kolam renang.
Opsinya cuma satu.
Belajar untuk bisa ngambang dan selamat sampai tujuan.
Selama hampir empat tahun mengurus salah satu klien brand susu pertumbuhan anak dan terpapar dengan banyak "first time mom & dad" (uedan, aku mulai keminggris hehehe) Aku banyak ketemu dengan orangtua muda yang salah kaprah.
Kebanyakan dari mereka pengen anaknya pinter.
Ndak salah.
Tapi, kalau kebablasan, menurutku sih agak ngeri dampaknya.
Yang dikejar cuma aspek kognitifnya semata.
Pokoknya pinter!
Aku memang belum jadi orangtua.
Tapi di pemahamanku, untuk menjawab tantangan masa depan.
Pintar saja nggak cukup. diatas itu, seorang anak dibutuhkan untuk jadi TANGGUH.
Anak tangguh, kalau dikasih masalah, ndak nglokro alias cepat mengeluh tapi sigap mencari alternatif-alternatif solusi.
Di keseharianku aku sering ketemu junior yang begitu mentok masalah dikit, ngeluh ngalor ngidul .... "Ya ampuuun ... lo kagak tau aje dulu gue lebih nista cobaannya dari elu! yet, here i am ... i'm survive! please deh!", dalam hati.
Untuk bisa jadi anak tangguh, gimana?
Dalam pemahamanku, ya, biarkan si anak banyak belajar hidup lewat satu-satunya cara yang menyenangkan untuknya.
Bermain.
Boso enggrisnya, "Learning through playing"
Aku suka sebal dengan orangtua yang "horny" banget nyari kegiatan sekolah ini itu, untuk stimulasi ini itu, biar anaknya bisa ini itu.
Padahal, dua-duanya kerja. nyebelin kan?!
Mbok ya ketimbang kirim anak mereka masuk kelas ini itu yang tadi itu, ajak main kek!
Jadi inget, jaman Aku sama Aan masih kecil.
Mamah ndak pernah nyuruh aku belajar hehehehe cuma diancam sih, "Kalau sampe kalian ndak naik kelas, Mamah kirim kalian ke Panti Asuhan ya! Mamah nggak mau ngurus kalian lagi!" Udah. Itu aja.
Ndak pernah nanya udah ngerjain PR atau belum. Ulangan dapet berapa. Yang penting ndak jadi anak brandal! nggak jadi preman. naik kelas.
Kami dibiarkan bebas bermain sama anak-anak kampung.
pulang ke rumah dengan bau keringat amis karena terbakar matahari.
pulang ke rumah dengan baju yang kotor sana sini, makanya si Mamah paling males kalo harus beliin baju mahal. Yang murah-murah aja.
adem ayem aja kami berdua main hujan-hujanan dan guling-gulingan di lumpur. Untung dikasih obat cacing Upixon secara teratur.
adem ayem aja kalo kami berantem sama anak-anak kampung itu. Malah, kalau pulang ngadu justru dimarahin. Yang ada, kami diantar ke TKP sama si Mamah dan disuruh berantem hahahahaha
Tapi, kalau ketahuan curang, mencuri, ngerusak barang orang lain. siap-siaplah disambut si Mamah di depan pintu dengan gagang sapu atau selang air. bisa kena sabet kita! hihihi
Ketahuan nyontek, beeeuh... ancur idup kita hahahaha ... Mamah pernah bilang, "Aku nggak malu punya anak bodoh, tapi sampe jadi curang dan pecundang, malu luar biasa!"
Balik ke jaman sekarang, aku jadi mikir. Berapa banyak ya anak sekarang yang tau betapa menyenangkannya maen ujan-ujanan dan belepotan lumpur?
Berapa banyak ya anak-anak jaman sekarang yang bisa merasakan keceriaan gaya Upin & Ipin itu?
Atau jangan-jangan ini cuma nostalgia aku saja semata-mata.
Diluar hal yang sedih-sedih. Masa kecil ku ternyata lebih banyak senangnya.
Ayo Upin Ipin, kita maen Unyil kucing
Monday, September 13, 2010
Perut dan Hati (Mudik 2010, Part III)
Untuk cinta, katanya sih dari mata turun ke hati.
Kalau ini masalah pulang kampung, nggak begitu ukurannya.
Dari perut, turun ke hati. Itu kayaknya yang benar.
Tiap benda punya nilai melankolisnya sendiri-sendiri.
Tiap hal menyimpan rasa.
Makanan, buat Saya salah satunya.
Seenak-enaknya makanan di warung, restoran paling mahal sekalipun.
Tidak ada yang mengalahkan masakan rumah.
Pada setiap hal, kalau kita mau, kita bisa menitipkan kenangan.
Makanan, buat Saya sah-sah saja dijadikan "cantolan" rasa dan kenangan.
Berikut adalah makanan-makanan yang punya nilai rasa buat Saya:
Tiwul
Ini adalah sarapan favorit Saya setiap pulang.
Makanan dari bahan ketela pohon atau singkong ini enak bukan kepalang disantap pagi hari, dengan parutan kelapa muda dan gula jawa.
Obat lapar mujarab begitu buka mata, badan masih bau ketek, mulut masih bau lambung kosong.
Segelas teh tubruk wasgitel, wangi legi sepet lan kentel, jodoh abadi penganan sarapan yang satu ini.
Rasa tidak berbohong. Tiwul di pagi hari dijamin bikin bengong.
Dulu, jaman Saya selalu dilempar Bapak dan Mamah setiap libur panjang sekolah ke rumah eyang kakung dan putri di Yogya.
Setiap pagi, Saya selalu tak pernah mau hilang momen saat Eyang Putri menyiapkan tiwul hangat buat kami serumah.
Saya, waktu itu selalu terpesona dengan bagaimana Eyang Putri meniup buhul bumbung kecil bambu ke kompor kayu bakar dan melihat percik api kecil berubah membesar.
Hangatnya kayu bakar menjalar lewat udara membuat kulit Saya yang keriput kedinginan karena selesai mandi merona hangat. Tekun, Saya ndongkrok di dapur menunggu sang tiwul siap diganyang.
Saya menikmati setiap gerakan Eyang Putri sigap memarut kelapa muda.
Merajang halus satu bonggol gula jawa menjadi halus dan ditaruh di lepek-lepek kecil untuk Saya, Eyang Kakung, Bulih Harmi dan Paklik Ripto.
Tiwul matang kukus di dandang.
Disiangi, dibuang uapnya dengan kipas bambu.
dihidangkan dan seisi rumah merubung meja makan kecil sebelah dapur.
Sambil menikmati sarapan, Eyang Putri dengan tangan kasar kapalan mengelus-elus kepala.
"Makan yang banyak ya cucuku sing paling ngganteng, ben cepet gedhe, ben cepet urip mulyo!"
Elusan sayang Eyang Putri adalah obat perangsang nafsu makan yang dahsyat mujarab.
Pujiannya selalu menyenangkan untuk di dengar.
Nah, sekarang saya tau kenapa saya sekarang "agak" narsis dan rakus hehehehe
dari kecil selalu dibilang ganteng dan makan banyak sebagai indikator kesuksesan hahahahah
Kalau sekarang, elusan sayang dan pujian Eyang Putri berganti dengan si Mamah menemani saya sarapan sambil mendengarkannya bercerita apa saja, mulai dari harga cabe rawit yang naiknya selangit sampai gosip tentang rumah tangga tetangga sebelah.
Dan itu, juga obat perangsang nafsu makan yang juga dahsyat mujarab.
Kari Kentang
Sayur sederhana ini hasil perkawinan dari kentang, kubis, wortel, buncis, tetelan daging, bumbu kari dan santan.
Rasanya legit ditemani tempe goreng bacem dan cabe rawit.
Bapak, yang Saya tahu paling anti dengan sayuran.
"Awit aku cilik, urip susah, mangan godong2an terus, wis cukup!" terjemahannya, Bapak bilang dari kecil jaman idup susah sehari-harinya makan dedaunan saja. jadi sekarang udah bosen heheheh. Aneh. Tapi ya itu kenyataannya.
Tapi, begitu si Mamah masak sayur ini.
Traumanya sirna! cespleng! ampuh!
Bapak makan seperti mewakili 2 kompi pasukan yang kurang makan.
Lahap bukan kepalang.
Saya suka ketawa geli kalau lihat air muka Bapak saat menikmati sayur ini.
Seperti bocah kesenangan.
gurih legit sayur ini, terkecap dan terkenang saat Saya jauh dari rumah.
Kalau di warteg langganan kebetulan masak sayur ini.
Saya suka senyum sendiri.
Lidah dan hati terhubung.
Kenangannya gurih legit.
Seperti kuah santan sayur kari kentang.
Sarden Kaleng
Ini adalah makanan kesukaan yang tidak pernah bikin bosan
Sarden kaleng merek BOTAN, MAYA atau ABC langganan Saya sedari kecil.
Asam, gurih, legit.
Jaman saya kecil, tinggal di Bogor.
Ini adalah makanan mewah pengganti ayam atau daging dan dihidangkan jarang-jarang di meja.
Kalau punya uang berlebih, baru si Mamah membeli lauk ini.
Waktu itu, pemikiran bocah kami selalu menganggap makanan kaleng adalah makanan anak gedongan.
Makanan yang harus di beli di supermarket meskipun di warung kecil sebelah rumah kontrakan kami pun ada dijual.
Nggak, belinya harus di supermarket adem nyaman, kalo perlu ndorong trolley walaupun cuma beli satu kaleng.
Di ruang tamu, yang sekaligus berfungsi sebagai ruang nonton TV, belajar dan makan. Saya dan adik menunggu aroma sarden kaleng yang sedang dipanaskan, berarak memenuhi ruangan.
Nasi panas, ikan sarden dan krupuk jengkol.
Nikmat itu bungkusannya sederhana saja bagi kami.
Jadi kawan, ayo, apa makanan pengisi perut dan hatimu? :)
Kalau ini masalah pulang kampung, nggak begitu ukurannya.
Dari perut, turun ke hati. Itu kayaknya yang benar.
Tiap benda punya nilai melankolisnya sendiri-sendiri.
Tiap hal menyimpan rasa.
Makanan, buat Saya salah satunya.
Seenak-enaknya makanan di warung, restoran paling mahal sekalipun.
Tidak ada yang mengalahkan masakan rumah.
Pada setiap hal, kalau kita mau, kita bisa menitipkan kenangan.
Makanan, buat Saya sah-sah saja dijadikan "cantolan" rasa dan kenangan.
Berikut adalah makanan-makanan yang punya nilai rasa buat Saya:
Tiwul
Ini adalah sarapan favorit Saya setiap pulang.
Makanan dari bahan ketela pohon atau singkong ini enak bukan kepalang disantap pagi hari, dengan parutan kelapa muda dan gula jawa.
Obat lapar mujarab begitu buka mata, badan masih bau ketek, mulut masih bau lambung kosong.
Segelas teh tubruk wasgitel, wangi legi sepet lan kentel, jodoh abadi penganan sarapan yang satu ini.
Rasa tidak berbohong. Tiwul di pagi hari dijamin bikin bengong.
Dulu, jaman Saya selalu dilempar Bapak dan Mamah setiap libur panjang sekolah ke rumah eyang kakung dan putri di Yogya.
Setiap pagi, Saya selalu tak pernah mau hilang momen saat Eyang Putri menyiapkan tiwul hangat buat kami serumah.
Saya, waktu itu selalu terpesona dengan bagaimana Eyang Putri meniup buhul bumbung kecil bambu ke kompor kayu bakar dan melihat percik api kecil berubah membesar.
Hangatnya kayu bakar menjalar lewat udara membuat kulit Saya yang keriput kedinginan karena selesai mandi merona hangat. Tekun, Saya ndongkrok di dapur menunggu sang tiwul siap diganyang.
Saya menikmati setiap gerakan Eyang Putri sigap memarut kelapa muda.
Merajang halus satu bonggol gula jawa menjadi halus dan ditaruh di lepek-lepek kecil untuk Saya, Eyang Kakung, Bulih Harmi dan Paklik Ripto.
Tiwul matang kukus di dandang.
Disiangi, dibuang uapnya dengan kipas bambu.
dihidangkan dan seisi rumah merubung meja makan kecil sebelah dapur.
Sambil menikmati sarapan, Eyang Putri dengan tangan kasar kapalan mengelus-elus kepala.
"Makan yang banyak ya cucuku sing paling ngganteng, ben cepet gedhe, ben cepet urip mulyo!"
Elusan sayang Eyang Putri adalah obat perangsang nafsu makan yang dahsyat mujarab.
Pujiannya selalu menyenangkan untuk di dengar.
Nah, sekarang saya tau kenapa saya sekarang "agak" narsis dan rakus hehehehe
dari kecil selalu dibilang ganteng dan makan banyak sebagai indikator kesuksesan hahahahah
Kalau sekarang, elusan sayang dan pujian Eyang Putri berganti dengan si Mamah menemani saya sarapan sambil mendengarkannya bercerita apa saja, mulai dari harga cabe rawit yang naiknya selangit sampai gosip tentang rumah tangga tetangga sebelah.
Dan itu, juga obat perangsang nafsu makan yang juga dahsyat mujarab.
Kari Kentang
Sayur sederhana ini hasil perkawinan dari kentang, kubis, wortel, buncis, tetelan daging, bumbu kari dan santan.
Rasanya legit ditemani tempe goreng bacem dan cabe rawit.
Bapak, yang Saya tahu paling anti dengan sayuran.
"Awit aku cilik, urip susah, mangan godong2an terus, wis cukup!" terjemahannya, Bapak bilang dari kecil jaman idup susah sehari-harinya makan dedaunan saja. jadi sekarang udah bosen heheheh. Aneh. Tapi ya itu kenyataannya.
Tapi, begitu si Mamah masak sayur ini.
Traumanya sirna! cespleng! ampuh!
Bapak makan seperti mewakili 2 kompi pasukan yang kurang makan.
Lahap bukan kepalang.
Saya suka ketawa geli kalau lihat air muka Bapak saat menikmati sayur ini.
Seperti bocah kesenangan.
gurih legit sayur ini, terkecap dan terkenang saat Saya jauh dari rumah.
Kalau di warteg langganan kebetulan masak sayur ini.
Saya suka senyum sendiri.
Lidah dan hati terhubung.
Kenangannya gurih legit.
Seperti kuah santan sayur kari kentang.
Sarden Kaleng
Ini adalah makanan kesukaan yang tidak pernah bikin bosan
Sarden kaleng merek BOTAN, MAYA atau ABC langganan Saya sedari kecil.
Asam, gurih, legit.
Jaman saya kecil, tinggal di Bogor.
Ini adalah makanan mewah pengganti ayam atau daging dan dihidangkan jarang-jarang di meja.
Kalau punya uang berlebih, baru si Mamah membeli lauk ini.
Waktu itu, pemikiran bocah kami selalu menganggap makanan kaleng adalah makanan anak gedongan.
Makanan yang harus di beli di supermarket meskipun di warung kecil sebelah rumah kontrakan kami pun ada dijual.
Nggak, belinya harus di supermarket adem nyaman, kalo perlu ndorong trolley walaupun cuma beli satu kaleng.
Di ruang tamu, yang sekaligus berfungsi sebagai ruang nonton TV, belajar dan makan. Saya dan adik menunggu aroma sarden kaleng yang sedang dipanaskan, berarak memenuhi ruangan.
Nasi panas, ikan sarden dan krupuk jengkol.
Nikmat itu bungkusannya sederhana saja bagi kami.
Jadi kawan, ayo, apa makanan pengisi perut dan hatimu? :)
Sunday, September 12, 2010
Sahabat (Mudik 2010, Part II)
Semarang.
Setiap sudut kota ini seperti laci kecil tempat saya menitipkan kenangan.
Kenangan, itu akan selalu manis.
Meski saat dibuatnya, kadang harus dibayar sedih.
Selain menghabiskan waktu di rumah.
Menggendutkan diri dengan segala makanan enak yang tak bersahabat dengan bentuk tubuh.
Saya sungguh mencinta saat-saat ngopi duduk bicara dengan karib lama.
Phillip namanya.
Tak terasa, 11 tahun sudah kami bersahabat.
Pasang surut pertemanan selalu ada.
Ya dimaklumi saja. Kami ini kan dua entitas bernyawa yang punya jalannya sendiri.
Dengan Phillip, pembicaraan kilas balik, terutama jaman Saya berjibaku merintis karir selalu terselip.
Saya lupa detil perkenalannya gimana.
Kalau tidak salah ingat, perkenalan kami di mulai di sebuah kafe, yang pada masanya, tersohor.
Java Kafe.
Masih ingat, tiket masuknya cuma 20 ribu untuk ditukar soft drink atau segelas bir yang sudah hilang gelembungnya.
Saya masih kuliah waktu itu. Dia sudah punya pekerjaan yang bikin ngiler lah.
Apa ya yang bikin kami tetap berteman.
Kami ini macam bumi dan langit.
Dia, cina Semarang.
Saya, berkulit gudeg kendhil.
Kadang kami berseberangan.
Kadang kami saling lempar kalimat "sayang" yang mungkin kalau orang lain dengar, bisa geleng-geleng kepala saking "tajemnya" hehehehe
Tapi, itulah makna pertemanan yang tak berbayar, tak berpamrih.
Masing-masing dibiarkan untuk tumbuh menjadi pribadinya sendiri.
11 tahun kami berteman.
to all the ups and downs ... Phillip .... thank you.
Yang namanya CINTA, luar biasa (Mudik 2010 part I)
Kalau Saya baterai, ini adalah saat dimana sang baterai sedang dikalibrasi dan diisi ulang sampai penuh dayanya.
Saya pulang.
Saya, rindu pada Ibu.
Saya, rindu pada seisi orang rumah.
Pada mereka, kutitipkan daya hidup.
Ketika pulang, semua momen, rasanya dibubuhi dengan penyedap rasa bernama CINTA.
Nikmat luar biasa.
Sambal terasi teman sayur lodeh buatan si Mamah, semakin lama, makin sedap saja rasanya.
Bangun tidur pagi karena teriakan keponakan tersayang, Raihan, adalah alarm yang sungguh membelai.
Sarapan, makan siang dan makan malam dengan tatapan kagum si Mamah yang terheran-heran dengan kapasitas lambung yang mengarah rakus selalu saja menyenangkan.
"Enak?"
"Enak luar biasa Mah..."
"Kalau kamu ndak ada di rumah, Aku selalu kangen melihat kamu makan sedemikan lahap... nggak ada di rumah ini yang serakus kamu!"
Malam pertama Saya di rumah, dihabiskan dengan menemani si Mamah nonton sinetron dikamarnya sampai Ia terlelap.
Tak pernah mengerti kenapa para Ibu yang Saya kenal suka sekali terpapar dengan kekerasan, intrik kasar dan serapah di setiap sinetron yang kabarnya sih, si produser sinetronnya sendiri melarang keluarganya untuk menonton sinetron yang mereka buat.
Demikian jauh dari nyata.
Demikian miris dramanya.
Si Mamah terlelap sebelum sinetron kesayangannya selesai dongengnya.
Televisi masih menyala memuntahkan gambar dan suara.
Saya memperhatikan Mamah.
Dengkur halusnya menenangkan.
Pada kerut-kerut halus di matanya, Saya menitipkan banyak cerita.
Kulitnya sudah mulai kisut.
Menua.
Inilah perempuan perkasa yang dulu dan sampai sekarang demikian banyak mengajarkan saya makna hidup.
Mengajarkan saya keihklasan.
Mengajarkan saya makna berjuang.
Mengajarkan saya mencintai.
Mengajarkan saya hidup.
Pada kerut-kerut halus di matanya, Saya menitipkan banyak cerita.
Cerita tentang mimpi.
Cerita tentang suka.
Cerita tentang tangis.
Cerita tentang hidup.
"Ketika menua, ternyata gampang sekali kita diserang sepi. Kamu nggak marah kan kalau aku menelponmu sering-sering?"
"Agus, lagi apa? lagi kerja ya? Mamah mau cerita!"
"Seneeeng deh dibeliin tas! Makasih ya Nak!"
"Setrikaan di rumah udah jelek..."
"Kamu kirim uangnya ya? asik... makasih ya Gus!"
Sekali lagi saya memandang si Mamah.
Dengkurannya halus.
Air mukanya yang tenang tak bisa menutupi kerut-kerut kulitnya.
Pada kerut-kerut halus di matanya, saya menitip pesan.
Kamu, dulu tak pernah mengeluh saat saya kencing di celana.
Tak pernah lelah saat saya butuh diangkat ketika belajar menapak.
Tak pernah marah saat saya minta dituntun karena dunia di depan sana serasa hal baru yang menakutkan.
Tak pernah hilang sabar saat saya cerewet untuk hal-hal yang remeh rasanya.
Saat engkau menua.
percayalah, Saya akan selalu ada sama seperti dulu engkau selalu ada.
Tubuhmu menua.
Tapi untuk saya, hati dan cintanya, selalu sama.
Subscribe to:
Posts (Atom)