Monday, September 13, 2010

Perut dan Hati (Mudik 2010, Part III)

Untuk cinta, katanya sih dari mata turun ke hati.

Kalau ini masalah pulang kampung, nggak begitu ukurannya.

Dari perut, turun ke hati. Itu kayaknya yang benar.

Tiap benda punya nilai melankolisnya sendiri-sendiri.

Tiap hal menyimpan rasa.

Makanan, buat Saya salah satunya.

Seenak-enaknya makanan di warung, restoran paling mahal sekalipun.
Tidak ada yang mengalahkan masakan rumah.

Pada setiap hal, kalau kita mau, kita bisa menitipkan kenangan.

Makanan, buat Saya sah-sah saja dijadikan "cantolan" rasa dan kenangan.

Berikut adalah makanan-makanan yang punya nilai rasa buat Saya:

Tiwul
Ini adalah sarapan favorit Saya setiap pulang.

Makanan dari bahan ketela pohon atau singkong ini enak bukan kepalang disantap pagi hari, dengan parutan kelapa muda dan gula jawa.

Obat lapar mujarab begitu buka mata, badan masih bau ketek, mulut masih bau lambung kosong.

Segelas teh tubruk wasgitel, wangi legi sepet lan kentel, jodoh abadi penganan sarapan yang satu ini.

Rasa tidak berbohong. Tiwul di pagi hari dijamin bikin bengong.

Dulu, jaman Saya selalu dilempar Bapak dan Mamah setiap libur panjang sekolah ke rumah eyang kakung dan putri di Yogya.

Setiap pagi, Saya selalu tak pernah mau hilang momen saat Eyang Putri menyiapkan tiwul hangat buat kami serumah.

Saya, waktu itu selalu terpesona dengan bagaimana Eyang Putri meniup buhul bumbung kecil bambu ke kompor kayu bakar dan melihat percik api kecil berubah membesar.

Hangatnya kayu bakar menjalar lewat udara membuat kulit Saya yang keriput kedinginan karena selesai mandi merona hangat. Tekun, Saya ndongkrok di dapur menunggu sang tiwul siap diganyang.

Saya menikmati setiap gerakan Eyang Putri sigap memarut kelapa muda.

Merajang halus satu bonggol gula jawa menjadi halus dan ditaruh d
i lepek-lepek kecil untuk Saya, Eyang Kakung, Bulih Harmi dan Paklik Ripto.

Tiwul matang kukus di dandang.

Disiangi, dibuang uapnya dengan kipas bambu.

dihidangkan dan seisi rumah merubung meja makan k
ecil sebelah dapur.

Sambil menikmati sarapan, Eyang Putri dengan tangan kasar kapalan mengelus-elus kepala.

"Makan yang banyak ya cucuku sing paling ngganteng, ben cepet gedhe, ben cepet urip mulyo!"

Elusan sayang Eyang Putri adalah obat perangsang nafsu makan yang dahsyat mujarab.
Pujiannya selalu menyenangkan untuk di dengar.

Nah, sekarang saya tau kenapa saya sekarang "agak" narsis dan rakus hehehehe

dari kecil selalu dibilang ganteng dan makan banyak sebagai indikator kesuksesan hahahahah

Kalau sekarang, elusan sayang dan pujian Eyang Putri berganti dengan si Mamah menemani saya sarapan sambil mendengarkannya bercerita apa saja, mulai dari harga cabe rawit yang naiknya selangit sampai gosip tentang rumah tangga tetangga sebelah.

Dan itu, juga obat perangsang nafsu makan yang juga dahsyat mujarab.

Kari Kentang
Sayur sederhana ini hasil perkawinan dari kentang, kubis, wortel, buncis, tetelan daging, bumbu kari dan santan.

Rasanya legit ditemani tempe goreng bacem dan cabe rawit.
Bapak, yang Saya tahu paling anti dengan sayuran.

"Awit aku cilik, urip susah, mangan godong2an terus, wis cukup!" terjemahannya, Bapak bilang dari kecil jaman idup susah sehari-harinya makan dedaunan saja. jadi sekarang udah bosen heheheh. Aneh. Tapi ya itu ke
nyataannya.

Tapi, begitu si Mamah masak sayur ini.

Traumanya sirna! cespleng! ampuh!

Bapak makan seperti mewakili 2 kompi pasukan yang kurang makan.

Lahap bukan kepalang.

Saya suka ketawa geli kalau lihat air muka Bapak saat menikmati sayur ini.

Seperti bocah kesenangan.

gurih legit sayur ini, terkecap dan terkenang saat Saya jauh dari rumah.

Kalau di warteg langganan kebetulan masak sayur ini.

Saya suka senyum sendiri.

Lidah dan hati terhubung.

Kenangannya gurih legit.

Seperti kuah santan sayur kari kentang.

Sarden Kaleng
Ini adalah makanan kesukaan yang tidak pernah bikin bosan

Sarden kaleng merek BOTAN, MAYA atau ABC langganan Saya sedari kecil.

Asam, gurih, legit.

Jaman saya kecil, tinggal di Bogor.

Ini adalah makanan mewah pengganti ayam atau daging dan dihidangkan jarang-jarang di meja.

Kalau punya uang berlebih, baru si Mamah membeli lauk ini.

Waktu itu, pemikiran bocah kami selalu menganggap makanan kaleng adalah makanan anak gedongan.

Makanan yang harus di beli di supermarket meskipun di warung kecil sebelah rumah kontrakan kami pun ada dijual.

Nggak, belinya harus di supermarket adem nyaman, kalo perlu ndorong trolley walaupun cuma beli satu kaleng.

Di ruang tamu, yang sekaligus berfungsi sebagai ruang nonton TV, belajar dan makan. Saya dan adik menunggu aroma sarden kaleng yang sedang dipanaskan, berarak memenuhi ruangan.

Nasi panas, ikan sarden dan krupuk jengkol.

Nikmat itu bungkusannya sederhana saja bagi kami.

Jadi kawan, ayo, apa makanan pengisi perut dan hatimu? :)


1 comment:

Bedjo said...

Hihi... jadi teringat kampung halaman.... Jadi kangen masakan emak....
Kalo aku, sayur lodeh nangka muda plus tetelan yang tulangnya lebih besar daripada dagingnya buatan emak dimakan sama sambel trassi dan krupuk, nasinya yang pulen dan masih kebul-kebul.
Tak terlupakan sampai kapanpun juga. Seedaaappp...!