Dulu, hujan begini, ban dalam bekas berubah menjadi kapal pesiar sepanjang sungai belakang rumah kami.
Dulu, hujan begini, masuk angin bukan momok. pulang bermain dgn ujung jari keriput kedinginan itu anugerah besar dalam hidup.
Dulu, hujan begini, saatnya memasukkan sepatu ke dlm tas. Kaki rindu lumpur dan becek. bau lumpur hujan itu ekstasi dlm bentuk sederhana.
Dulu, hujan begini, payung jadi barang haram, kenapa nikmat kebasahan harus terhalang?
Dulu, hujan begini, saat yang tepat mandi di kali, bareng kerbau bau dan potensi banjir bandang tiba2. lagi-lagi, hidup cuma sekali.
Dulu, hujan begini, kolong tempat tidur berubah jadi gua buatan. singkong goreng, teh panas, dan imajinasi. serasa limun jahe dan lidah asap.
Dulu, hujan begini, Ibuku sibuk mengaduk adonan bolu kukus. Mengembang sempurna seperti bunga mawar. bahagia bisa sederhana kok.
Dulu, hujan begini, saat yang tepat menggoreng belut hasil pancingan. cuma 4! tapi yg sedikit itu biasanya justru nikmat.
Dulu, hujan begini, kami bikin perahu dari gedebok pisang. potensi bersua dgn ular yg merenangi sungai. tapi idup cuma sekali. siapa takut!
Dulu, hujan begini, bisa dipastikan saya ada di tengah sawah bareng temen2, lempar2an lumpur. potensi tersambar gledek sih. siapa peduli.
.....
Ditulis sambil memperhatikan rinai hujan yang datang terlalu sering.
1 comment:
sekarang, hujan begini, merindukan sepiring nasi pecel lengkap dengan mendoan sebagai makan siang yang lewat jamnya. atau di sana, menginginkan Brussels waffle dengan lelehan coklat Belgianya.
hidup cuma sekali, siapa peduli lemak tertimbun? :P
Post a Comment