Thursday, July 09, 2009

Perjalanan Arya (Part 2)



Cangkir Putih dan Hujan



ada pertalian antara saya dan hujan ...

hujan selalu memberikan ruang tenang buat saya ...

dan aku yakin, banyak yang sama denganku tentang hal ini


aku selalu berharap ketika hujan mengguyur, terjebaklah aku di kemacetan ...

biar nikmat kurasa rinai hujan menempias kaca mobil ...
atau kubiarkan saja rinai hujan tak berbatas apapun mengenai wajah ...

tapi nampaknya,
sekarang rinai hujan bersahabat dengan cangkir putih ...

kembali... kali kedua aku ada disini ...


kemanakah sang senyum yang selalu menghangatkan sang rinai hujan ...


uap kopi di cangkir ini masih membawa tenang ...


namun rasanya sunyi tanpa sang senyum ....


kubayangkan dia sedang berlari kesini ...
sambil membawa sekarung senyum....

kurasa rinai hujan tak akan jahat hati membius tubuhnya dengan rasa dingin ...

kurasa, sang hujan akan mengajaknya berdansa ...

cepatlah datang sang senyum ...


uap kopi... suara rintik hujan ... seperti tak bernyawa ...


pintu terbuka ...

sang senyum tiba ....

"Evita ..... sorry telat ... maaf sekali"

disampirkannya tas punggung ... apakah yang kau bawa didalamnya? senyum kah ? boleh kah kubuka ?

kulihat jendela dan bulir-bulir hujan tersenyum padaku ...
bulir hujan kembali bernyawa dengan kehadirannya

sudah, jangan hiraukan aku ... akan kunikmati sekerat demi sekerat kejaiban di depan mata...

dan kemudian kami bertumbukan ....


"Hi ..." sapanya padaku ...


Aduh, tolong .. jangan kau buka lagi mulutmu melontarkan bebunyian kata-kata ... aku terlalu lemah

"Kue kenari hari ini nggak ada ... tapi ada Kue kurma special buatanku yang sudah terbuat dan ada di dalam kulkas di dapur... Kue kurma dan Teh Melati segera buatmu ya"

"Kehujanan kah ?" tanyaku

"cuma ujung celana saja", jawabnya

"jauhkah?"

"Apanya yang jauh?", suaranya terdengar selalu jenaka...

suaranya membuatku kemekmek tak bisa bergeming ...
kemanakah logika yang sudah terasah sedemikian lama karena bangku sekolah ... aku seperti lelaki paling idiot sedunia ...

"Oh maksudku .. rumahmu dari sini Raka"


"Ohhh aku tinggal di belakang kedai kopi ini.. saya tinggal ke belakang ya mas ... kue kurma menunggu buatmu"

saya juga menunggu senyummu datang kembali Raka ...

..................................................................................

"Kenapa kalau mas datang selalu datang hujan?"

"Raka, ini bulan dengan akhiran -ber .... memang seharusnya datang hujan bukan?"

"Tapi kenapa kalau mas datang... rintik hujannya sedemikian halus.... seperti benang-benang jatuh"

"Kamu puitis juga ya ... "

"Aku terlalu banyak dicekoki drama radio waktu kecil", pandangannya menerawang ke arah gerimis datang

"Oya ... ?"

"Iya Mas Arya ... aku ingat jaman kecil sering banget ndongkrok di depan radio dengerin sandiwara radio .... dan berimajinasi sesudahnya"

"Aku juga..."


"Kamu juga Mas?"

"Iya ..."


"Wah ... kamu tau rasanya kan?"


"Tahu sekali..."


"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" sang senyum bertanya ...

"Aku juga berpikir tadi rinai hujan seperti benang halus ....", jawabku


"Hahahah begitu kah?"

"Begitu nampaknya"

senyumnya makin lebar ... matanya makin berbinar ...

Aaaah .. jika ia adalah bagian kertas majalah ... ingin rasanya kugunting senyum itu ... dan kubawa pergi

"Aneh .. cangkir ini pun cangkir yang sama waktu kemarin kesini mas Arya"

Raka, mungkin cangkir ini setuju menjadi sekutu ku .. sama seperti rinai hujan ...

"Ada yang melambai memanggilmu Raka..."

"Oh iya ... aku nanti kembali kesini ya mas .. tunggu"

Janji itu pun aku gunting ... aku mau genggam ...


"Saya tunggu ...."


--tapi sekali lagi, tinggalkan senyummu--


(Bersambung)

Klik: Perjalanan Arya (Part 1)

1 comment:

Gogo Caroselle said...

awwwwwwwwwwwww <3
lanjut dong lanjut... romantis nyaa....