Friday, March 23, 2007

Ini adalah tulisan kedua dalam hari ini yang aku copy paste saja dari arsip lama ...

Begini ceritanya:



Aku mau melemparkan diri ke 21 tahun yang lalu waktu aku berumur 7 tahun ...


Tahun 198X (Malu aku menyebut tahun lengkapnya)

Me
"Aku sedih ..."

Ibu
"Kalau sedih, ayo sana makan dulu, terus dibawa tidur ... besok pasti nggak sedih"

Me
"Ibu aku sedih..."

Ibu
"Kalau sedih, berteriak ... ngoceh aja sesuka hati ... benamkan kepalamu ke bak mandi 10 detik saja ... makan dulu .. terus dibawa tidur.. besok pasti nggak sedih"

Me
"Aku tidak pernah melihatmu bersedih Bu ..."

Ibu
"Kan sudah Ibu bilang, kalau bersedih ... ibu berkata-kata sendiri, mengoceh sesuka hati tanpa kalian tahu, membenamkan kepala ke bak mandi 10 detik, makan, lalu dibawa tidur dan besok pasti nggak sedih lagi"

Me
"Tapi berteriak, mengoceh, membenamkan kepala di bak mandi tidak menghilangkan penyebab kesedihan..."

Ibu
"Kadang kamu harus menelan kesedihan itu .. telan saja ... sampai penyebabnya menghilang dengan sendirinya"

...........................

aku sedih
ayo telan!
aku sedih
ayo telan !
aku mau sedihku hilang
pasti menghilang, tapi sekarang telan dulu !.

.............................

Pada satu saat aku habis sabar ...

Me
"Ibu sepertinya tidak peduli amat sih kalo kami ini bersedih !"

Ibu
"Nak, Agus ... Aan --adikku-- .... sedihnya pasti menghilang keesokan harinya ..."

Me
"Gimana bisa hilang kalau penyebabnya tidak hilang"

Ibu
"Pasti bisa .... sedih itu besok pagi akan menghilang begitu kau tertidur"

.............................

Saat itu aku marah sekali ...

Ibu aku anggap bodoh ! ...

Semuanya ditelan !

Nrimo ...

Semuanya ditelan dengan senyum !

Nrimo ... ih, tipikal perempuan jawa sekali yang kadang-kadang tak mampu ketemui nalar logikanya ....

..................................

Tapi sekarang aku baru sadar ...

Saat itu, Ibuku sudah hilang daya berperang dengan kesedihan ...

Ibuku terlalu sibuk melindungi kami ...

Ibuku melindungi kami dengan segala daya...

Ibuku merelakan dirinya terhantam kesedihan berkali-kali tanpa ada daya berlindung ...

Kami cuma kena ciprat saja ...

Sedangkan air bah kesedihan yang datang , Ibuku yang menjadi gardanya bagi kami ...

Ibuku sudah hilang daya berperang dengan kesedihan ....

Ibuku memilih untuk membawa kesedihan itu tidur bersama di ranjangnya ...

................................

Kalo ingat ini ... dan tersadar betapa dulu aku marah pada Ibu ....

aku menyesal ....

sungguh menyesal ....

.................................

dan sabtu malam ini,

aku terguguk menangis tanpa suara di sebuah bilik wartel sambil mendengar suara Ibuku di ujung sana bercerita ini itu ...

Aku sedih, tapi aku hilang daya untuk berperang dengan penyebabnya...

dan malam ini aku akan mengikuti saran Ibuku,

Untuk menelan dengan segera setiap kesedihan ...

karena besok pagi, kesedihan itu hilang ketika kau bawa tidur ...

1 comment:

Anonymous said...

I love this...