Aku dihajar kenangan.
pelan.
sakit.
Cerita ini di picu dari sebuah foto yang aku ambil kemarin di museum Harry Darsono. Imajinya begitu kuat. Ini fotonya:
Begini ceritanya:
Sayang, pagi ini, secangkir kopiku tiba-tiba membeku.
Nampaknya, aliansi bubuk kopi dan air panas di cangkirku ini tak mampu menahan dingin.
Pohon cemara besi di depanku inilah sumbernya, sayang.
Aku masih ingat.
Betapa kita pertama kali lihat pohon cemara besi ini tertawa nyinyir. Iya, kita menertawakan betapa bodohnya si pembuat cemara natal dari besi tahan karat itu.
Tapi, mungkin cemara natal besi ini berjodoh dengan kita.
"Karya yang begitu dingin untuk suasana begitu hangat. Natal gitu lhooo... hellloooo! siapa juga yang mau beli benda ini.... sama sekali tak berwarna ... tak ada nyala", begitu aku bilang dulu.
"Sayang, mungkin tugas kita lah untuk membuatnya hangat...", begitu kau bilang dulu.
Dan cemara besi berjodoh dengan kita.
Setiap ujung tahun, kita bersama-sama membuatnya hangat.
lampu-lampu kecil
bola-bola gelas merah mengkilap.
salju dari kapas putih.
bintang-bintang kecil disana dan disini.
kita bersama-sama membuatnya hangat.
senyummu tak hanya membuat cemara besi ini menghangat.
senyummu pun turut membuat jiwaku dibakar rasa.
aku memahami rasa yang di alami si cemara besi ini setiap kau menggantungkan pernik-pernik hiasan di tubuhnya.
hangat. tak membara. tak membakar.
cuma hangat.
momen setiap ujung tahun itu selalu aku tunggu.
aku tahu seperti apa rasanya si cemara besi ini memendam rindu.
Sekarang, engkau tak ada.
aku tak memiliki hak untuk menunggumu lagi setiap ujung tahun kali ini.
cemara besi ini kehilangan haknya untuk menikmati hangat senyummu.
aku enggan menghiasnya sendirian.
aku lebih memilih untuk menikmati dinginnya sendirian.
cemara besi paham.
cemara besi diam.
dinginnya menikam.
..............................................................
1 comment:
wow,
nice post.
dihajar kenangan...rasanya pasti nggak karuan
Post a Comment