Wednesday, January 27, 2010
Saat kopi mulai ditelanjangi ...
Ini cerita tentang Sang Kopi:
Selepas Aku engkau setubuhi,
saat menikmati lelehan keringat menguap pelan di udara, sambil dihibur matahari menggembos tanpa daya dihisap bumi
Aku lekat memandangmu Lelakiku.
Dulu, persetubuhan bagiku, seperti minyak tanah berkawin dengan korek api.
Panas
Meletup
Liar membakar
Tak ada cinta.
Cinta dan kelamin, dua lingkaran yang tidak beririsan.
Apa itu cinta? Taik kucing dengan cinta.
Sejatinya, aku seperti lubang hitam.
Siapa pun yang memasuki Aku
Ia tidak mengamplifikasi rasa.
Ia jatuh.
Semua rasa yang diberi, pada ujungnya hanya terbaui samar-samar
Persona ku terlalu kuat.
Rasa ku terlalu kuat.
Jadi buat apa cinta?
Cinta bagiku seperti perpaduan deodorant wangi berkawin dengan keringat di ketiak yang ujungnya beranakan bau kecut.
Kopi tetap berbau, berasa kopi meski Ia berkawin dengan apa pun.
Nampaknya, aku ditakdirkan sendirian.
Jadi buat apa mengurusi Cinta.
Cinta seperti permen karet lengket di pantat celana.
Sekali lagi, Aku memandangmu, wahai lelakiku.
Dengan cara yang sederhana, kamu sudah merenggut milikku yang paling berharga.
Nyawaku sudah kau kantongi.
Sialan, kalau ingat kali pertama bertemu
Aku tidak pernah menyangka, lelaki sederhana macam kamu mampu menggerakkan semesta.
Atau jangan-jangan,
Kamu adalah varian kopi baru ?
(bersambung...)
note: gambar dipinjam dari www.gettyimages.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment